24. 혼자 | Alone

5.8K 703 88
                                    


Kim Deyra mendongakan kepala, matanya menelisik tiap inci pemandangan yang ada di depan. Begitu asri, tenang, dan sudah berubah total warna cat gedungnya—jelas saja, karna ia sudah bertahun-tahun tidak lagi mengunjungi tempat ini.

Tempat ini adalah satu-satunya Yayasan Kanker di Busan yang memiliki fasilitas lengkap. Bagaimana orang-orang di sini mengupayakan penanggulangaan semua jenis penyakit kanker, mulai dari melakukan kegiatan penyuluhan, melakukan penelitian, dan pelayanan sosial. Dan yang paling penting yaitu; pemberian dukungan, perhatian, dan perlindungan.

Semua aktivitas sosialnya di organisasikan dengan baik, semuanya didukung lengkap dengan pelayanan yang hampir mirip seperti rumah sakit—hanya saja ini dikhususkan bagi para penderita kanker. Di sini pasien akan mendapatkan pelayanan serupa rawat inap, rangkaian pengobatan dan pemeriksaan lab, dan juga para dokter serta pegawai yang senantiasa sepenuh hati memberikan pasien-pasien dukungan untuk bangkit dari kesakitan.

Bangunan yayasan ini memiliki tiga gedung dan masing-masingnya hanya memiliki empat lantai. Gedung yang Kim Deyra datangi memang selalu sama kondisinya, dipenuhi oleh orang-orang yang kebanyakan memakai kursi roda—sama seperti dirinya saat ini. Beberapa di antara mereka memang sudah tak sanggup lagi untuk berjalan, meskipun seandainya bisa tapi kondisi pasien yang lemah benar-benar sulit untuk melakukan apapun.

Baju pasien yang masih melekat juga wajah Deyra yang pucat kini semakin diperjelas dengan aura kepiluan, ia tak mengerti kenapa Jongin temannya terus saja berupaya agar ia mau tinggal di lingkungan yang menyedihkan seperti ini. Sangat menyebalkan menurutnya, ingin sekali ia menoleh kebelakang hanya untuk mengatakan pada Jongin yang sedang mendorong kursi rodanya 'aku ingin pulang saja' namun bibirnya begitu berat untuk digerakkan.

Ada ibu Park juga yang turut mengantar, dan sejenak mereka berhenti tepat di meja receptionist untuk mengkonfirmasi rawat inap yang akan ditempati. Rupanya Jongin memesankan ruangan utuk temannya ini di lantai dasar saja, tujuannya agar Deyra bisa bergerak bebas kemanapun tanpa harus melalui lift ataupun anak tangga—semuanya direncanakan sedemikian rupa agar terkesan mudah dan nyaman.

Salah satu dokter di yayasan ini menghampiri mereka, ia mengatakan kepada ibu Park dan Choi Jongin untuk tidak terlalu khawatir dengan Kim Deyra. Hingga akhirya dokter itu juga turut mengantar mereka sampai di sebuah ruangan.

Tepat setelah pintu ruangan yang akan menjadi kamar rawat inapnya itu terbuka lebar, entah kenapa tiba-tiba mata Kim Deyra begitu panas dan perasaannya yang begitu berat. Ia mencoba tenang untuk tak memikirkan apapun, termasuk memikirkan suaminya—tapi itu mustahil. Park Jeymin benar-benar membelenggu pikirannya sampai kapanpun.

Dan tanpa sadar, Jongin benar-benar sudah bersimpuh di hadapannya sekaligus mengusapi air matanya yang entah sejak kapan keluar. Namun ibu Park sendiri tak merasa risih dengan apa yang setiap Jongin lakukan dengan menantunya. Selain sudah terbiasa melihat mereka seperti itu sedari dulu, ibu Park juga merasa Kim Deyra memang patut mendapatkan kasih sayang dari seorang laki-laki—dan mengingat jika anaknya tak bisa memberi kasih sayang yang utuh pada menantunya.

"Jangan begini terus, kau ku antar kesini untuk sembuh. Bukan untuk menangis," ucap Jongin mengingatkan, lalu mengarahkan tatapan matanya untuk melihat sang dokter wanita paruh baya. "dokter Song ini dekat dengan dokter Kang, dokter Kang yang mengutus dokter Song untuk merawatmu selama berada di sini."

"Jangan sungkan dengan ku Dey, apapun yang kau perlukan katakan saja padaku. Akan ku usahakan yang terbaik untuk kesembuhanmu. Ya, kau pasti bisa lekas membaik Dey," timpal dokter Song meyakinkan, setelahnya ia tersenyum ramah pada Deyra.

Deyra hanya diam tak menanggapi, matanya masih bertahan menunjukan aura kesedihan yang mendalam.

Selama dua jam mereka berada di dalam ruangan itu. Jongin dan ibu Park yang memperhatikan bagaimana Kim Deyra dirawat secara intensif oleh dokter Song, perbincangan juga tak luput dari kegiatan mereka, hingga dokter Song akhirnya memberikan obat—Jongin dan ibu Park merasa lega melihatnya. Detik berikutnya Jongin melirik jam tangan, mengetahui jika sebentar lagi siang akan berganti dengan malam—dan Jongin berencana untuk pulang bersama ibu Park.

5. LIGHTS | PJM ✔Where stories live. Discover now