17° 「END」

4.6K 554 209
                                    

Sebuket bunga krisan putih diletakkan disisi keramik. Tak lupa tangannya yang sengaja disinggahkan untuk mengusap guci yang mengukir nama cintanya disana.

Tak ada cara lain untuk memulihkan rindu kecuali bertemu, maka disinilah Hyunjin berada.

"Tadi kakak hampir mati"

Hyunjin tersenyum miris mengatakannya. Mengingat kejadian beberapa saat lalu ketika ia mengemudikan mobilnya dengan sembrono, lalu nyaris menabrakkan diri pada bus sekolah yang melintasi persimpangan.

Andai bisikan itu tak datang, mungkin ia akan benar-benar mati saat itu juga.

'Hyunjin, kau tahu? Kau ayah yang baik untuk Jihoo. Meskipun dia sakit, tapi aku yakin dia begitu beruntung telah memiliki ayah sepertimu'

Maka, setelah bisikan tersebut menghilang, Hyunjin menginjak remnya cepat.

Seketika menyadari bahwa dirinya sudah begitu kehilangan arah, datang mengunjungi tempat peristirahatan kekasihnya. Meminta sebuah pelukan penenang yang sebenarnya tak akan pernah bisa ia dapatkan.

"Jeongin aku lelah, sungguh. Aku lelah untuk berpura-pura bahwa aku baik-baik saja didepan putraku. Aku lelah untuk tetap bertahan tapi aku sadar aku tak bisa pergi begitu saja"

Hyunjin menyandarkan keningnya pada kaca tebal yang kini menghalanginya dengan abu sang kekasih disana. Mulai menangis, meluapkan apapun yang selama ini tertahan.

Mungkin jika Jeonginnya masih ada, bocah itu akan menertawainya karena hidup bagai pecundang. Pria bodoh yang nyaris mengakhiri hidupnya sendiri dan meninggalkan semua tanggung jawab yang sedang dipikulnya.

Isakan Hyunjin semakin terdengar jelas, sebelah tangannya ia gunakan untuk menepuk dadanya sendiri. Mengatur nafas, mencoba sebaik mungkin untuk bercerita pada sang kekasih yang mungkin saat ini sedang mendengarkannya.

"Jihoo sakit, bagaimana jika ia tak mau bertahan karena aku yang tak mampu menjaganya sendirian? Aku bahkan tak bisa menuruti permintaannya. Apa aku sungguh ayah yang baik?"

"A-aku lelah, aku ingin bertemu denganmu. Tak bisakah? Tak bisakah kau mengajakku sebentar? Tak bisakah kau memelukku? Aku tak punya siapapun disini. Jeongin kumohon biarkan aku ikut denganmuㅡ"

Hyunjin tak sanggup meneruskan kalimatnya, dadanya terlalu sesak. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menangis tersedu, menunjukkan sisi pecundangnya tanda ia benar-benar lelah akan semuanya.

"Setidaknya peluk aku, sekali saja. Aku benar-benar merindukanmu"

















"Hyunjin"

Panggilan atas namanya tak langsung membuat pria itu menoleh. Terdiam cukup lama setelah telinganya menangkap suara tak asing di belakangnya.

Maka perlahan pria itu memutar tubuhnya, mendapati Jeongin yang berdiri dengan air mata berderai.

Hyunjin tak dapat mencerna semuanya, bahkan ia baru tersadar ketika pemuda didepannya itu berjalan semakin mendekat. Memeluknya tanpa menunggu persetujuan. Menenggelamkan wajahnya disisi ceruk lehernya sebelum akhirnya berkata dengan suaranya yang gemetar,

"Aku datang untuk memelukmu, maaf terlambat"


//

.


"Apa kabar?"

Jeongin membuka suara lebih dulu. Sekarang keduanya sedang berada diatas rerumputan dengan pemandangan danau didepan mereka. Tak jauh dari rumah abu tempat keduanya bertemu tadi.

[II] remind. ♡「hyunjeong」Where stories live. Discover now