Part 9 : Saling Melindungi

22K 1.3K 54
                                    

Hari sudah malam, kulihat Reyhan terus merintih karena merasa tidak nyaman. Aku yang tidur di sebelahnya langsung memegang keningnya. Tubuh Reyhan semakin panas. Dia sekarang tidak kedinginan melainkan kepanasan, apa benar begitu, ya?

Entahlah. Aku buru-buru berlari ke dapur untuk merebus air. Dulu waktu kecil aku sering dikompres umi dengan air hangat jika sedang demam.

Setelah selesai, aku mengambil handuk kecil di dalam lemari. Kemudian mencelupkannya ke baskom dan memerasnya lalu aku letakkan handuk itu ke dahi Reyhan.  Jika handuknya mulai dingin aku kembali mencelupkannya ke baskom dan meletekannya lagi ke dahi Reyhan. Pun jika air pada baskom sudah dingin aku langsung kembali ke dapur merebus air lagi, sampai-sampai kepalaku berdarah kejedot pintu.

Kegiatan mengompres itu aku lakukan terus menerus sampai panas Reyhan turun. Aku memegangi luka di keningku. Sekarang malah kepalaku yang terasa pusing. Mataku mulai memburam. Aku kelelahan. Tak lama kemudian aku sudah berada di alam mimpi.

***

"Emak, Reyhan kangen Mak, Pulang dong Mak?"

Aku terbangun ketika mendengar suara Reyhan mengigau tidak jelas. Lelaki itu masih tertidur, sepertinya sedang bermimpi ketemu ibunya. Aku memiringkan tubuh untuk menatap ke arahnya.

"Emak!"

"Emak!!"

"EMAK!!!"

Matanya terbuka setelah berteriak. Ia terbangun dengan napas terengah-engah. "Mimpi buruk?" tanyaku sambil menaikkan sebelah alis.

Reyhan menghela napas. Kemudian kembali memejamkan mata ingin tidur lagi.

"Mimpi apa?" Aku penasaran.

"Hmm, udah subuh, ya, Bu?" tanya Reyhan mengalihkan pembicaraan. Aku terdiam. Entah kenapa aku merasa kasihan dengan Reyhan. Dia masih dibawah umur, tapi sudah memaksakan diri bekerja mencari nafkah untukku.

Aku merapatkan tubuhku dengan Reyhan. Entah kenapa aku melakukan itu, yang jelas aku hanya ingin mengikuti instingku. Kutatap wajah lelahnya yang terlelap. Terlihat sangat menggemaskan. Maklum, dia termasuk cowok keren di sekolah yang memiliki wajah baby face's.

Reyhan menghembuskan napas berat. Aku bisa mencium aroma mint yang berhembus dari mulutnya.  "Dunia ini tidak adil, ya, Bu?" ucapnya tiba-tiba membuat aku langsung terkejut.

Dia berbicara tapi matanya masih terpejam. Aku menatap lekat-lekat wajah menyedihkan itu. "Mungkin, tidak ada tempat yang nyaman di dunia ini. Aku selalu tersingkirkan tidak dipikirkan dan selalu terlupakan."

Hatiku langsung mencelus ke perut mendengar kata-katanya.

"Aku hanya sampah yang tidak berguna. Selalu nyusahin Ayah, nyusahin temen-temen, nyusahin Bu Salis. Aku nggak berguna, ujung-ujungnya aku selalu terkucilkan, ujung-ujungnya aku akan sendirian. Aku ditinggal orang-orang yang aku sayang, contohnya Emak. Dia teg...."

"Sttt..." Aku meletakkan jari telunjukku ke bibir Reyhan, agar dia berhenti meracau tidak jelas. Dia membuka mata dan sedikit terkejut karena wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja.

"Jika kamu merasa dunia ini semakin lama semakin sepi," ucapku lembut penuh perasaan. "Jika kamu merasa malam selalu menenggelamkanmu pada sunyi. Dan, jika denting jam di kamarmu membuatmu merasa sendirian."

"Aku ingin kamu tau bahwa aku ada." Aku meneguk ludahku dengan susah payah. "Tidak perlu terlalu dekat agar kamu bisa bernapas dengan baik. Aku ingin kamu tau bahwa duniaku masih luas untukmu."

"Aku akan memberimu cahaya yang tidak akan pudar di makan usia. Ya, aku ingin kamu tau bahwa aku ad..."

Cup!

Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang