16. Seseorang Yang Merupakan Atasan dan Juga Teman Serumahnya

2.9K 560 94
                                    

      Renjun mencoba merentangkan tubuhnya, berusaha meraih kotak teh yang sialnya ditaruh oleh Lu—sensor. Tidak, tidak. Berhenti menyebut nama Lu—SENSOR. Sial! Ia tak bisa berhenti menyebut nama seseorang yang merupakan atasan dan juga teman serumahnya!

Oke, Renjun. Mulai sekarang, ayo sebut Lu—SENSOR dengan sebutan seseorang yang merupakan atasan dan juga teman serumahnya.

Pasalnya, tiap kali ia menyebut nama seseorang yang merupakan atasan dan juga teman serumahnya itu, pikirannya tidak mau berhenti memutar adegan demi adegan yang terjadi di lift itu!

Sial! Lucas sialan! Tunggu! Apa ia tadi menyebut nama—

“Renjun-ah, apabila aku berhasil, maukah kau menjadi pacarku?”

“TIDAK! TIDAAK!” Renjun memukul kepalanya sendiri ke atas permukaan meja dapur. Sial! Sial! Benaknya enggan beranjak dari kejadian kemarin. Renjun tak bisa berhenti mengingat tatapan Lucas—

Oh, tidak.

“Renjun-ah, apabila aku berhasil, maukah kau menjadi pacarku?”

SIALAN!” Dengan kasar, Renjun membanting sendok teh yang sedang digenggamnya, lalu menutup pintu lemari dapur dengan kasar. Acara membuat teh yang nikmat di sore hari gagal.

Renjun menghentakkan kakinya berjalan masuk kembali ke kamarnya dan menolak berada satu meter dari kamar seseorang yang merupakan atasan dan juga teman serumahnya.

Jangan pikir Lucas tidak mendengar suara-suara yang dihasilkan makhluk mini itu. Lucas jelas dengar! Ia dengar Renjun mengumpat! Ia dengar suara langkah yang dihentak-hentak itu.

Masalahnya, setelah insiden itu, Renjun tidak mengatakan apapun dan langsung pergi meninggalkannya.

Dan sekarang, untuk sekedar keluar kamar saja Lucas takut. Ia memilih belajar sedikit-sedikit tentang perusahaannya meski sebenarnya sangat sulit untuk belajar sendiri.

Lucas terisak-isak pelan. Renjun... Lucas butuh Renjun.

Tetapi ia malu, sangat, sangat malu. Ia merasa tak lagi memiliki muka untuk bertemu Renjun. Rasanya nyalinya tersedot oleh pernyataan cintanya sendiri kemarin.

Saat-saat seperti ini Lucas merasa benar-benar bodoh. Ia seolah sudah menembak kakinya sendiri dengan pistol lalu mengeluh sendiri karena tak bisa berjalan.

Sejujurnya, ini pertama kalinya bagi Lucas untuk merasakan malu.

Iya, Lucas kan tidak mempunyai kemaluan.

Maksudnya, rasa malu.

Punya sih, tetapi jarang. Ia tak pernah merasa hingga seperti ini! Kepalanya dipenuhi oleh kejadian semalam yang tak bisa berhenti diingat. Padahal ia bahkan belum memiliki rencana apapun untuk menyelamatkan perusahaannya sendiri.

Lucas memukulkan kepalanya sendiri ke atas meja, lalu menghela nafasnya.

Ia merasa seperti orang tak berguna.

“Aku bahkan memikirkan hal-hal seperti ini, dan bukannya fokus akan tujuanku ...,” gumam Lucas.

Ia kini menopang dagunya sendiri. “Kapan aku bisa berubah? Kapan aku bisa menjadi lebih dewasa?”

Pemuda itu merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Bahkan ketika ia sudah membulatkan niatnya, ia tetap tak bisa berpikir tentang apapun. Saat ini yang terbayang dalam kepalanya hanya beberapa kaset video game yang belum sempat ia selesaikan.

Lucas iri kepada Mark.

Mark itu cerdas. Meski ia agak tengil, tetapi ia cerdas.

Atau, Renjun. Ya, Renjun juga merupakan seseorang yang sangat cerdas. Ia bahkan bisa menguasai hal-hal yang Lucas tak pernah kuasai hanya dalam beberapa hari bekerja sebagai sekretarisnya.

Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]Where stories live. Discover now