35. Kenapa?

45 8 151
                                    

-oOo-

Alleta mengedarkan pandangannya menyapu seluruh penjuru kantin. Kemudian ia melangkahkan kakinya setelah melihat meja Ambar dan Nadin. Alleta tersenyum tipis, lalu mendudukkan diri di samping Ambar, tepatnya di depan Nadin.

"Udah ambil pulpennya?" tanya Ambar dengan mulut penuh karena tengah mengunyah bakso.

Alleta mengangguk, "Udah."

"Lo nggak mau pesen makan? Lo nggak laper? Badan lo udah kurus banget, harusnya lo makan lah. Mau gue pesenin?" tanya Ambar menawarkan diri.

Nadin yang sejak tadi diam jadi berdecak, "Udahlah Bar, gak usah repot-repot. Mending lo habisin aja tuh, bakso punya lo." ucapnya dengan nada ketus.

Ambar mengangguk, kemudian mulai melahap baksonya lagi. Mungkin Ambar tidak menyadari nada yang Nadin ucapkan, namun Alleta mendengar semuanya. Alleta mengerutkan keningnya sebentar, kemudian ia mulai berbicara. "Oh iya, gue mau cerita soal marshmellow yang ada di loker gue."

Ambar menoleh dengan penuh antusias. "Lo udah tau pengirimnya siapa?"

"Belum tau, karena itu, gue pengen minta bantuan sama-"

"Ambar, gue duluan." pamit Nadin sudah bangkit dari duduknya, kemudian melangkah pergi tanpa berkata apapun lagi.

Alleta semakin mengerutkan keningnya karena merasa bingung. "Ambar, kok Nadin, jadi beda ya?"

"Maksud lo? Beda gimana? Sama aja ah!"

"Ish, enggak. Sama lo sih dia biasa aja, tapi kalo sama gue, dia jadi ketus dan sinis."

Ambar ikut mengerutkan keningnya, "Ah, enggak! Itu mah perasaan lo aja!"

"Tapi Ambar, lo gak sadar tadi? Bahkan dia cuman pamit sama elo."

Ambar terdiam karena baru tersadar. "Oh, iya ya. Lah, kenapa dia?"

"Makanya gue nanya sama lo, karena gak tau alasannya."

"Nggak usah di pikirin. Mungkin dia lagi ada masalah, makanya kayak gitu. Nanti juga sikapnya yang biasa balik lagi." ucapnya sambil mengibaskan tangan. "Aduh, gue haus nih, gue mau beli minum dulu ya." pamit Ambar sudah bangkit dari duduknya dan lalu melangkah menuju mesin pendingin.

Alleta hanya mengangguk sebagai jawaban, mungkin benar apa yang di katakan Ambar barusan. Pasti hanya perasaannya saja. Dan, pasti sikap Nadin akan kembali lagi seperti dulu.

Sedang asyik-asyiknya melamun, tiba-tiba saja seseorang menggebrak bangku kantin yang ada di hadapan Alleta dengan keras, membuat Alleta langsung tersadar dari lamunannya dan kemudian mendongak. Alleta melengos pelan dan membuang muka ketika melihat siapa yang tengah berdiri di depan bangkunya saat ini.

"Lo, nggak makan?" tanya Ares setelah meneguk minuman kalengnya.

"Nggak."

"Kenapa? Mau gue pesenin?"

Alleta menggeleng, "Gak usah repot-repot."

Ares hanya mengangguk, kemudian menatap lurus Alleta di depannya. "Le, kapan lo akan buka hati lo untuk gue?"

Alleta terdiam dengan mulut bungkam. Sudah hampir dua minggu ini Ares selalu berada di dekatnya, menggantikan posisi Zean dalam hidupnya. Dan jujur, Alleta pun mulai sedikit nyaman dengan Ares. Ares itu baik, perhatian, sabar, penyayang, dan dia bisa menerima Alleta apa adanya. Ares tidak masalah dengan masalalu Alleta yang begitu kelam.

Ares juga selalu sabar menghadapi sikap Alleta yang tidak pernah menggubris keberadaannya. Tapi cowok itu selalu bisa membuktikan, bahwa ia adalah laki-laki baik, yang menyayangi Alleta dengan tulus, dan akan selalu berada di samping Alleta. Tidak peduli apapun yang terjadi. Alleta menghela nafasnya pelan, mungkin Ares bisa menggantikan posisi Zean dari hidupnya, namun tidak untuk hatinya. Karena sampai saat ini, yang ada dalam hati Alleta hanyalah seorang Azean.

Alleta bangkit dari duduknya dan melangkah untuk menghampiri Ambar yang masih berdiri di depan mesin pendingin. Ares menghela nafas panjang sambil menatap punggung Alleta yang semakin menjauh.

