1. Begin

12.8K 1.3K 122
                                    

     “Kepada ... yang terhormat ... Bapak Dewan Pimpinan ... di tempat.”

Goresan demi goresan di atas sebuah amplop berwarna cokelat terus bergerak cukup lama. Sang penulis sepertinya berusaha keras agar tulisan itu rapi.

“Seoul, Korea Selatan, nol, satu, nol, nol, nol.”

“Menulis lamaran pekerjaan saja seberisik ini,” tegur seorang pemuda bersurai gelap di atas sofa tua berwarna kecokelatan.

Yang sedang menulis mendelik menatap pemuda tadi. Sebal karena merasa diserang.

“Apa masalahmu?!” Bentaknya sebal.

“Masalahku?” Pemuda itu menutup majalah yang tengah dibacanya, lantas menatap pemuda yang sedang terduduk manis. “Kau terlalu berisik.”

Lawan bicaranya hanya memutar bola mata dengan malas. “Terserah, Hyuck.”

Pemuda yang tadi dipanggil Hyuck bangkit dari posisinya menjadi duduk. Ia menatap pemuda mungil di hadapannya dengan geli.

“Jangan cemberut begitu, Renjun-ah,” ucapnya seraya terkekeh. “Aku hanya bercanda.”

Renjun mendengus dan berhenti menatap sahabat karib sekaligus kawan sekamarnya, Lee Donghyuck. Ia mengalihkan kembali atensinya pada amplop cokelat itu. Jemarinya bergerak untuk menutup amplop yang siap dikirim.

“Kenapa tidak mengirim lewat surel? Di zaman seperti ini, siapa yang mengirim lamaran dengan tulisan tangan?” Cecar Donghyuck lagi.

“Aku,” balas Renjun datar.

Donghyuck memutar bola matanya malas. “Baiklah, Tuan Vintage,” balasnya sarkastik.

“Lagipula, aku diberi saran oleh wanita penyebar lowongan kerjanya untuk mengirim lewat pos saja.” Renjun menambahkan. Pemuda manis itu segera berdiri seraya membawa amplop cokelat itu.

“Perlu kuantar? Selain mengirimkan lamaran, kau juga akan menghadiri interview kerja kan?” Tawar Donghyuck seraya memperhatikan penampilan Renjun. Celana katun hitam dengan kemeja berwarna biru muda. “Pakailah jaketku. Di luar dingin. Lebih tebal daripada jaketmu kan?”

“Tidak, tidak perlu. Sebentar lagi kau harus masuk kerja kan?” Renjun bergerak menyambar jaket Donghyuck yang tergantung dekat pintu.

Memang, jaket pemuda kecokelatan itu jauh lebih bagus dan lebih tebal daripada jaketnya yang tidak pernah ia ganti sejak sekolah menengah atas. Alasannya jelas saja satu. Uang.

Huang Renjun adalah seorang pemuda yang terlahir dalam keluarga yang serba kekurangan.
Berbeda dengan remaja kebanyakan, Renjun tidak dapat bersantai-santai saja dalam masalah pelajaran. Sejak masih sekolah dasar, ia selalu belajar dengan tekun.

Tak heran usahanya tidak menghianati hasil. Renjun mendapatkan beasiswa hingga lulus perguruan tinggi dengan predikat cumlaude.

Sang ayah yang telah meninggal, dan ibu yang sakit-sakitan merupakan satu dari sekian banyak persoalan yang memberatkan kondisi ekonomi sang pemuda Huang.

Namun, ibunya telah genap tiga tahun pergi menghadap Tuhan, meninggalkan Renjun sendirian bertahan hidup. Tak ada keluarga dari pihak ibu maupun ayahnya yang mau menampung Renjun.

Bagi mereka, Huang Renjun adalah sebuah aib.

Benar memang, Renjun terlahir di luar pernikahan kedua orangtuanya. Namun, kedua orangtuanya tetap menjaga dirinya dengan baik, mendidik pemuda itu untuk mandiri dan memiliki sopan santun.

Hingga pada saat ibunya pergi menyusul sang ayah, Renjun tidak bagai anak ayam kehilangan induk, tak pula kalang kabut mencari sumber mata pencaharian.

Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]Where stories live. Discover now