2.9K 587 206
                                    

Hi! Masih ingat kah:)

;

Malam itu, tepat setelah ia berlari sebisa mungkin untuk segera menjauh dari Hyunjin. Air mata yang mati-matian Jeongin tahan pun lolos begitu saja.

Kenyataan yang ia dengar tadi masih mengambil alih seluruh pikirannya.

Tentang apa yang ia tinggalkan selama ini, tentang apa yang ia lewatkan dan berpikir bahwa semua jalan yang ia ambil sudah benar.

Bodoh, itulah yang ada dipikiran Kim Jeongin untuk menggambarkan dirinya.

Memilih untuk terduduk di pinggil trotoar sambil terisak, menyita perhatian lebih beberapa pejalan kaki yang lewat dan menatapnya iba. Jeongin tak mampu bangkit lagi. Terlalu tak berdaya, terlalu berdosa hingga ia tak ingin melakukan apapun lagi selain menangis.

"Hiksㅡ maaf. M-maafin aku" suaranya tertahan oleh isakan.

Hingga menit berganti menit, entah sudah berapa lama Jeongin berdiam diri disana. Menangis kencang tak peduli apapun. Mengerahkan seluruh tenaga hingga merasa lelah. Pemuda bergelar dokter itu pun akhirnya bangkit. Berjalan sedikit terseok sembari menghapus lelehan air mata yang menganak sungai di kedua pipinya.

Hanya satu yang ada dipikirannya saat ini. Hanya satu orang yang ingin ditujunya saat ini.

Yaitu Bangchan, tunangannya. Setidaknya pria itu lah yang bisa menenangkannya untuk sementara waktu.

*✧ ⃟ ⃟ ━━━ೋ๑୨۝୧๑ೋ━━━ ⃟ ⃟ ✧*


;

"Jadi?"

Bangchan menatap, tanpa ada tuntutan. Tidak memaksa meski ia tetap menanti jawaban sang lawan bicara.

Sejak malam itu, malam ketika Jeongin datang ke kediamannya dengan tampilan kacau. Bangchan belum mendapat jawaban sedikitpun tentang apa yang terjadi.

Si manis demam dan mengeluh pusing, tapi Bangchan mencoba untuk tidak panik. Sebagai seorang dokter tentunya ini bukan hal yang besar untuk Bangchan.

Mungkin karena jadwal kekasihnya yang cukup padat dan tidak diimbangi dengan istirahat yang cukup. Atau mungkin juga efek jangka panjang kecelakaan yang pernah dialami Jeongin dulu.

Entahlah, yang jelas Jeongin hanya butuh waktu untuk beristirahat sejenak.

Setelah meminum obat pereda sakit kepala yang baru saja diberikan kekasihnya, Jeongin tak lagi memposisikan dirinya untuk kembali berbaring. Yang lebih muda memaksakan untuk tersenyum menatap Bangchan yang tetap terlihat tampan walau pria hanya mengenakan pakaian rumahan saja.

"Apa ada sesuatu lagi yang kamu ingat, sayang?"

Jawaban berupa senyuman miris seolah menjawab seluruh pertanyaan Bangchan. Setidaknya ia bisa sedikit mengetahui clue tentang apa yang membuat Jeongin tumbang selama 2 hari penuh belakangan.

"Hyung"

"Hm? Apa, mau kumasakkan sesuatu?"

Yang ditanya menggeleng lemah sembari menarik napas gemetar, "semua keluargaku ternyata telah meninggal"

Bangchan berusaha menahan diri untuk tidak melebarkan kelopak mata dan membuat ekspresi kaget walau memang kenyataannya ia amat sangat terkejut.

Jeongin, pemuda itu terpaut jarak 5 tahun lebih muda darinya. Awal pertemuan mereka adalah ketika ia masih menduduki bangku SMA tingkat akhir. Bangchan ingat, saat itu kaki kanannya diberi balutan gips karena tulangnya mengalami keretakan cukup parah akibat pertandingan sepak bola antar sekolah ㅡmengingat itu adalah hobinya bahkan hingga saat ini.

[II] remind. ♡「hyunjeong」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang