9. Tampan

4.3K 805 82
                                    

     Apa itu tadi? Ciuman? Ciuman? CIUMAN?

Lucas memukul wajahnya sendiri dengan gemas. “Yukhei bodoh!” Makinya.

Tetapi sedetik kemudian, ia.malah meringis pelan seraya mengusap pipinya. “S-sakit juga pukulanku ...,” lirihnya. Air mata sedikit menetes dari manik pemuda itu. Tangannya yang besar bisa menghasilkan pukulan yang menyakitkan, ternyata.

Oke, itu bukan hal penting sekarang.

Apa Wong Yukhei sudah gila?! Beraninya ia mencium sekretarisnya sendiri? Beraninya ia langsung berlari masuk ke kamar setelah mencium Renjun?

Beraninya dadanya tak bisa berhenti berdebar seperti baru saja melakukan maraton? Beraninya ia merasa senang karena ciuman itu?

Sedikit, kok. Sedikit sekali.

Oke, cukup banyak sebenarnya.

Lucas membenamkan wajahnya pada bantal, berharap nafasnya akan habis lalu ia tidak perlu bertemu dengan Renjun esok hari.

Kaki jangkungnya bergerak menendang-nendang selimutnya, menyalurkan rasa malu dalam diri. Sial, Wong Yukhei, kenapa kau harus seidiot ini?

Namun, karena terlalu dalam membenamkan kepalanya ke dalam bantal, debu-debu yang berada di sana terhirup juga oleh pernafasannya. Ia mengangkat kepalanya dengan cepat lalu bersin.

Di mana bersin seorang Wong Lucas benar-benar bersuara keras.

Lucas terburu menutup bibirnya. Sial, bagaimana kalau Renjun terbangun? Lucas bisa gila.

Pemuda itu kini berusaha sehening mungkin. Ia memilih untuk memaki dirinya sendiri dalam hati. Tetapi entah mengapa, ia merasa tidak puas.

Namun, akibat terlalu tenggelam dalam pikirannya, lambat laun, CEO Wong pun merasakan kantuk menyerangnya. Hingga tanpa ia sadari, ia telah terlelap dengan nyenyak.

***

    “Selamat pagi.”

“WAAAAA! Ada Renjun!” Lucas menjerit, membuat sang sekretaris mengerutkan dahinya.

“Kenapa sebegitu kagetnya melihatku?” tanya Renjun kesal. Ia ikut kaget karena teriakan Lucas yang kelewat keras.

Lucas meletakkan cangkirnya ke atas westafel, lalu perlahan membalik badannya menatap Renjun. Pemuda manis itu kini tampak sudah rapi dengan sweater dan celana berwarna cokelat susu.

“A-aku hanya sedang melamun,” dalih Lucas dengan gugup.

Renjun memutar bola matanya. “Minggir,” ujarnya pada Lucas.

Perlahan-lahan, Lucas menjauh dari westafel, membiarkan sekretaris yang diciumnya semalam mencuci cangkir bekas dipakainya barusan.

“Anu ... R-Renjun—”

“Lupakan saja soal semalam,” potong Renjun.

Lucas melongo. “T-tapi—”

Renjun mematikan keran air lalu membalik tubuhnya dan menatap Lucas dalam. “Kenapa?”

Lucas menunduk. “Tidak apa-apa ...,” bisiknya, takut juga melihat tatapan tajam sang sekretaris.

“Kalau begitu bersiaplah. Hari ini kita kedatangan tamu dari Tiongkok.” Renjun lalu beranjak pergi dari dapur. Namun sebelum ia benar-benar pergi, ia menoleh pada Lucas sekali lagi.

Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang