🎼[14] - Tentang Orang Tua

310 134 79
                                    

07:30 KST
Sekolah, kelas

Perilaku Suga yang cuek membuat Dahyun merenung memikirkan apa kesalahannya. Ia takut salah bertindak atau salah bicara padanya. Padahal sebelum mereka menjalin hubungan pun, Suga selalu bersikap manis padanya. Apakah Suga cuek karena malu mengakui sebagai kekasih di hadapan parafans nya?

"Hey, kau!"

Dua teman sekelasnya tiba-tiba menghampiri membuat Dahyun mengangkat kepala. Hari ini Guru yang akan mengajar sedang tidak masuk. Jadi para siswa dibebaskan untuk beraktivitas apa saja.

"Selama dua hari tidak ada kabar, ke mana saja kau?" Teman yang ber name tag Kang Yoora berbicara sinis padanya.

Rasanya Dahyun ingin mengeyahkan saja kedua temannya itu. Mereka juga termasuk ke dalam orang yang selalu mengganggunya.

"Tentu saja ia bosan belajar. Mungkin memang pergi dari rumahnya menuju sekolah tetapi malah berbelok ke tempat lain!" Satu temannya lagi yang ber name tag Cha Euntak berbicara heboh sendiri.

"Pergi dari hadapanku! Kalian menghalangi pemandangan saja." Dahyun berbicara tanpa menatap mata mereka. Sudah cukup hanya karena Suga mood nya turun, jangan ditambah lagi dengan dua orang tidak ada kerjaan ini.

"Yha! Apa kau bolos sekolah dengan pria lain? Kau melupakan kakak kelas itu yang seperti khawatir dengan kau yang tidak sekolah." Yoora kembali berbicara sambil mengetuk-ngetuk meja Dahyun.

"Kakak kelas? Kak Suga maksudmu?" Dahyun berbicara dalam hati sambil menoleh ke jendela di sebelah kirinya.

"Asal kau tahu saja, ia datang padaku untuk menanyakan kabarmu. Haha! Apa kau berhutang padanya sampai khawatir jika kau tidak masuk sekolah? Mungkin ia takut hutangmu tidak dibayar." Yoora kembali berbicara sambil merapikan rambut tetapi rambut lurusnya itu memang sudah rapi. Entah mengapa ia malah mengulang-ulang kegiatannya yang terus merapikan rambutnya.

Dahyun masih tetap terlihat biasa saja namun dalam hatinya menertawakan perkataan Yoora. "Untuk apa aku berhutang padanya? Haha, lucu sekali."

"Habislah sudah! Ia 'kan pria terkenal di sekolah ini. Kau pasti diserbu oleh para fans nya karena tidak membayar hutang padanya!" Euntak berbicara dengan berpura-pura panik.

"Sudahlah! Kalian benar-benar menghancurkan mood ku." Dahyun mengibas-ngibaskan tangan menyuruh mereka pergi dari hadapannya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku!" Tiba-tiba Yoora menendang meja Dahyun lalu menggebraknya dengan kasar. Karena ulah yang seperti itu jelas saja membuat teman sekelasnya tertarik untuk menontoninya.

"Apa yang harus aku jawab?" Dahyun masih berusaha sabar dengan berbicara lembut pada mereka berdua.

"Kau belum menjawab ke mana kau pergi selama dua hari!" Euntak berbicara dengan matanya hampir keluar karena marah.

Rasanya Dahyun ingin tertawa keras karena tingkah konyol mereka berdua. Apa masalahnya jika ia sekolah atau tidak? Mengapa sibuk bertanya seperti itu? Memang dasarnya ingin membuat masalah, kesalahan kecil pun mereka gali.

"Aku tidak sekolah karena harus menjaga kakakku di rumah sakit." Dengan terpaksa Dahyun menjawab meskipun malas agar kedua orang tidak ada kerjaan ini segera pergi tetapi nyatanya mereka malah semakin bertanya-tanya.

"Alasan yang aneh. Kakakmu bisa saja 'kan diurus oleh orang tuamu?! Jangan beralasan seperti itu!" Euntak berbicara dengan memprovokasi Yoora.

Dahyun mengepalkan kedua tangannya kuat. Napas memburu kesal karena temannya mengucapkan kata 'orang tua' di hadapannya.

"Apa orang tuamu tidak becus menjaganya sampai mengharuskan kau yang menjaganya?" Yoora berbicara disertai tawa sambil memperhatikan teman-teman yang berdiri di belakang badannya. Mereka senang menonton pertunjukan gratis.

