xiv. Kim Minkyu: The old way I saw in my dream (b)

155 35 2
                                    

SONG HYEONGJUN terlihat kacau

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

SONG HYEONGJUN terlihat kacau.

Ia menangis dalam senyap. Memeluk tas, tubuhnya gemetaran. Tampaknya ia tak menyadari keberadaanku, air matanya berurai seakan tak mampu dihentikan. Ia tampak kesakitan dan ketakutan di saat yang bersamaan. Kusadari ia sesak napas. Melihat kondisinya, aku akan mengucapkan persetan pada segala hal yang ia lakukan padaku. Buru-buru aku menghampirinya, memegang pundaknya.

Ini serangan panik.

Aku pernah mengalaminya tatkala berada terlalu lama di dalam pergumulan keramaian nan sesak. Saat itu aku sedang berbelanja bersama Jeongin dan Ryujin, tetapi aku kehilangan mereka. Aku panik. Kehilangan arah. Tak tahu apa yang harus kulakukan, padahal biasanya aku tak seperti itu. Dan memilih tuk berada di pojokan, seraya menangis, dan memikirkan hal konyol yang tak pernah sebelumnya terlintas di benakku. Bagaimana jikalau Ryujin dan Jeongin meninggalkanku di sini? Sampai pada akhirnya ada seseorang yang membantuku.

"Hyeongjun-ah, bernapas."

Kini dirinya berfokus padaku. Ia berusaha bernapas, tetapi gagal layaknya melupakan cara bernapas itu sendiri.

"Eng-enggak bisa," ujarnya terengah, tercekik oleh napasnya sendiri.

"Kamu bisa, ikuti aku sekarang." Aku menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. Hyeongjun berusaha mengikutiku. Setelah beberapa menit berlalu, tubuhnya berhenti gemetaran. Air matanya masih mengucur deras, tetapi setidaknya ia lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Ia membenamkan wajahnya ke dalam tasnya, mengeratkan pelukan pada tas. Enggan memperlihatkan wajahnya padaku, dari suara aku tahu, bahwa ia masih menangis. Dan aku hanya mampu menepuk-nepuk punggungnya karena lidahku terlalu kelu tuk bertanya; "Apakah kau baik-baik saja?", yang tentu jawabannya adalah tidak.

Sembari menunggu Jeongin dan Ryujin, aku memilih duduk di jendela. Menatap ke luar jendela, mengamati kelopak merah muda yang turun seiring angin mengembus. Mentari menyorot dari atas, bunga ceri dibiaskan oleh sinarnya, disela-sela bunga, cahaya mentari berhasil menelusup. Segalanya terkesan terang, sampai-sampai menusuk netraku. Sesekali aku melirik Hyeongjun.

Ia bergeming, tiada suara isak. Dan aku pun memilih tuk membiarkannya.

Kini aku tahu, dirinya tak lebih dari remaja yang rapuh. Dan ucapannya waktu itu, mungkin hanya landasan dari emosi yang tak sengaja bertumpah ruah kepadaku.

.

.

.

"Wah, kalian datangnya cepat banget," adalah sapaan Jeongin tatkala membuka pintu, memamerkan Ryujin yang berpakaian bebas. Sedangkan fokus Ryujin langsung kepada Hyeongjun--padahal biasanya dia akan menghebohkan pakaiannya dulu, yang mana sekarang adalah; heels hitam tinggi bergaya punk rock (sekarang bahkan ia lebih tinggi dari pada Jeongin); tank top hitam putih bergaris dengan luaran crop top putih--bertulisan: "ROCK THE WORLD!" dengan gambar tengkorak--yang memamerkan sebelah bahunya karena berkerah longgar; dan rok pendek berwarna merah dengan garis hitam yang membentuk kotak-kotak, sekira beberapa senti di atas lutut--sejenis rok yang memiliki lekukan rumbai sedikit--beberapa rantai kecil sebagai pelengkap. Mari kita berfokus pada wajahnya; lipstick merah gelap; choker hitam berduri besi; dan anting salib besar di kiri.

"Hyeongjun-ah, kamu kenapa?" tanya Ryujin khawatir. Dia mengusap kepala Hyeongjun. Jeongin ikut mengerumuni Hyeongjun.

"Sakit ya?" Jeongin bertanya, lalu menatapku. "Minkyu, Hyeongjun kenapa?"

Aku mengangkat bahuku. "Aku juga enggak tahu." Aku yakin kedua temanku juga tahu mengapa aku tidak menanyakan lebih lanjut kepada Hyeongjun.

Barangkali karena melihat keduanya datang, Hyeongjun jadi sedikit lebih cerah dibanding sebelumnya.

"Mau cerita?" Jeongin bertanya pelan, "Mungkin dengan bercerita, hatimu akan lebih baik."

Hyeongjun mengangguk.

.

.

.

Flutter of Cherry Blossom ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora