ix. Song Hyeongjun: Can't put my energy against it (c)

191 35 2
                                    

BAIKLAH, KALI ini kau benar-benar gila Song Hyeongjun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAIKLAH, KALI ini kau benar-benar gila Song Hyeongjun. Bagaimana bisa kau berkata seperti itu tadi?!

Un-untuk orang kayak sunbaenim, kayaknya engga butuh berusaha ya.

Masih kuingat kata-kata tadi dan aku merasa bersalah sekali. Hatiku tidak tenang--seakan kini aku tengah berjalan pada jalur yang salah, apalagi tatkala aku menatap rautnya. Ia kecewa, kentara sekali saat salah satu air matanya turun. Aku, Song Hyeongjun membuat seorang Kim Minkyu-sunbaenim menangis. Bukan sejarah yang menyenangkan. Apalagi tatkala Minkyu-sunbaenim berkata seperti itu: Apa yang kau tahu tentang diriku sehingga kau mampu berujar seperti itu?

Di sekon itu aku tersadarkan. Memangnya apa yang benar-benar kuketahui tentang Minkyu-sunbaenim, selain prestasi yang ia raih, wajahnya yang selalu dieluk-elukan. Itu hanya tampang luar dan aku masih belum melihat ke dalamnya.

Jeongin-sunbaenim memasuki ruang, ia tadi pasti berpas-pasan dengan Minkyu-sunbaenim. Aku sudah siap dengan segala tatapan menghakimi yang akan ia berikan padaku. Namun, itu tak terjadi. Jeongin-sunbaenim mendekatiku, masih terlihat cuek seperti biasa.

"Hyeongjun-ah, kalau enggak keberatan kau bisa memberitahuku apa yang terjadi?" Mendengar pintanya aku jadi ketakutan. Bagaimana jikalau ia membenciku setelah aku menceritakannya? Aku tidak ingin dibenci. "Ini pertama kalinya Minkyu menunjukkan emosinya secara gamblang, biasanya ia selalu menyimpangnya sendiri. Karena itu, aku tidak akan menghakimimu. Bahkan aku ingin berterima kasih padamu."

Setelah mendengarkan lanjutan Jeongin-sunbaenim. Aku jadi merasa benar-benar tak mengetahui apa pun yang terjadi. Apakah selama ini Minkyu-sunbaenim selalu menyimpan emosinya sampai kini akulah yang membuatnya mencapai klimaks lalu ia meledak? Dari raut Jeongin-sunbaenim yang bersungguh-sungguh, aku mendapatkan fakta mengejutkan yang berujar, ia benar-benar takkan menghakimimu. Akhirnya aku menemukan keberanian untuk menceritakan segalanya.

.

.

.

"Hmm, kau berkata seperti itu?"

"I-iya," jawabku. Kita bersandar di jendela, mentari sebentar lagi akan turun. Pemandangan indah tersebut tak kami hiraukan karena terlampaui larut dalam percakapan.

"Hyeongjun-ah, percaya atau tidak. Dulu juga aku sempat bertindak seperti itu." Aku mengerjap-ngerjap tak percaya. "Aku selalu iri dengan kemampuan Ryujin dalam musik sampai-sampai aku pernah mengatakan hal seperti ini padanya, 'Pasti berbeda ya terlahir sebagai jenius' dengan suara sesinis mungkin. Kupikir Ryujin akan menanggapi dengan bercanda, ternyata aku salah. Ryujin kecewa denganku, dia marah kepadaku meneriakkan segala kata-kata kasar untuk menyumpahiku dan menangis. Pada akhirnya dia berkata seperti ini: 'Karena semua orang menganggapku jenius, segala kerja keras yang kulakukan dianggap sepele. Mereka selalu bilang, kalau sudah wajar kalau aku bisa, karena itulah bakatku, karena aku jenius! Dan kau, Yang Jeongin! Kupikir kau sahabatku dan kau akan mengerti isi hatiku, dasar sialan!'." Jeongin-sunbaenim tersenyum tatkala menceritakannya.

