xxii. Kim Minkyu: It really means a lot to me

178 27 20
                                    

"FESTIVAL MUSIM panas masih sebulan lagi, 'kan?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"FESTIVAL MUSIM panas masih sebulan lagi, 'kan?"

Tanyaku kepada seluruh anggota band tatkala selesai latihan, hari ini kami hanya berlatih beberapa lagu, itu pun lagunya kami tak yakin akan membawanya ke festival musim panas (duh, karena tidak ada jam biasanya kita memprediksi waktu dengan melihat keluar jendela, saat ini mentari hampir tenggelam--ya, kami semua hampir melupakan ada benda eksistensial bernama "ponsel"). Sisa waktu kami gunakan tuk bercengkerama (diam-diam tadi Jeongin berbisik padaku jikalau ia ada ide tuk memberikan kado ulang tahun pada Ryujin yang nyatanya telah lewat--padahal biasanya ia tak memberi kado, tumben sekali).

"Iya, kenapa?" tanya Ryujin seraya mencomot keripik kentang dari tabung merah pringles, lalu melahapnya dalam sekali gigit.

"Aku ...," kuberikan kekehan kecil layak bocah, rasanya belakangan ini aku jadi agak manja dari beberapa tindak tandukku. Mereka menatapku penuh heran, "mau buat lagu tentang harapan."

Ryujin menganga sampai-sampai isi kunyahannya hampir keluar, buru-buru Jeongin menutup rahang Ryujin (walau sebenarnya ia tak kalah terkejut), memaksanya menelan makanannya kembali. Kini dia terbatuk-batuk dan menyumpahi Jeongin. Sedangkan netra Hyeongjun melebar. Memangnya harus sekaget ini? Yah, aku biasanya memang buat lagu suram tentang kematian, tapi reaksinya tak perlu seperti ini, 'kan?

Aku mengerucutkan bibir.

"Kamu kerasukan apa?" Itulah yang pertama keluar dari mulut Ryujin setelah dia meneguk air banyak-banyak. Bibirku menjadi lebih kerucut lagi. Jeongin merangkulku. Perbedaan tinggi kami, aku harus menunduk. Tetapi aku tidak membencinya, rangkulan Jeongin sealu terasa hangat. Hangat sekali. Sampai-samapi diriku dibuat senyum olehnya.

"Aku senang," ujarnya singkat seraya memamerkan sunggingan, lalu mengacak rambutku. "Nanti ceritakan alasannya di rumahmu." Tatkala Jeongin berujar di rumahmu, ia sengaja melirik ke Ryujin, lalu memberi sunggingan lebar (aku menangkap sedikit sarkas dan sadisme di sana). Ah, ia ingin membuat Ryujin berteriak seperti ini:

"YAH! KAMU NGINAP DI RUMAH MINKYU TANPA MEMBERITAHUKU?!" Ryujin mengguncang bahu Jeongin kuat-kuat. "Padahal selama ini kita hanya menginap rumahmu. ENGGAK ADIL, AKU JUGA MAU NGINAP DI RUMAH MINKYU!"

Aku membiaran Ryujin mengguncang Jeongin sampai puas. Netraku tertuju pada Hyeongjun, ia tampak tidak tahu apa yang terjadi, berusaha tertawa canggung. Sarat-sarat bahwa ia ingin bergabung tetapi takut mengganggu kudapatkan dengan mudah melalui ekspresinya (ah, ia mirip Ryujin yang tak mampu menyembunyikan emosi serta apa yang ia inginkan).

"Kalau begitu, ayo nginap semua di rumahku," ujarku. "Tetapi sebelum itu, lapor ke orang tua kalian dulu dan ... Ryujin kayaknya harus balik ke rumah untuk ambil baju. Setelah itu, ayo ke super market ... erm ...," aku menunduk, "aku mau makan masakan rumah, jadi ayo masak bersama." Hatiku berdebar kencang, aku tidak mendengar Ryujin yang berteriak-teriak pada Jeongin lagi, seketika wajahku bersemu hangat. Aku malu sekali. Bagaimana jikalau mereka ingin menolak ajakkan yang terakhir, buru-buru aku mengangkat wajahku. "Kalau engga mau--"

Flutter of Cherry Blossom ✓Where stories live. Discover now