Mata Dahyun mulai berkaca-kaca karena hatinya terasa ditekan dengan kenyataan. Tidak bisa mengelak karena perkataan temannya itu memang benar.

"Orang tua macam apa yang tidak bisa menjaga anaknya dengan baik?" Euntak pun berbicara sambil tertawa karena senang melihat Dahyun yang terdiam.

Dahyun segera bangkit dari tempatnya lalu melempar tatapan mengerikan kepada dua teman di hadapannya. Sekuat tenaga ia menahan tangis dan emosi. "Berhentilah mencampuri hidup orang lain. Urus saja diri kalian masing-masing yang belum tentu kehidupan kalian pun benar."

Semua teman sekelasnya membeku ketika merasakan hawa panas di sekitar Dahyun. Nyali mereka mulai menciut karena takut Dahyun akan mengamuk apalagi mendengar suaranya yang penuh penekanan.

Tanpa berkata-kata lagi Dahyun segera pergi dengan menubruk bahu Yoora dan juga Euntak.

Dahyun menjauh dari orang-orang tidak punya hati yang dengan leluasa menginjaknya sampai hancur. Ia akan pergi ke ruang piano untuk bertemu dengan kekasihnya. Meskipun tidak tahu jika Suga akan menyapanya lagi atau tidak.

-🎼-

"Hallo, ada apa kau meneleponku? Jika tidak ada kabar baik jangan membuang waktu."

Jimin sedang duduk di kursi perusahaan---yang merupakan milik ayahnya, sambil memainkan pulpen dan menjawab telepon dari seseorang.

"Ada kabar baik, Tuan Jimin. Aku sudah menemukan salah satu pelaku dari orang yang menembak adikmu."

Jimin segera bangkit dari tempatnya lalu berjalan menghampiri kaca di hadapannya. "Benarkah?!"

"Ya, aku rasa ia bukan pelakunya tetapi tahu segalanya tentang si penembak itu."

Senyuman puas merekah di wajahnya setelah mendengar penjelasan seseorang itu. Usahanya selama bertahun-tahun akhirnya terbalaskan dengan menemukan seseorang yang selama ini dicari. Meskipun bukan pelakunya, mungkin Jimin bisa mendapatkan sedikit informasi darinya.

"Sekarang ia masih dalam pengawasanku dan aku akan menangkapnya pada saat waktu yang tepat."


"Baiklah, jangan biarkan ia lepas dari pengawasanmu. Bawa ia ke mari saat ulang tahun sahabatku nanti. Aku akan bermain-main dengannya." Jimin terkekeh pelan ketika selesai berbicara.

"Dia benar-benar berubah sekarang. Dia menjadi orang biasa." Seseorang itu berbicara lagi dengan membalas kekehan Jimin.

"Pasti ia kena karma, ya? Apa nanti akan semakin sengsara ketika bertemu denganku? Kasihan sekali." Jimin berpura-pura sedih sambil menyandarkan punggung ke kaca besar perusahaannya. Matanya ia fokuskan menatap kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana.

"Haha, jangan terlalu merusak kehidupannya. Dia bukan pelakunya."

Jimin menghela napas kasar sambil memijat pelipisnya pelan. "Memangnya kenapa jika ia bukan pelakunya? Salah sendiri mengikuti si pria brengsek itu pasti akan kena batunya. Bahkan jika kau menemukan si penembak itu sudah pasti aku akan langsung menghabisinya. Aku tidak sudi jika harus memperlakukannya seperti manusia! Dia saja tidak punya hati merenggut nyawa ayah dan adikku." Nadanya mulai melemah ketika harus kembali mengingat peristiwa menyakitkan di masa lalu.

"Hm, terserah kau saja. Aku hanya menjalankan apa yang kau perintahkan. Jangan lupa bayaran yang setimpal."

"Tenang saja. Apapun yang kau mau sudah pasti aku berikan. Asalkan permintaanmu itu masuk akal."

"Aku tutup teleponnya karena sekarang melihatnya lagi."

"Baiklah, awasi dia dan jaga ibuku dengan baik ... Song Taehyung." Senyuman tipis ia lemparkan meskipun si penelepon di sebrang sana tidak akan melihatnya.

Telepon pun terputus dan kembali menghela napas kasar. Hatinya merasa bahagia ketika mendapatkan kabar baik dari penantiannya selama bertahun-tahun.

"Tunggu sebentar lagi. Peperangan yang sesungguhnya akan segera dimulai."

-🎼-

🎼29 Desember 2019

Next👇

MELODY - END ✔️ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now