🎼[17] - Canon in D

330 146 182
                                    

"Kak, apa kau baik-baik saja?" Dahyun menepuk bahu Suga untuk menyadarkan yang daritadi hanya menunduk menatap sepatunya.

Suga sampai lupa sedang bersama Dahyun di rooftop sekolah karena terlalu larut dalam pikirannya yang kembali mengingat masa lalu. Ia menatap Dahyun sambil tersenyum canggung. "Aku baik-baik saja."

Dahyun kembali menatap lurus ke depan sambil berpikir keras karena khawatir dengan Suga yang terdiam seperti tadi, merasa aneh setiap kali menanyakan tentang masa lalunya.

"Tadi kau mengatakan apa?" Suga bertanya hanya untuk mengalihkan saja, belum siap untuk memberitahu tentang kecurigaan terhadap ayahnya. Mungkin dengan bertanya seperti itu, Dahyun akan kesal apalagi dengan kondisi suasana hatinya yang sedang tidak baik.

"Sudahlah, lupakan saja. Aku sedang malas berbicara sekarang."

Benar saja, Dahyun tidak kembali mengulang kata-katanya karena sedang malas bicara. Suga senang karena tidak akan menceritakan tentang kecurigaannya terhadap ayahnya pada Dahyun.

Mulai sekarang atau bahkan ke depannya Suga menjalani kehidupannya bersama Dahyun. Mungkin dengan lebih dekat dengannya akan mendapat petunjuk tentang Tuan Jeon.

Ya, sekarang kedekatan mereka bukan hanya karena cinta tetapi karena ada udang di balik batu.

-🎼-

Ruang Piano

Setelah merasa hatinya sedikit lebih baik, Dahyun menarik lengan Suga untuk kembali ke ruangan piano. Ia bermain piano sepuasnya karena kesedihannya akan berkurang meskipun sekejap. Tidak peduli jika nanti tidak naik kelas dan masih belum tahu dengan kegigihan belajarnya nanti untuk apa? Mungkin setelah lulus akan bekerja seperti kakaknya. Mimpi menjadi seorang pianist  terkenal telah sirna mengingat kehidupannya yang sulit.

Kedua jari tangannya bergerak lihai di atas not angka piano coklat memainkan nada 'Canon in D',  lagu pertama yang dipelajari bersama sahabatnya dulu.

Dahyun selalu memintanya untuk mengajarkan piano karena ingin menjadi seorang pianist  terkenal sama seperti Hana. Ia kagum padanya karena mempunyai bakat memainkan piano dari saat usianya yang masih lima tahun.

Suga yang duduk di sebelahnya memperhatikan gerak jari tangan Dahyun sambil menarik senyuman tipis. Ia pun menyukai lagu itu karena merupakan kesukaan ibunya.

Hingga akhirnya terkejut ketika melihat air mata jatuh ke atas not angka piano tetapi Dahyun masih memainkan piano yang perlahan-lahan temponya menjadi cepat, bermain dengan tangis disertai emosi.

"Aaa!" Setelah selesai Dahyun berteriak sambil memukul pelan dadanya, begitu tidak mengerti dengan dirinya yang selalu bersedih.

Suga segera menarik ke dalam pelukannya lalu mengecup pucuk kepalanya lembut. Ia tahu akan sulit menjalani kehidupan seperti Dahyun dan berusaha menjadi kekasih sekaligus kakak yang baik untuknya. "Sudah, jangan menangis lagi."

Suga menjeda perkataannya sebentar sambil mengusap pelan rambut panjang Dahyun. "Sekarang ada aku di sini. Kau tidak perlu merasa sendirian ataupun merasa tidak ada yang bisa membantumu. Cobalah perlahan terima semua kenyataan. Mungkin dengan menerima kesedihan di masa lalu, kau akan mengerti dengan jalan hidup yang tidak selalu berjalan lurus."

Dahyun semakin membenamkan wajahnya ke pelukan Suga dengan masih menangis dalam diam.

"Ayo kita lupakan masa lalu yang penuh kesedihan. Mari sama-sama berjalan sambil bergandengan melewati jembatan yang membentang luas di hadapan kita."

MELODY - END ✔️ [Sudah Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora