07. The Seventh Day Before I Left

12.6K 1.9K 262
                                    

Jihye merenung di dalam kamarnya seorang diri. Setelah kemarin malam Jungkook bergabung makan malam bersama sang ayah dan mama, juga bagaimana pemuda itu menutupi kelakuan busuknya dengan sangat apik membuat Jihye rasanya sangat kesal.

Jungkook bahkan berhasil mengambil satu waktu di mana ia dan Jihye hanya berdua sementara ayah dan mama memilih bersantai di ruang santai untuk menonton berita di malam hari. Jungkook terus meminta maaf dan memaksanya untuk kembali—pun pemuda itu berkata jujur bahwa ia amat cemburu jika Jihye dan Taehyung bersama. Padahal, Jihye sama sekali tidak menyukai Taehyung setampan apa pun kakak tingkatnya tersebut.

Entah kenapa, Jihye begitu yakin bahwa Jungkook hanya ingin mempermainkannya. Dilihat dari penampilan lelaki itu saat datang ke rumahnya sambil memakai motor ninjanya. Jihye dapat mencium parfum manis khas perempuan, sedangkan aroma parfum Jungkook itu maskulin dan tidak pernah ganti sejak dulu.

Dan sekarang, ditambah pernyataan sahabat Jungkook yang tengah mencoba mendekatinya. Siapa lagi kalau bukan Taehyung.

Pemuda Kim itu baru saja mengiriminya pesan setengah jam silam yang mengatakan bahwa Jungkook masih menjalin hubungan dengan mantannya yang bernama Solhee. Bukan hanya itu, Taehyung pun memberitahu kalau sebelum putus, Jungkook memang sudah selingkuh dengan Solhee sejak lama.

Jihye tentu tidak terkejut. Sebab sudah beberapa bulan ia merasakan perubahan sikap Jungkook yang begitu janggal baginya saat masih bersama. Jika dulu pemuda itu tak pernah lewat mengabari dan selalu menemuinya setiap istirahat makan siang, sejak adanya Solhee, Jungkook mulai menjauh dan seolah melupakan Jihye.

Jihye tidak tahu kenapa setiap mengingat Jungkook rasanya selalu sesakit ini. Jika ditanya apakah Jihye masih mencintai Jungkook, jawabannya adalah iya. Dua tahun bersama bukanlah waktu yang singkat, apalagi sejak awal hubungan mereka, sikap Jungkook sangat manis padanya—hingga membuat Jihye beruntung menjadi kekasih Jungkook.

Jujur saja, Jihye sangat kesulitan melupakan Jungkook. Menghilangkan perasaan cinta yang sudah tumbuh sejak SMP. Hanya pemuda Jeon itu pula yang mengenalkannya pada kehidupan di luar sana. Dulu sebelum mengenal Jungkook, Jihye hanya terdiam di rumah sambil bermain bersama kucing kesayangannya. Hidupnya monoton dan tidak berwarna, namun Jungkook berhasil mengubahnya.

Ketukan pada pintu kamarnya membuat lamunan Jihye terganggu. Gadis Park itu lekas menoleh pada pintu dan berteriak, "Masuk!"

Sang mama datang membawa segelas susu cokelat untuk Jihye. Wanita paruh baya itu duduk di tepi ranjang dan menunggu anaknya menyusul duduk di sampingnya. "Sedang memikirkan sesuatu, ya?" tanya mama setelah Jihye mengambil gelas di genggamannya.

Jihye mengangguk. "Ma, jangan bilang apa pun pada Jungkook kalau kita akan pindah, oke?"

Mama mengernyitkan keningnya bingung. "Memangnya kenapa? Ada masalah dengan Jungkook, hm?"

Jihye lagi-lagi mengangguk. "Sebenarnya Jiya dan Kak Jungkook sudah putus." Mama menunjukkan raut muka terkejutnya. "Jiya harap Mama bisa mengerti untuk tidak melibatkan dia lagi di hari kita pergi."

"Apa yang membuat kalian putus? Ah, padahal Mama sangat menyukai Jungkook," ujar sang mama lalu menerima gelas kosong dari tangan Jihye.

"Jiya tahu Kak Jungkook adalah laki-laki yang baik bagi ayah dan Mama, tapi tidak bagi Jiya. Lagi pula, bukankah seharusnya Jiya fokus saja pada pendidikan Jiya sekarang? Jiya tidak mau nilainya turun lagi karena memikirkan Kak Jungkook," jelasnya.

Mama mengacak surai Jihye yang baru dipangkas siang tadi di salon sebatas bahu. "Baiklah, yang terbaik untuk anak Mama. Tapi untuk tidak mengatakan pada Jungkook jika kita akan pergi ... apa dia tidak akan mencari? Kalau dia kebingungan bagaimana?" Kedua alis mama saling betautan seraya menatap anaknya yang kini mengulum bibir.

"Tidak akan, Jiya yakin. Kak Jungkook ... dia sudah punya pacar baru. Jadi, sangat tidak mungkin jika ia akan mencari Jiya. Iya, 'kan?"

Mama nampak terkejut manakala Jihye mengatakan bahwa Jungkook sudah memiliki kekasih. Akan tetapi, daripada bertanya lebih lanjut, sang mama lebih memilih tutup mulut. "Oke, Mama mengerti sekarang. Apakah hari ini kau akan pergi dengan Sora dan Kara? Kalau tidak, Mama akan mengajakmu ke mal untuk membeli barang-barang yang kita perlukan untuk mengemas."

