15. Cold War

3.3K 617 98
                                    

       Ini sebenarnya bukanlah sebuah ruangan rapat. Ini ruangan rapat, tetapi suasana ruangan ini merupakan sebuah cetakan dari kutub utara. Dingin, terlalu dingin, hingga rasanya Renjun ingin berlari ke luar ruangan.

Pasalnya, saat ini ia duduk bersebelahan dengan Lucas yang bagai bongkahan es.

Jangankan mengajaknya berbincang, meliriknya pun seolah tak sudi.

Renjun menggelengkan kepalanya pelan. Tidak, tidak. Ia tidak boleh kehilangan konsentrasi. Nanti saja kita urusi lelaki jangkung itu. Renjun berencana akan meminta maaf padanya seusai rapat.

Yah, semoga saja Lucas masih mau memaafkannya.

Renjun menghela nafasnya pelan, lalu memfokuskan pandangannya pada salah seorang manajer yang tengah berbicara, yang sedari tadi ia abaikan.

“Terdapat penurunan cukup besar terhadap harga saham di sini, mengakibatkan sebagian orang melepas 10-20 persen sahamnya, bahkan ada yang menjual secara keseluruhannya,” jelas manajer Wang. Pria itu berdiri mempresentasikan di hadapan seluruh hadirin rapat.

“Itu mengejutkan,” timpal Soojung, sedikit kaget. “Apa yang terjadi, Wang-ssi?”

“Permintaan produk tidak menurun, manajer Wang,” imbuh Renjun, menyetujui perkataan Soojung. “Malah, meningkat. Ada apa?” Ia kini menatap sang manajer tajam.

Manajer Wang menatap Renjun dengan dalam, serta sedikit terintimidasi. Jangan salah, hanya dalam satu bulan saja, Renjun telah menjadi karyawan yang memiliki wibawa besar. Tak semua sekretaris Lucas bisa mendapatkan respect secepat itu.

Kini pria itu melirik Lucas sebentar, seolah menimbang apakah bisa ia mengatakannya di depan sang CEO, lalu berdeham. Ia terlihat canggung.

“Saya masih menyelidikinya, sekretaris Huang,” balasnya. Suara pria itu terdengar pelan.

Kening Renjun mengerut. Ia melirik Lucas, berharap pemuda itu membantunya. Jelas ada sesuatu yang salah.

Renjun mulai membuka suara, merasa sedikit tersulut. “Apa—”

“Mari kita sudahi rapat ini,” ucap Lucas sekonyong-konyong, memotong ucapan sang sekretaris. Dengan dingin, ia beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruangan rapat. Seluruh jajaran karyawan yang berada di ruangan itu membeku.

“Apa? Lucas! Hei!” Renjun sontak bangkit. Tidak menghiraukan lagi dokumen miliknya yang berserakan. Ia bangkit lalu mengejar pemuda jangkung itu dengan susah payah.

Manajer Wang terdiam, kemudian saling bertukar tatap dengan Soojung. Keduanya merasa canggung dan bersalah.

***

     “Lucas!” panggil Renjun terengah-engah.

Lucas berjalan dengan santai sepanjang koridor, berbelok beberapa kali sebelum menuju lift. Jelas pemuda itu mengabaikan panggilan Renjun.

Renjun tentu saja bersusah payah mengikuti pemuda dengan raut wajah masam itu. Beribu kali ia mencoba memanggil Lucas, beribu kali pula pemuda Wong itu mengabaikannya.

Pemuda mungil itu berlari sekuat tenaganya mengejar lift yang dinaiki Lucas, merasakan dadanya berdegup kencang karena disaat bersamaan Lucas menekan tombol lift itu untuk menutup pintu.

Namun beruntung, beberapa saat sebelum pintu itu tertutup, tubuh ramping Renjun bisa menyelinap masuk ke dalam lift. Dari sudut matanya ia dapat melihat ekspresi Lucas berubah satu detik.

Dadanya naik-turun, terengah-engah. Renjun mendelik sebal pada Lucas,—yang berlagak tidak memperdulikannya—lalu menyeka keringat yang terbentuk pada keningnya. Sialan kau Wong Yukhei, umpat pemuda Huang itu dalam hati.

Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]Where stories live. Discover now