Kopi-Kopi Sofi oleh Amina Sy

240 16 1
                                    

Matahari belum terbit. Angin masih sejuk dan awan mengambang seperti renda di langit. Juan bergegas dengan perasaan campur aduk menuju alamat yang tertera di buku agenda hitam gembul itu, ia merapatkan jaketnya. Bunyi lalu-lalang kendaraan terdengar bising di jalanan. Juan masih ingat saat pertama kali berkunjung dulu, bertanya pada toko-toko kelontong di pinggir jalan mengenai letak Coffee World. Rupanya mudah orang-orang mengenal kedai kopi tersebut, puluhan meter lagi melewati taman kota dengan menyeberangi trotoar.

Juan akhirnya bisa bernapas lega mendapati bangunan beraroma kopi itu berdiri kokoh di depannya. Warna cokelat mendominasi muka bangunannya. Sepagi ini, kedai itu sudah ramai dengan pengunjung. Juan merogoh sekantong biji kopi di ransel, membaui aromanya kemudian melangkah pelan memasuki kedai itu.

Sebelumnya, Juan sudah mengirim pesan pada pemilik kedai tentang kedatangannya ini. Tak ada respons. Juan duduk kaku di meja dekat jendela sembari menyapu keadaan sekitar. Suasana kedai nyaris tak berubah dari dulu. Seorang pelayan tersenyum ramah menulis pesanannya.

"Kopi utek pesanan anda akan segera tiba." Juan mengagguk sembari merebahkan punggungnya pada sandaran kursi sembari menunggu pemilik Coffee World muncul. Kedai sederhana ini cukup nyaman, hampir seluruh perabotannya didominasi bahan kayu. Perhatiannya tertarik pada kumpulan biji kopi yang disulap menjadi lukisan unik dalam bingkai di dinding. Ia menghela napas, membuka lembar buku agenda hitam gembul itu di halaman 23. Lantas ia membacanya.

Kau pernah menikmati kopi dan gula disajikan dengan cara terpisah? Jika tidak, kau harus coba kopi utek asli Banjar, Banyuwangi ini.

Lekuk tulisan tangan Sofi kecil-kecil, rapi di sudut atas kertas. Juan tersenyum menyentuh gurat biji-biji kopi yang sengaja Sofi tempel dengan perekat khusus agar kuat tertempel di kertas. Ini salah satu hobi Sofi mencatat setiap catatan perjalanannya tentang biji-biji kopi. Dan kopi utek itulah yang membawa takdir Juan kembali bertemu dengannya sejak perpisahan masa SMA. Ya. Setelah sekian lama.

Waktu itu, Sofi hendak berteduh di sebuah kedai kopi, menunggu gerimis reda. Antara terkejut dan bingung, keduanya saling bertatapan tak percaya. Terlebih lagi Juan, yang hampir saja tersedak sebelum meneguk kopi di depannya.

Perbincangan antara keduanya pun dimulai, tentang masa lalu. Juan lebih banyak terdiam memperhatikan Sofi yang penuh semangat bercerita seperti biasanya. Mengabaikan teman-teman pendakinya yang lain. Dan seperti biasa, hal konyol selalu Sofi lakukan.

"Kopi ini pahit, mungkin saja pemilik warung lupa memberikannya gula." Wanita itu mengernyitkan dahi sembari menjulurkan lidahnya setelah menyemburkannya ke arah Juan. Juan terpejam sedikit kesal menerima bintik-bintik hitam air memenuhi mukanya, sedangkan teman-temannya yang lain terbahak menertawakannya. Perbincangan melepas lelah setelah berhasil menaklukkan Gunung Ijen di kedai itu kacau akibat aksi wanita itu.

"Maaf...." Ucap Sofi malu-malu sembari menyodorkan beberapa helai tisu pada Juan. Ia hanya menghela napas, menyeka air kopi itu perlahan ditemani sisa gelak tawa teman-temannya. Sebenarnya wanita itu sedikit tertinggal akan penjelasan si pemilik kedai tadi, di atas tikar pandan kekuningan itu terdapat baki dari anyaman bambu. Di dalamnya terdapat bongkahan gula lirang.

Wanita itu tersenyum saat gerakan wajah Juan mengingatkan akan adanya gula lirang yang menggunung di depannya.

"Oh, rupanya aku harus mencampurnya terlebih dulu dengan gula aren itu." Tawa kecil itu terdengar ringan, tangannya menjangkau sebongkah kecil gula lirang. Senyum samar terbentuk di bibir Juan memperhatikannya. Juan mengambil gula lirang itu pula, mencegat Sofi yang akan mencelupkannya ke kopi.

"Kau harus menggigit gula aren terlebih dahulu sebelum meneguk kopi pahit ini." Juan mempraktikkannya sendiri. Terdengar suara keletuk ketika Juan meggigitnya, lantas mengunyahnya pelan-pelan dan menyeruput kopi pahit itu. Rasa pahit dan manis itu membaur di mulut. Sofi memperhatikan, meyakinkan diri jika Juan tak tengah mempermainkannya. Lantas ia meniru apa yang Juan lakukan. Sofi tersenyum, itu unik. Lalu, ia menuju ke pemilik kedai siap memburu biji-biji mentah kopi itu.

Imaji dalam KataWhere stories live. Discover now