Alleta menepuk bahu Ambar pelan, kemudian jadi meringis ketika melihat Rasya baru saja menghampiri mereka berdua dan memberikan minuman botol pada Ambar.

"Bar, gue duluan ya." pamit Alleta segera berbalik, tanpa menunggu jawaban Ambar. Namun langkahnya jadi terhenti ketika tiba-tiba saja ia menubruk dada seseorang. Refleks Alleta mengusap jidatnya dan mendongak. Namun detik berikutnya Alleta refleks mundur dan menunduk, sementara cowok di hadapannya hanya berjalan lurus, tidak berniat menatap Alleta walau sedikitpun.

Alleta menghela nafasnya pelan, sebenci itukah Zean padanya sekarang?

Alleta kembali melangkah, melanjutkan jalannya yang tertunda. Kepalanya sedikit tertunduk, karena kini beberapa orang yang ada di kantin sedang memperhatikannya.

Setelah tiba di ambang pintu kelas, Alleta melangkah mendekati Nadin yang tengah membaca sebuah buku. Karena bangku Nadin tepat di belakangnya, Alleta pun membalikkan kursinya untuk menghadap pada Nadin seutuhnya. "Ehm, Nad." ucap Alleta mencolek lengan Nadin, sementara Nadin hanya berdehem pelan merespon sapaan Alleta.

"Nadin, lo-kenapa? Apa gue ada salah sama lo?"

Nadin membanting buku novel yang ada di genggamannya ke meja dengan keras. Sontak Alleta terkejut karena hal itu. "Lo, kenapa?"

Nadin berdecak dan membuang pandang sebentar, kemudian mulai berbicara, "Gue gak apa-apa." jawabnya dengan nada yang ketus. Entahlah, akhir-akhir ini Nadin selalu bersikap ketus terhadap Alleta.

Alleta mengangguk, "Oh iya, Ayah lo udah cerita tentang kasus Mama gue yang sebenarnya?"

Nadin menatap Alleta dengan datar, "Udah. Ternyata Mama lo sebusuk itu, ya?"

Alleta sedikit terkejut dengan ucapan Nadin, "Ma-maksud, lo?"

Nadin memutar bola matanya jengah, "Gak usah sok polos lo, Alleta Maheswari! Gue juga udah tau sekarang, ternyata sikap buruk lo itu nurun dari Mama lo!" ucapnya lalu bangkit dan melangkah meninggalkan Alleta yang terdiam dengan mata memanas.

Alleta menoleh ke arah pintu, Nadin sudah berjalan keluar kelas. Alleta menghela nafas samar, dan mengusap airmatanya yang baru saja jatuh di pipinya. Kemudian Alleta ikut melangkah keluar kelas, berniat menyusul Nadin. Namun saat tiba di ambang pintu, Alleta menubruk seseorang, dan orang itu langsung memegang tangan Alleta erat.

"Lo kenapa nangis? Lo sakit?" tanya Ares sudah memegang kedua pundak Alleta dan meneliti wajah gadis itu.

Alleta langsung memundurkan tubuhnya dan menyentakkan tangan Ares dari bahunya, kemudian ia berlari menyusuri lorong untuk mencari keberadaan Nadin. Sepanjang jalan, Alleta memikirkan apa maksud perkataan Nadin. Alleta merasa sakit dan sesak ketika Nadin berbicara seperti itu padanya. Apalagi Nadin membawa-bawa nama Mamanya.

Alleta mengambil nafas dalam-dalam ketika ia melihat Nadin tengah duduk sendirian di bangku panjang dekat gudang. Letaknya persis berada di belakang gedung sekolah. Setelah dirasa dirinya tenang, Alleta melangkah dan menepuk pundak Nadin.

Nadin kemudian menoleh, dan mulai bangkit dari duduknya. "Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Nadin datar, namun terlihat sekali bahwa cewek itu sedang marah.

"Nad. Gue, mau bilang makasih banyak sama lo dan ayah lo, karena bantuan kalian-"

"Gak usah basa-basi lah, gue muak!" tiba-tiba saja Nadin mendorong bahu Alleta dengan kasar. Jika Alleta tidak bisa menyeimbangkan badannya, mungkin Alleta akan terjatuh saat itu juga. Alleta berbalik, menatap Nadin yang sudah jauh dari hadapannya. Alleta memejamkan matanya rapat-rapat, berusaha meredam gemuruh yang kembali hadir dalam dadanya.
Apa tidak cukup semesta mengambil Zean dari hidupnya? Dan kali ini, sahabatnya pun harus ikut pergi dari sisinya? Nadin, lo kenapa?

Nadin berjalan dengan tergesa, tidak ingin menolehkan kepala untuk melihat Alleta. Nadin mengusap pipinya sekilas, airmata baru saja lolos dari matanya. Gue benci lo! Alleta!

-oOo-

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 26, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MarshmellowWhere stories live. Discover now