34. Nomor Sticky Notes

44 10 128
                                    

-oOo-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-oOo-

Bel tanda masuk berbunyi dengan nyaring. Tak lama kemudian Pak Jajang muncul dari balik pintu, membuat keadaan di kelas Alleta mendadak kondusif. Seperti biasa, sebagian murid yang tengah ngerumpi bergerombol di meja belakang langsung berhamburan ke mejanya masing-masing.

Pak Jajang mengucapkan salam yang di balas seluruh murid XI-IPA-2. Kemudian Pak Jajang membuka buku Fisika tebal yang di bawanya, dan mulai berbicara menerangkan tentang Gerakan Lurus Beraturan. Alleta menopang dagunya malas, tidak berniat memperhatikan sama sekali. Sesekali ia menghela nafas kasar, membuat Ares di seberang bangkunya sesekali menoleh saat mendengar helaan nafas berat Alleta.

"Heh, lo perhatiin sana, jangan malah melamun terus." bisik Ares sedikit menggeser kursinya untuk mendekati bangku Alleta. Berkali-kali Ares mencolek-colek bahu Alleta, namun Alleta tidak menggubris, malah terus saja melamun dengan tatapan kosongnya.

"Alleta! Silahkan kerjakan soal di papan tulis!" Seruan keras Pak Jajang membuat Alleta tersentak kaget.

Alleta gelagapan melihat soal Fisika yang tertera di papan tulis. Ini bagaikan mimpi buruk bagi Alleta. Ia tak tahu apapun tentang soal yang tertera di depan sana. Sejak pelajaran Pak Jajang di mulai, Alleta tidak fokus memperhatikan karena ia malah sibuk melamun memikirkan kerenggangannya dengan Zean beberapa minggu terakhir ini.

"Alleta! Cepat kerjakan! Sejak tadi Bapak perhatikan kamu malah melamun terus!" titah Pak Jajang.

Alleta menoleh ke samping kiri, berharap Ambar akan membantunya. Namun yang Alleta dapatkan hanyalah cengiran tanpa dosa Ambar yang sudah cukup menggambarkan bahwa gadis itu pun tidak mengerti tentang soal di depan.

Tanpa sadar, Alleta menoleh ke kanan dan memegang tangan Ares yang masih berada di bahunya. Alleta takut ia akan dapat omelan jika tidak bisa menjawab soal yang di berikan Pak Jajang. Ia tidak bisa membayangkan akan seberapa murkanya Pak Jajang. Saat sedang tidak marah saja, wajah Pak Jajang lebih menyeramkan daripada begal jalanan. Tubuh besar dengan kulit sawo matang, tak lupa kumis tebal dan alis lebatnya yang membuat Pak Jajang terlihat lebih galak.

"Maju aja, Le. Nanti gue bantu, gue ngerti soalnya kok." ucap Ares setengah berbisik.

Alleta mengangguk, kemudian mulai bangkit dari duduknya setelah menghela nafas panjang. Alleta menyeret kedua kakinya yang terasa berat menuju papan tulis. Sementara Ambar sudah mengepalkan kedua tangannya, berniat menyemangati.

Alleta meraih spidol yang tergeletak di meja guru. Tangannya sudah bergetar, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia berdiri di hadapan papan tulis berisi soal yang di berikan Pak Jajang. Alleta menoleh ke belakang, melihat teman sekelasnya yang tengah cekikikan. Tentu saja mereka merasa lega karena terbebas dari soal maut yang di berikan oleh Pak Jajang.

MarshmellowWhere stories live. Discover now