Jihye lekas mengangguk. "Jiya akan ikut," katanya sebelum mama meninggalkannya di kamar.

Sejemang, Jihye dapat bernapas lega karena ia bisa menceritakan pada sang mama meskipun tidak banyak. Yang jelas, Jihye sudah lega sebab mama telah mengetahui hubungannya dengan Jungkook bukan lagi berstatus pacar. Jadi, mama tidak akan lagi menyuruh Jungkook untuk main ke rumah dan makan malam bersama setiap hari.

Well, mama dan ayah memang sesayang itu dengan Jungkook. Pemuda Jeon itu sangat pandai bermain peran di depan kedua orang tua Jihye. Menunjukkan sikap baiknya agar dicap sebagai calon menantu yang cocok untuk anaknya. Nyatanya, Jungkook adalah bajingan muda yang menyakitinya.

....

"Sudah tidak ada lagi yang mau dibeli, Jiy?"

Jihye sontak menggeleng manakala sang mama bertanya. "Ini sudah terlalu banyak, Ma. Kita tidak bisa membawanya kalau menambah barang belanjaan lagi," jawab Jihye yang tengah mendorong troli sedikit malas.

Begini rasanya berbelanja dengan sang mama. Seharusnya, sih, bisa to the point agar tidak memakan waktu lama, tapi sang mama malah mengulur banyak waktu dengen melihat-lihat barang-barang tidak penting—membuat kaki Jihye yang berbalut dokmar itu pegal-pegal karena terlalu lama berjalan.

Pada saat mereka antre di kasir, Jihye izin meninggalkan sang mama untuk memilih parfum sebab parfum yang ia pakai akhir-akhir ini sudah habis. Jihye membau satu demi satu parfum tersebut. Namun, rungunya tidak sengaja mendengar pembicaraan beberapa orang lelaki di rak belakangnya. Jihye tidak tahu pasti, tapi mungkin itu adalah rak khusus alat olahraga.

Keningnya mengernyit ragu, tapi ia merasa bahwa beberapa suara yang dihasilkan itu berasal dari mulut-mulut orang yang tak asing baginya.

"Lebih baik kau mundur saja dari tantangan ini. Lagi pula, aku yakin bahwa Jihye-mu itu tidak akan kembali ke dalam pelukanmu lagi." Manik Jihye terbelalak kaget saat namanya disebut-sebut. "Sudahlah ... relakan motor ninjamu untuk kami. Kita akan berikan beberapa uangnya setelah menjual kendaraanmu, Jungkook-ah. Bukankah Solhee sudah cukup membuatmu puas?"

Jihye meremas botol kaca parfum yang ia pegang. Air matanya berkumpul di pelupuk mata manakala mengetahu fakta bahwa Jungkook ternyata hanya menjadikannya bahan taruhan. Tidak salah prasangka buruknya selama ini. Jungkook memang hanya main-main dengannya.

Gadis Park itu menyeka air matanya dan meletakkan botol parfum ke atas rak. Tungkainya melangkah gesit untuk menghampiri rak di sampingnya. Kemudian ia dapat melihat ekspresi terkejut dari ketiga pemuda yang sedang berdiri menghadapnya. Ada Jungkook, kakak dari Min Kara, dan juga Taehyung.

"Bagus. Jadi, kau memang lelaki brengsek, ya?!" Jihye melangkah menghampiri Jungkook dan menampar pipinya sangat keras hingga Yoongi dan Taehyung membelalakkan mata kaget. "Satu tamparan memang belum cukup untuk membayar semua perlakuanmu! Tapi, akan tidak pantas jika aku melukai orang lain terlalu banyak."

Jihye menepis tangan Jungkook yang hendak memegang lengannya. Gadis itu kemudian menatap Taehyung sinis. "Sunbae, aku yakin kau juga menjadikanku target dari permainanmu. Bukan begitu?" Taehyung lekas menggeleng. Pemuda itu nyaris berbicara untuk menjelaskan, tapi Jihye sudah lebih dulu mengudarakan jari telunjuknya. "Diamlah. Kalian memang orang-orang brengsek yang bisanya cuma menyakiti kaum perempuan. Aku harap kalian diampuni!"

Jihye memutar badan dan melangkah lebar. Air matanya luruh lagi saat tungkainya fokus berlari untuk menghindari Jungkook yang mengejarnya dari belakang. "Jiya, bukan itu maksudku ... kau salah dengar. Kau harus mendengarkan penjelasanku du—" Jungkook terpaksa menghentikan ucapannya manakala melihat Jihye sesenggukan memeluk mamanya di depan meja kasir.

Mama yang kebingungan hanya bisa membalas pelukan sang anak sembari menepuk punggung gemetar itu untuk menenangkan. Sejenak, sang mama bisa melihat Jungkook yang berdiri stagnan di sana. Mengembuskan napas dalam, mama menyuruh Jungkook untuk pergi melalui gerakan tangannya.

"Sudah, ya ... malu, Sayang. Banyak orang yang melihat kita."

"Jungkook jahat, Ma!" Itu adalah kalimat terakhir sebelum Jihye membisu sepanjang sehari di hari Minggu ini.

Knowing Me, Knowing You ✓Where stories live. Discover now