Part 16 : Membingungkan

19.2K 1K 52
                                    

Kalau rame yang koment aku next.

***

Aku belum tidur menanti Reyhan pulang. Tapi sampai jam 11 malam Reyhan belum tampak juga batang hidungnya. Sebenarnya aku sudah sangat mengantuk, tapi tetap aku tahan sebelum Reyhan pulang. Dia kelayapan dimana, sih, dari tadi belum pulang?

Kepalaku semakin terasa berat. Aku sudah tidak kuat lagi menahan mataku agar tidak terpejam. Aku kembali menguap kemudian menggeleng-geleng dengan cepat agar kantukku hilang. Tapi semuanya terasa semakin susah untuk dikontrol. Sampai pada akhirnya aku terlelap dan tidak ingat dengan apa-apa.

Saat aku merasa semakin nyaman, tiba-tiba tubuhuku terguncang, aku terkejut lalu kembali membuka mata dan melihat Reyhan ada di hadapanku sedang mengguncang-guncang tubuhku.

"Bu Salis kenapa tidur di sini?" tanyanya dengan wajah datar.

Aku menutup mulutku yang menguap sambil menetralkan kesadaranku yang baru saja hilang. "Aku nungguin kamu pulang," jawabku dengan suara serak. "Kamu dari mana?"

Reyhan menghembuskan napas panjang kemudian duduk di sebelahku. Dia masih memakai kopiah dan sarung yang ia gunakan saat jamaah solat magrib tadi. "Aku nunggu solat isya' sekalian. Terus pengen diajari ngaji lagi sama ustad Azka. Dia bantuin aku sampai hafal dengan lancar takbiratul ihram."

Mataku langsung berbinar mendengar ceritanya. "Kamu hebat."

Reyhan hanya merespon biasa saja pujianku. "Tadi ustad Azka sempat tanya-tanya tentang keluarga kita. Tapi aku selalu mengelak jika ditanya soal itu. Aku hanya mengaku adik Bu Salisah."

Aku tersenyum miris. "Kenapa, sih, kamu nggak jujur aja sama Azka. Berbohong itu dosa tau."

"Biarin dikit, kok."

Aku senang karena kata-kata Reyhan yang menggemaskan itu kembali muncul. Setidaknya kini aku tau ternyata dia tidak ngambek lagi.

"Lalu, mau sampai kapan kamu akan terus berbohong?" tanyaku.

"Aku akan terus berbohong, karena ini bagian dari rencana besarku untuk Bu Salisah."

Lagi-lagi Reyhan mengatakan tentang rencananya itu yang aku sendiri tidak tau apa tujuannya. "Sebenarnya rencanamu untukku itu apa, sih?"

"Rahasia."

"Segala sesuatu yang kamu masukan dalam daftar rencanamu itu aneh dan tidak bisa aku mengerti. Jangan-jangan rencanamu itu tujuannya buruk?"

"Bu Salisah liat aja nanti." Reyhan beranjak dari duduknya kemudian menuju ke dapur. Aku buru-buru mengikutinya dari belakang.

Dia membuka lemari makanan yang kosong. Kemudian memegangi perutnya. Sepertinya dia lapar. Sedangkan aku lupa memasak lagi malam ini. Kupikir Reyhan tidak pulang-pulang karena nongkrong sama teman-temannya dan makan di luar. Ternyata dia ngaji. Dia benar-benar hebat, semenjak Menikah denganku dia tidak pernah lagi berkumpul dengan teman-temannya yang urakan. Atau mungkin saja dia dikucilkan karena khasus itu atau entahlah dia tidak pernah cerita soal itu.

Kembali kepada Reyhan yang tampak menggerutu tidak jelas. "Kamu lapar?" tanyaku yang membuat dia langsung menoleh ke arahku.

"Bu Salis, kok, nggak tidur, sih? Sekarang udah jam 12 malam."

"Aku masakin mie goreng aja, ya." Aku mengambil mie instan yang aku simpan untuk persediaan di saat genting seperti ini.

