18. Trust

2.5K 515 56
                                    

        “Renjun-ah?”

Lucas mengitari apartemennya yang gelap dengan seksama. Apakah pemuda manis itu sudah pulang?

Lucas melirik ke rak sepatu mungil dari kayu yang berisikan sepatu-sepatu milik Renjun. Tidak ada satupun sepatu yang berisikan seonggok kaus kaki.

Tidak. Seharusnya tidak seperti ini. Tinggal bersama Renjun selama nyaris dua bulan, ia mulai hafal akan kebiasaan pemuda mungil itu.

Renjun akan melepas sepatunya, lalu melepaskan kaus kakinya—yang bermotif karakter Snoopy, omong-omong—kemudian ia akan menyelipkan kaus kaki itu pada sepatunya sebelum menyalakan lampu yang mereka matikan sebelum keluar apartemen, terutama lampu ruang tengah.

Tetapi kali ini, bahkan sepatu Renjun pun tak ada.

Aneh, bukan?

Apa Renjun sedang pergi bersama Mark? Mereka merencanakan sesuatu lagi di belakangnya?

Pasalnya, Mark yang ia tunggu-tunggu sedari tadi di ruangannya tak jua muncul, bahkan hanya semenit pun tak muncul.

Melihat itu, bahkan orang bodoh seperti Lucas bisa menyimpulkan. Mark dan Renjun, mereka berdua sedang pergi bersama.

Kencan? Hanya sekedar ingin mengobrol berduaan saja?

Apapun itu, pemuda jangkung itu tak bisa mengabaikan rasa panas yang bersarang pada dadanya.

Dengan gusar, Lucas menghempaskan tubuhnya di atas sofa seraya menarik dasinya untuk melonggarkan ikatan kain tersebut. Hatinya sangat gelisah. Perasaannya tidak enak.

Kenapa? Apa yang salah?

Cemburu?

Tidak, cemburu tidak seperti ini. Iya, dadanya terasa panas membayangkan sahabatnya sendiri berduaan dengan orang yang jelas-jelas ia suka.

Tetapi ada sesuatu yang menggelitik dalam perutnya. Seperti ia merasa ada yang tidak beres. Batinnya menolak ketenangan. Perutnya kembali teraduk, ia masuk ke dalam pusaran rasa mulas yang sangat asing.

Dengan sigap, ia meraih ponselnya, lalu menghubungi nomor ponsel Mark.

Telepon itu tersambung, tetapi tak ada suara familiar sang kawan dari seberang sana yang menyapanya.

Mark tidak mungkin meninggalkan ponselnya di kantor, dan Mark tak mungkin tidak mendengar panggilan masuk dari Lucas. Lelaki jangkung itu tak pernah mengatur ponselnya ke dalam mode diam bahkan mode getar sekalipun. Ia jarang mengutak-atik, mengkostumisasi ponselnya.

Kening Lucas mengerut. Ia termenung sebentar.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Di tengah kebingungan yang melanda Lucas, pada pintu apartemennya terdengar suara ketukan berat tiga kali.

***

         “Halo, Huang Renjun.”

Sebuah sapaan yang tiba-tiba muncul membuat pemuda mungil yang tengah diikat di atas sebuah kursi kayu mengangkat kepalanya. Mulutnya dililit sebuah kain yang terikat kuat ke belakang kepalanya.

“Apa kau mengingatku?”

Pria yang baru masuk itu menyeringai. Ia mengangkat dagu milik Huang Renjun yang sedang disekap, membuat keduanya bersitatap.

“Tidak mengingatku? Tentu kau tidak akan mengingatku. Tapi aku mengingat wajahmu,” ucapnya geli. Suaranya terdengar aneh bagi Renjun. Hidung pria itu besar. Rahangnya tegas, parasnya tampan.

Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]Where stories live. Discover now