Gerimis di Jendela oleh David Lee (@itsdavidguys)

138 12 0
                                    

Ini bukan sebuah cerita manis tentang bagaimana aku menemukan cinta sejati. Ini adalah cerita tentang bagaimana aku menghargai ketulusan seseorang dalam mengartikan perasaan yang tetap melekat dalam dunia yang tidak lagi terikat.Ini adalah sebuah cerita yang mengajarkanku arti kebahagiaan.Cerita yang memperkenalkan aku pada jarak yang justru memupuk kesetiaan, bukan perpisahan.

Namaku Matthew, panggil aku Matt. Usiaku dua puluh tiga tahun sejak dua bulan yang lalu.Satu tahun belakangan ini aku meneruskan bisnis keluargaku yang sedang berkembang. Aku harus pergi ke negara bagian lain dan menetap satu-dua minggu untuk menyelesaikan kontrak yang tidak sanggup Ayah datangi.

Kakak laki-lakiku, Desmond, memilih jalan lain dan menyerahkan dirinya untuk negara. Ia sedang berada di Helmand sekarang, turnya yang ketiga. Desmond selalu menjadi idola serta panutanku.Ia tahu ke mana kakinya akan melangkah bahkan sejak usianya delapan belas tahun. Aku ingat malam itu di ruang keluarga, saat Desmond memberitahu Ayah dan Ibu bahwa ia akan bergabung dengan satuan marinir kami. Ada sedikit rasa bangga di mata Ayah malam itu. Ibu terduduk dengan tangan bertumpuk, bersusah payah menahan air mata karena Ibu tahu, sekali Desmond menginginkan sesuatu, ia akan mendapatkan apa yang ia mau. Bagaimanapun caranya. Yang aku ingat dari sisa malam itu adalah kami berpelukan dan aku menghabiskan waktu hingga pukul dua dini hari di kamar Desmond.Satu minggu kemudian, Desmond berangkat untuk menimba ilmu di akademi.

Satu tahun yang lalu Desmond kembali dari tur keduanya.Ia meyakinkan Ayah bahwa ia tidak akan bisa menjalankan bisnis keluarga. Bukan seleraku, katanya.Malam hari itu, kami kembali duduk bersama di ruang keluarga. Aku dengan senang hati menerima tawaran Ayah untuk membantunya dalam bisnis keluarga. Bukan berarti aku harus menjalankannya, kata Ayah malam itu. Tetapi itu tidak masalah, Ayah tidak lagi semuda dulu dan aku juga menggemari bisnis yang telah dirintisnya dengan tekun.

Desmond menjalankan tur ketiganya sejak dua pekan lalu. Saat aku berada di negara bagian selatan dan Ayah mengurus kantor pusat di kota tempat tinggal kami. Desmond menelponku dan mengucapkan selamat tinggal.Aku mengerti, Desmond belum tentu dapat kembali pulang dan bersiap untuk tur selanjutnya. Kami semua paham dan harus dapat menjalani hidup dengan konsekuensi ketukan pintu dari dua anggota satuan marinir di pintu depan kami.

Dua pekan lalu, aku pergi ke salah satu kedai kopi ternama setelah hari yang panjang bersama salah satu klien kami. Aku pikir aku butuh asupan kafein untuk menghalau semua keletihan akibat debat panjang beberapa saat yang lalu. Aku memesan secangkir kopi dan memilih untuk duduk di dekat jendela.

Cuaca akhir-akhir ini kurang bersahabat, belum pernah aku melihat matahari sejak detik pertama menginjakkan kaki di sini.Langit berwarna gelap kelabu tanpa hujan tapi dengan hembusan angin yang lembap.

Aku hendak mengangkat cangkir saat melihat seorang wanita berjalan mendorong pintu.Rambutnya berwarna gelap, ikal, dan jatuh dengan rapi di kedua sisi pundaknya.Lesung pipi terbentuk saat bibirnya melengkung indah menyampaikan senyuman.Sayangnya, bukan untukku.

Ia berjalan ke kasir untuk memesan dan memilih duduk di tengah ruangan. Hidungnya tinggi dan aku hampir menghela napas kecewa dengan keras saat melihat cincin melingkar di jari manis tangan kirinya. Aku tersenyum singkat pada kebodohanku sendiri.Wanita secantik itu tidak mungkin masih sendiri, dasar aku.

Aku menggelengkan kepala kecil dan menarik cangkir mendekati bibir.Aku menelan kopi saat rintik pertama gerimis hari itu jatuh membasahi kaca di hadapanku.

Hari ini hari Rabu, dua hari sejak aku pergi ke kedai kopi dan hampir jatuh hati pada seorang wanita dengan cincin di jemari kiri. Aku masih menertawai kebodohanku karena mengira ia masih sendiri. Salah besar.Sudah dua hari gerimis datang tanpa mengenal waktu.Mau tidak mau, aku harus selalu menenteng payung hitam yang Ibu simpan di bagasi mobilku.Gerimis hari ini datang saat aku selesai bertemu dengan klien dan harus menepi di salah satu pemberhentian bus untuk membuka payung. Saat aku mengulurkan payung untuk membukanya, mataku menangkap sesosok wanita berdiri di ujung lain pemberhentian bus dengan rambut sedikit basah.

Imaji dalam KataWhere stories live. Discover now