"Enggak usah, Bu, biar aku masak sendiri aja."

"Reyhan." Aku menatap Reyhan dengan mata sayu. Karena jujur saja aku sangat mengantuk. "Ini sudah jadi tugas aku melayani suaminya."

"Tapi, Bu...." Reyhan menggigit bibir bawahnya. "Aku baper." Dia tampak tersipu malu. Kini aku tau apa kelemahan Reyhan. Dia akan berubah menjadi jinak jika diberi kelembutan.

"Udah, kamu duduk. Biar aku masakin." Aku mulai memasak air pada kompor gas kemudian memasukan mie instan itu ke dalamnya.

"Sudah waktunya Bu Salisah tidur." Reyhan masih berdiri mematung di sebelahku.

"Nanti setelah kamu makan."

Dia tampak meneguk ludah. "Kenapa Bu Salisah mau menganggap aku sebagai suami?"

Aku tersenyum. "Emang seorang laki-laki yang sudah berani mengucapkan ijab kabul untuk wanita hanya akan dinamai pembantu? Tetap suami, kan, namanya?"

Reyhan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Apa Bu Salis punya perasaan sama aku."

"Semoga seiring berjalanannya waktu semua itu bisa terjadi. Kamu sudah membuat aku takjub karena mau berubah. Mungkin sebentar lagi perasaan itu akan datang."

"Yah, rencana besarku akan gagal, deh."

Aku mengernyit. "Reyhan, sepertinya rencanamu itu tidak perlu dilanjutkan. Bagian dari rencana-rencanamu itu tidak ada yang aku sukai."

***

"Aku tadi hampir berantem sama Pakde. Masak aku disuruh anu tiga ronde sama Bu Salis biar cepet dapat keturunan." Reyhan bercerita saat baru saja pulang bekerja.

Aku hanya menahan tawa. "Pakdemu itu sebenarnya siapa, sih?"

"Ya, Pakde, teman kerja. Kayaknya dia naksir sama Bu Salis. Karena setiap ada aku dia selalu ngomongin Bu Salis dan membahas hal-hal yang mesum-mesum." Reyhan mengerucutkan bibirnya.

"Apa rencana-rencana anehmu kamu dapat dari si pakde itu?"

Dia mengerutkan dahi. "Ya, enggaklah. Rencana ini inisiatipku sendiri."

"Dasar aneh!"

"Dasar cantik." Reyhan terkekeh. Dia sebenarnya selalu berhasil membuatku baper.

"Udah cepetan sana mandi, bau."

Dia akhirnya beranjak untuk pergi ke kamar mandi. Namun, ketika sampai beberapa langkah dia terhenti dan kembali menoleh ke arahku. "Perhatian Bu Salis malah bikin aju dilema."

"Dilema kenapa?"

"Dilema antara melanjutkan rencanaku atau tidak."

"Sebenarnya rencana apa, sih?" Aku selalu dibuat bingung oleh Reyhan.

"Ada deh pokoknya rahasia. Kalau dikasih tau berarti bukan rahasia lagi."

"Aku timpuk pakai sapu kalau kamu nggak ngaku?"

Reyhan malah tertawa. "Jangankan sapu. Dipukul pak Budi aja aku masih kurang."

"Terserah kamu lah, cepet sana mandi!" ujarku setengah berteriak.

Entah kenpa akhir-akhir ini Reyhan sering kali membahas soal rencana. Rencan yang aku sendiri tidak tau apa tujuannya. Dia tidak lagi menagih minta peluk, minta cium, bahkan dia tidak mau tidur seranjang lagi denganku walaupun sudah aku paksa. Dia tidak lagi menginjak keinginan yang pernah dia ucapkan. Padahal dia sudah melaksanakan syarat yang aku katakan. Seperti mencari nafkah boleh tidur seranjang, bisa solat aktif boleh minta peluk, bisa adzan bebas ngapa-ngapain. Tapi dia tidak menagih janji itu.

Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan?

Bersambung...

Salah JodohWhere stories live. Discover now