xxiv. Kim Minkyu: Everyone is scared, so let us step on the steps together

169 26 20
                                    

HAK ASUHKU jatuh ke tangan ayah

Ουπς! Αυτή η εικόνα δεν ακολουθεί τους κανόνες περιεχομένου. Για να συνεχίσεις με την δημοσίευση, παρακαλώ αφαίρεσε την ή ανέβασε διαφορετική εικόνα.

HAK ASUHKU jatuh ke tangan ayah.

Bukan hal yang mengembirakan, bukan pula hal yang menyedihkan. Reaksiku tatkala mendengarkan keputusan hakim hanyalah berupa "oh" singkat, tiada lagi selain itu. Lagi pula, nanti ayahku tetap akan meninggalkanku sendirian. Aku tidak tahu hal apa yang membuat berselisih sehingga mereka memilih tuk bercerai. Sampai sekarang mereka masih belum memberitahuku dan aku pun ... terlalu enggan tuk bertanya. Haha, padahal aku anak mereka. Tetapi aku malah merasa seakan tidak punya hak tuk bertanya perkara mereka. Seperti yang sering kukatakan, aku merasa seperti orang asing.

Ibu tidak mengatakan apa pun atas keputusan itu, dia tak tampak terganggu. Ayah pun demikian. Raut mereka seolah ditempel topeng dingin, yang mana topeng tersebut sulit sekali tuk dilepas.

Atau mungkin mereka yang tak ingin melepasnya?

Padahal tadi aku sedikit berharap adanya berubahan emosi pada mereka. Ternyata harapan tak lebih dari harapan. Tak sengaja aku membangun harapan yang tinggi, kini harapan itu runtuh layaknya pencakar langit yang roboh tatkala gempa bumi dahsyat menguncang.

Padahal aku tahu mereka berdua tidak menginginkanku. Padahal aku mengetahuinya. Ternyata memang hati tak berbohong. Aku tetap ingin mereka berujar bahwa mereka menginginkanku.

Aku memohon dalam hati agar Ibu melirikku. Satu lirikan bahwa dia peduli. Cukup satu lirikan saja.

Namun, lirikan itu tak terjadi.

Aku yang telah runtuh, menjadi serpihan di saat itu juga.

.

.

.

"Ayo nginap di rumahku. Aku bakal ceritain tentang keluargaku, hal yang Ryujin pun engga tahu," begitulah ujar Jeongin tatkala aku memberitahunya perkara hak asuhku. Ia berdiri di ayunan, membiarkan derak besi memasuki runguku. Ia berayun berulang kali--duh, padahal ayunan itu untuk diduduk, bukan untuk dimainkan dengan cara berdiri, lalu mendarat ke tanah. Tanpa isyarat menyuruhku mengikutinya.

"Engga mau ajak Ryujin?" tanyaku. Jeongin berbalik menatapku, wajahnya kala itu dibiaskan oleh oranye senja. Netranya lebih kecokelatan dibandingkan biasanya, aku bahkan bisa melihat pupilnya. Surainya seakan bersemu merah kecokelatan.

"Nanti dia heboh, engga usah."

Pada akhirnya kami tiba di rumah Jeongin. Menghabiskan sebagian besar waktu untuk bermain tekken--kita berhasil menamati beberapa karakter. Makan malam, Jeongin menggoreng telur dadar dengan cepat, sebab Mama serta Tantenya sedang bepergian. Lalu kami kembali bermain game, belajar sedikit untuk ujian esok, serta mengerjakan PR fisika--yang mana Jeongin melempar bukunya karena dongkol, dan berakhir mengaransemen lagu patah hati Jeongin (tentu kita melakukan ritual cuci muka dan sikat gigi). Jeongin tidak mengatakan apa pun mengenai masalahnya dan aku pun tidak mendesaknya.

Flutter of Cherry Blossom ✓Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα