Chapter Twenty - The Ship has Sailed

1K 128 26
                                    

Krist kembali kuliah seperti biasanya untuk menghindari kecurigaan keluarganya, sementara Singto tetap berada di kantor polisi. Krist melamun seperti biasanya saat pelajaran berlangsung, namun tanpa sadar ia membawa tangannya menyentuh selangkangannya, dimana pikirannya melayang kembali ke hari sebelumnya.

Krist membeku di tempat dengan mata terbelalak lebar, sementara Singto melumat bibirnya dengan penuh nafsu.

Krist menahan nafasnya mencoba mengumpulkan kesadaranya kembali, sesaat kemudian ia mendorong Singto kuat, mengakhiri ciuman dan melepaskan diri.

"Apa maksudnya ini?!" tanya Krist dengan ekspresi kaget bercampur gugup.

"A-aku..." Singto menjawab terbata – bata, ia tidak tau bagaimana cara menjelaskannya, nasi telah menjadi bubur pikirnya, tidak ada gunanya berdalih, toh ia sudah sampai sejauh ini.

"Jangan bilang selama ini kau diam – diam menyukai laki - laki?" tuding Krist to the point.

Dada Singto terasa seperti di hujam, saat mendengar Krist mengatakan hal itu, apakah Krist akan melihatnya sebagai freak dan meninggalkannya setelah ini, pikirnya. Jantung SIngto berdebar kencang dan menyesali kebodohannya.

"Tunggu!" tiba – tiba saja Krist menyadari sesuatu, lalu memicingkan matanya dan bertanya curiga. "Apakah ini rencanamu mengajakku mandi bersama? Kau mencari kesempatan untuk melakukan ini?"

"B-bukan...dengarkan aku..."

"Bukan?" Krist mengangkat alisnya tidak percaya. "Jadi kau sedang mengerjaiku?"

"Tidak....a-aku serius..."

"Hah?" seru Krist bingung. "A-aku tidak mengerti...."

"Kurasa...aku memiliki...perasaan berbeda...terhadapmu..." jawab Singto gugup sambil menelan ludahnya. "A-aku tau...ini gila dan tidak pantas, tetapi...tadi aku tidak bisa menahan diri...aku kehilangan akal sehatku sesaat...maaf..."

Krist tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, ia memandang Singto lurus dan menyadari saat ini jantungnya sedang berdetak kencang, namun ia sama sekali tidak merasa tidak nyaman saat Singto menciumnya, sama seperti saat Singto membantunya mencabut kaca.

Lagipula ini bukan pertama kalinya Singto menciumnya, pikir Krist. Kenapa ia harus bereaksi berlebihan, toh ia sepertinya juga menikmatibya. Tiba – tiba saja ekspresi Krist berubah, apakah ia sendiri juga tertarik dengan pria, tanyanya pada diri sendiri.

"Tidak perlu minta maaf..." ujar Krist. "A-aku hanya ingin memastikan...apa alasanmu melakukan ini? Apa maksudmu?"

Singto tampak terkejut, ia tidak menyangka respon Krist terdengar positif. "A-alasanku....sudah jelas...apakah kau tidak bisa melihatnya?"

"Melihat apa? Aku tidak melihat apapun!" tukas Krist, wajahnya tampak bersemu merah, perasaan canggung menyelimuti atmosfir sekelilin mereka, rasanya ia ingin segera melarikan diri. "Cukup, aku sudah selesai mandi, ayo kita keluar dari sini sebelum ada yang datang..." ia segera mengganti topik dan hendak beranjak pergi.

Namun, tiba – tiba saja Singto menariknya kembali dam menguncinya di dinding.

"P'Sing!!!" protes Krist syok, dimana wajah Singto hanya berjarak beberapa inci darinya dan mata Singto seakan menembus ke dalam hatinya.

"Aku akan menunjukkannya padamu...apa maksudku..." ujar Singto. "Jika kau merasa tidak nyaman, bilang saja...aku akan segera berhenti..."

"Hah?! A-apa maksudmu?" Seru Krist bingung.

Bahasa Indonesia - Last Chapter of My Story - ENDWhere stories live. Discover now