Chapter Eleven - One Step Closer

1K 156 10
                                    

Krist dan Singto duduk bersama di meja makan, mengkonsumsi sisa makanan yang diberikan oleh tetangga tadi malam sebagai sarapan. Keduanya makan dengan lahap karena lapar dan menghindari melirik satu sama lain, ditambah lagi atmosfir di antara mereka terasa sangat canggung, mengingat apa yang terjadi pagi ini.

Krist tidak bisa mengingat persis apa yang terjadi pada malam sebelumnya, ia terbangun dan mendapati dirinya tidur dalam posisi menghadap ke samping di dalam dekapan Singto, yang memeluknya mesra dari belakang. Wajah Singto berada di tengkuknya, sementara tangan pria itu melingkar mesra dipinggangnya, tubuhnya merapat sempurna mengikuti lekuk tubuh Krist, dan kaki mereka bersilangan dan saling mengunci.

Jantung Krist berdegup kencang dan tidak teratur, ia berusaha menahan nafas sejenak mencoba memproses reaksi tubuhnya dan mencoba berpikir dengan akal sehatnya. Sementara pria yang memeluknya tampak masih tertidur pulas.

Krist tidak bisa bergerak, karena saat ini posisinya terkunci, ia bahkan tidak bisa mengubah posisi selain membuat gerakan yang kemungkinan akan membangunkan Singto. Krist berpikir sejenak, lalu mengangkat tangan Singto perlahan, menyingkirkannya dari pinggangnya, lalu dilanjutkan dengan menarik kakinya dan terakhir berguling ke depan.

Akhirnya setelah sekian menit, Krist berhasil memisahkan diri dari pria yang satunya dan bangun. Selanjutnya hal pertama yang ia lakukan adalah membongkar kopernya dan mengambil handuk, lalu bergegas melarikan diri ke kamar mandi.

Setelah Krist menghilang di balik pintu, Singto pun membuka matanya dan bangun, kondisinya tidak berbeda dari Krist. Jantungnya tidak beraturan, dan ia bisa mengingat dengan jelas apa yang di lakukan Krist tadi malam dalam tidurnya.

Saat hampir terlelap, tiba – tiba saja Krist membalikkan badan menghadapnya dan melingkarkan tangannya di punggungnya, tidak lama pria itu juga melingkarkan kakinya di pinggulnya, memeluknya erat seperti guling, dan menguncinya erat.

Singto pun tidur dengan posisi seperti itu, tidak bergerak seperti patung, hingga terlelap perlahan – lahan, selanjutnya entah kapan dan bagaimana, tiba – tiba saja posisi mereka berubah menjadi seperti tadi.

Sesungguhnya Singto sudah sadar beberapa saat yang lalu saat merasakan gerakan Krist, namun ia berpura – pura tidur untuk menghindari situasi canggung.

Berbeda dari Krist, hal pertama yang Singto lakukan adalah merilekskan otot – ototnya yang kaku dan kesemutan, lalu memeriksa detak jantungnya. Ia tidak tau apa yang terjadi padanya, ia merasa ada aliran perasaan baru yang mengambil alih hatinya saat memikirkan Krist, dan saat mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya.

Meskipun ia belum mengidentifikasi secara jelas perasaan apakah itu, namun dari permukaan, Singto langsung mengenalinya sebagai perasaan tertarik secara seksual. Namun ia segera menyingkirkannya dan berusaha bersikap normal.

Singto menghela nafas panjang, lalu memindai sekeliling ruangan mencari apa yang bisa ia kerjakan, sambil menunggu Krist kembali.

"Ahem..." Krist memberssihkan tenggorokannya. "Jadi, apa yang terjadi tadi malam?" tiba – tiba Krist bertanya dengan gusar, dimana rasa penasaran mengalahkan segalanya.

"Hah?" seru Singto dengan ekspresi blank, seolah - olah perhatiannya sedang tidak berada di masa kini.

"Jangan bilang padaku kau tidak mengingatnya atau tidak tau, atau berpura – pura bodoh!" tukas Krist, mengancamnya sambil melototinya.

"Er...maksudmu..." Singto terlihat gugup, ia mencoba menebak apa yang dibicarakan oleh Krist.

"Kenapa kau memelukku waktu tidur? Apa yang kau pikirkan?" tanyanya to the point.

Bahasa Indonesia - Last Chapter of My Story - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang