Prolog.

26K 2K 213
                                    

"Anak bukan sebuah kesalahan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Anak bukan sebuah kesalahan. Kelahiran dan kehadirannya sudah Tuhan yang atur. Kamu, tidak berhak membunuhnya!"

-Valentcia Marvelia Giandra.





Plak!

"Lo gila, ya?! Lo mau bunuh anak lo?!"

"Nggak usah ikut campur! Anak ini nggak pernah gue harapin kalo gue tau ayahnya brengsek!"

Plak!

"Ayahnya brengsek karena udah ninggalin lo sama anak lo, tapi lo bakal jauh lebih brengsek kalo lo bunuh anak lo sendiri!"

"Diam, Valent! Lo nggak tau apa-apa!" teriak Vanya–kakak kandung Valent dan juga ibu kandung bayi tersebut.

Valent mengepalkan tangannya, dia sangat ingin mencakar wajah Vanya karena tidak bisa lagi berpikir jernih.

"Iya, gue emang nggak tau apa-apa tentang melahirkan karena gue belum ngalamin, tapi gue tau apa itu arti nyawa seseorang!"

"Vanya, anak lo bukan sebuah kesalahan. Dia lahir dan dia ada di sini karena Tuhan yang atur. Lo, nggak berhak buat bunuh anak lo!"

Vanya melepaskan gunting yang dia pegang. Jangan tanya untuk apa gunting tersebut, pastinya untuk membunuh anaknya sendiri.

Vanya kalut, Vanya tidak bisa berpikir sehat, Vanya sakit hati, dan Vanya membenci anaknya.

Ayah dari anaknya Vanya pergi begitu saja saat Vanya melahirkan, hilang kabar, bahkan tidak bisa ditemukan informasi tentangnya.

"Gue benci anak ini, Val, gue nggak mau liat dia, gue muak! Setiap gue liat dia gue berasa liat cowok brengsek itu!" Isakan Vanya terdengar, tetapi matanya menatap benci bayi yang sedang tertidur pulas.

"Gue udah ngorbanin diri gue, tapi dia malah ninggalin gue pas gue ngelahirin anaknya! Gue sama dia yang berbuat, tapi kenapa cuman gue yang nanggung akibatnya?!"

vanya mengambil gunting itu dan memainkannya seperti orang yang tidak waras.  "Jadi, lebih baik gue bunuh anak sialan ini!"

"Stop, Bitch!" Valent berlari mendekati ranjang bayi dan menggendong anak Vanya.

Vanya menatap Valent bingung karena Valent menatapnya penuh rasa kecewa.

"Kalo lo nggak mau anak ini, biarin anak ini jadi anak gue. Gue bakal rawat dia, gue bakal jagain dia, dan gue bakal gantiin lo sebagai mamanya!"

Vanya tersenyum lebar. Baginya, seperti Surga saat Valent mengatakan kalau dia ingin merawat bayi tersebut.

"Bagus, jadi gue nggak perlu bunuh anak brengsek itu. Lo urus anak itu, gue bakal pergi jauh dari kehidupan kalian, terutama bayi sialan yang lo gendong itu!"

Valent memejamkan matanya, berusaha untuk menahan emosinya.

Anak Vanya yang dikatai, tetapi Valent yang sakit hati.

"Pergi jauh-jauh dari kehidupan kita, jangan pernah dateng lagi, Vanya. Anak lo nggak butuh sosok seorang Ibu kaya lo!"

Vanya langsung memasuki beberapa pakaiannya ke dalam koper dan barang-barang lain yang menurutnya penting.

"Gue nggak bakal ganggu kalian, lo silakan urus anak itu. Gue pergi, bye!" Vanya keluar membawa kopernya dengan perasaan senang.

Valent menatap punggung Vanya sambil meneteskan air matanga. "Semoga suatu saat nanti lo nggak nyesel sama keputusan lo sendiri, Vanya."

Bayi itu membuka matanya dan menatap Valent, senyuman Valent menggantikan air mata yang jatuh tadi.

Tidak menangis sama sekali, bayi berusia 5 bulan itu justru menarik bibirnya membentuk senyuman kecil.

"Hai, cantiknya Aunty. Kenapa senyum-senyum? Kamu nggak sedih sama kepergian mama kamu? Harusan kamu nangis, tapi kayanya kamu lebih seneng kalo mama kamu pergi, ya dari pada di sini dia malah mau bunuh kamu.

"Aunty bingung mau manggil kamu apa, karena kamu dari lahir belum dikasih nama sama orang tua kamu."

Valent menatap dalam mata bayi itu dan senyuman manis terlihat di bibir Valent.

"Agatha Gabriels Giandra."

"Yah, itu nama kamu. Kenapa belakangnya nama Aunty? Sebagai tanda kalo kamu milik Aunty sekarang, sampe Tuhan mengatakan waktunya selesai."

"

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
My Aunt My Hero [END].Donde viven las historias. Descúbrelo ahora