"Orang yang kita anggap jenius sebenarnya sama seperti kita. Mereka hanya manusia biasa. Aku tidak akan menyalahkan dirimu yang sempat berpikir seperti itu." Jeongin-sunbaenim mengusap puncak kepalaku. "Karena aku juga pernah seperti dirimu. Melakukan kesalahan itu manusiawi, sekarang yang kau harus lakukan adalah belajar kembali dari kesalahan itu. Dan minta maaflah kepada Minkyu, oke?"

"Baik sunbaenim!" Berbicara dengan Jeongin-sunbaenim benar-benar menenangkan hatiku. Nada bicaranya cenderung datar, lembut menenangkan. Aku agak sulit membayangkan suara Jeongin-sunbaenim yang sinis. Tetapi setiap kata yang ia ujarkan, pengalamannya, membuat hatiku yang bersalah terkikis sedikit. Jarang sekali ada seseorang yang mau memberi solusi serta mengatakan pengalamannya pada orang asing. Jeongin-sunbaenim mungkin yang paling biasa dari mereka semua, tetapi untukku ia tergolong luar biasa. Sekarang aku tahu mengapa Jeongin-sunbaenim dapat berada di antara Ryujin-sunbaenim dan Minkyu-sunbaenim, pasti karena sikapnya--barangkali yang menghubungkan mereka adalah Jeongin-sunbaenim. Ah ... kita hanya beda setahun tapi bagaimana bisa kita seberbeda ini. Ia seperti seorang hyung yang memiliki pengalaman sekitar sepuluh tahun lebih dariku. Aku menyukai kepribadiannya, aku merasa nyaman bersamanya.

Seketika terlintas di benakku untuk lebih dekat dengan mereka. Mungkin, mereka tak sesulit itu tuk dijangkau. Ini aneh, padahal aku yang awalnya tak berminat dengan band mulai tertarik walau masih ada rasa bersalah yang merajai hati.

.

.

.

"Lho, Minkyu mana?"

Ryujin-sunbaenim kembali dengan wajah sumringah yang satu sekon kemudian beralih ke bingung. Apakah aku harus memberitahu perihal pulangnya Minkyu-sunbaenim karena diriku?

"Minkyu ada urusan di rumah, sampai dia harus kembali dulu."

"Begitu ya." Ryujin-sunbaenim merengut. "Padahal aku mau ngomong soal kibor Hyeongjun, tentang akor dan nada yang sesuai dengan lagu baru kita. Ah!" Dia mendekatiku lalu menepuk-nepuk punggungku, untuk ukuran gadis tenaganya lumayan. "Hyeongjun, besok kibor-mu akan ada, pakai punya sekolah dulu ya. Kita masih belum punya uang untuk beliin baru, maaf ya. Alasannya karena kas band tidak jalan." Lalu dia tertawa.

"Eng-enggak apa-apa kok sunbaenim."

"Heh, mana bisa. Kamu tuh anggota berharga kita! Tunggu ya sampai anggaran kita terkumpul!" Anggota berharga terdengar spesial di runguku, ini menyenangkan.

"Ryujin, ingat kabel kita harus diganti baru karena kemarin kamu menginjaknya dengan sepatu heels yang kamu pamerkan. Lagi pula, kalau menunggu sampai ada uang anggaran yang sesuai--sebelum dibelanjakan macam-macam--berarti selamanya enggak bakal dibeliin dong."

"Berisik, dasar Jeonginie pengganggu momen saja!" Ryujin-sunbaenim berteriak dan dibalas memutar bola mata oleh Jeongin-sunbaenim. Kemudian Ryujin-sunbaenim menatapku berbinar-binar.

"Kenapa sunbaenim?"

"Wuah, seharusnya Hyeongjun lebih sering tersenyum. Senyumanmu indah lho!" Aku menunduk malu. Aku mendengar hatiku berbisik:

Di sinilah garis start untukku.

.

.

.

Flutter of Cherry Blossom ✓Where stories live. Discover now