Part 2 : Solat Subuh

29.6K 1.5K 94
                                    

Aku langsung terbangun begitu mendengar suara adzan subuh berkumandang. Mataku mengerjap beberapa kali, dengan mulut yang menguap lebar.

Sementara Reyhan nampak masih tertidur nyenyak sambil mendengkur di bawah ranjang.

"Ishh, kayak katak kecebur wajan," cibirku sambil bergidik geli. Kemudian turun sambi menggoyang-goyangkan tubuh Reyhan dengan kaki.

Hanya sebentar, karena aku buru-buru menghentikannya. Karena terlihat tidak sopan.

Biar bagaimanapun dia adalah suami sahku. Ah elah, aku bergindik-gindik kesal jika mengingat statusku sekarang adalah istrinya Reyhan.

"Reyhan bangun!" Aku mengguncang-guncang tubuhnya pelan. Namun, Reyhan hanya menggeliat dengan malas.

"Reyhan!" bentakku yang kesekian kali.

Sehingga Reyhan yang mendengkur langsung gelagapan sampai tersedak air liurnya sendiri.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara serak, sambil mengucek-ucek mata.

Aku menaikan sebelah alis, kemudian menggeleng pelan melihat air liur Reyhan yang meninggalkan jejak di pipinya. "Bangun!"

"Aku masih ngantuk," gerutu Reyhan dengan wajah malas, kemudian kembali berbaring miring membelakangiku.

Aku menghela napas, menahan emosi. "Waktunya solat subuh!"

"Hmm, duluan aja."

Reyhan, dia berhasil membangkitkan naluri ketegasanku sebagai guru. Tanpa pikir panjang, aku langsung menjewer telinganya dengan kuat, hingga Reyhan memekik kencang. "Bangun nggak kamu?!"

"Am..., ampun, Bu." Reyhan meringis kesakitan sambil memasang wajah memelas.

Aku nyaris tertawa melihat wajahnya yang lucu. Namun, dengan cepat merubah ekspresi menjadi datar. Karena ingin terlihat berwibawa di depannya.

"Jangan-jangan kamu nggak pernah solat subuh, ya?"

Reyhan terlihat kikuk, kemudian bangkit dari posisinya sambil membenarkan rambutnya yang berantakan.

Dan lihatlah, aku yang dibesarkan oleh umi dan abi dengan penuh kasih sayang. Hingga menghabiskan modal yang tidak sedikit, agar aku bisa menjadi perempuan yang cerdas dunia-akhirat. Dengan memasukanku ke pondok pesantren kemudian di kuliahkan sampai aku bisa mengajar di SMA Atlas.

Namun malah mendapatkan jodoh yang jauh dari kata sepadan. Hmm maksudku Reyhan bukan cerminan dari diriku sendiri, seperti yang dikatakan oleh pak ustad kalau jodoh itu cerminan dari diri sendiri.

Aku mendengkus pelan, kemudian melangkah untuk mengambil air wudhu.

Sepertinya aku tidak perlu terlalu peduli dengan makhluk merepotkan ini.

"Bu Salis!" panggil Reyhan membuatku langsung berhenti melangkah, kemudian menoleh ke arahnya.

"Aku ikut," ujarnya kemudian melangkah menyusulku.

Aku memutar bola mataku malas, lalu mulai menyalakan kran untuk berwudhu. Setelah selesai aku memiringkan badan untuk melewati Reyhan yang sedari tadi memperhatikanku tanpa berkedip.

"Tunggu!" sergah Reyhan mencekal tanganku membuat aku langsung mendengkus.

"Reyhan, aku jadi batal lagi dong wudhunya!" Aku melotot kesal, membuat Reyhan menyipitkan mata karena aku bentak.

Kami memakai madzhab Syafi'i yang diajarkan oleh guru-guru ngaji kami. Apabila suami-istri bersentuhan, wudhunya batal. Karena kami awalnya bukan mahram. Kalau aku dan suamiku mahram, dengan artian lain saat bersentuhan wudhunya tidak batal, maka aku dan Reyhan tidak boleh menikah. Karena mahram artinya adalah orang yang haram dinikahi selama-lamanya.

Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang