Kamu, Siapaku?

162 23 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala sayyidina muhammad.

°°°

"Gu-gue minta maaf, Cha."

Faricha mencoba memperjelas fungsi telinganya. Mungkin ini efek cuaca yang terlalu panas atau apa, sehingga membuat telinganya berhalusinasi bahwa ia mendengar laki-laki yang berdiri tak jauh darinya itu mengucapkan maaf.

"Hah?" Bilman menghela nafas panjang. "Gue minta maaf, Cha," ulang Bilman.

Faricha mengangguk, ternyata ia tak salah dengar. Ia sebenarnya sudah lebih ikhlas dan lapang dada, karena mungkin mereka yang mencibir Faricha merupakan fansbase-nya Bilman, jadi tak heran kalau mereka begitu, seperti fans-nya Dhani waktu itu.

"Aku sudah maafin kok." Bilman menaikkan dagunya. Ia terkejut. Kenapa? Karena Faricha yang dulu ia kenal adalah Faricha yang keras kepala dan terlalu cuek untuk hal seperti ini.

"Gue minta maaf. Lo boleh kok, bales gue, apapun." Faricha melirik sekilah pada Bilman. "Kita itu beda, dan beda itu tak sama. Kamu bisa melakukan itu sama aku, tapi aku tidak. Karena, jika aku membalas, itu berarti aku sama saja kayak kamu. Keburukan tak harus dibalas dengan keburukan, ada hal lain yang lebih berguna untuk dilakukan dari pada sekedar menyusun rencana dan membalas keburukan dengan keburukan." Ucapan Faricha terhenti karena helaan nafasnya.

"Keburukan jika dibalas keburukan tidak akan jadi baik, malah jadi semakin buruk. Jadi, jangan suruh aku untuk membalaskan keburukanmu."

Bilman menarik nafas pelan. Pelan tapi pasti, ia dapat melihat perbedaan gadis itu, dari bocah kecil yang cengeng menjadi sosok gadis manis yang bijak dan lebih berpemikiran dewasa.

"Nggak dari perbuatan juga nggak pa-pa, lo bisa bales gue dengan do'ain gue yang jelek-jelek juga gue nggak masalah," ucap Bilman. Ia merasa bersalah mengatakan itu sebenarnya, tapi ia juga merasa sangat bersalah karena telah berbuat tak adil pada Faricha, dan gadis itu memaafkannya dengan kelapangan hati begitu saja.

"Jangan suka do'ain orang yang buruk-buruk, karena do'a kita, bisa berbalik kepada diri kita sendiri," jawab Faricha. Bilman melihat penuh kearahnya. "Jadi, gue harus gimana biar lo maafin gue?"

"Kan aku sudah maafin Kakak, jadi jangan repot-repot untuk menyuruhku apapun, apalagi menyuruhku melakukan hal yang tidak baik. Aku permisi, Kak. Assalamu'alaykum." Faricha pergi dari hadapan Bilman, mengingat kalau ini sudah sore, takut bundanya menunggu dengan cemas di rumah, apalagi sekarang pasti sepedanya sedang sendirian di parkiran, karena ia yakin kalau Deva sudah pulang terlebih dahulu.

Ia melangkah menuju parkiran, dengan sesekali menyenandungkan sholawat nabi. Betapa terkejutnya ia saat sampai di paskiran, ternyata masih ada Deva yang sudah duduk di boncengan sepedanya.

"Kok lama banget, piket dulu ya?"  Tanya Deva. Faricha menggeleng, dan Deva pun menaikkan alis kirinya. "Ada urusan sebentar tadi." Faricha menaikkan standar sepedanya, dan menuntunnya hingga gerbang diikuti oleh Deva. "Lagian, Va. Aku kira kamu sudah pulang duluan tadi."

"Ya nggaklah, mau nyabrangin teman juga toh." Faricha melirik kearah Deva. Faricha tau, kalau ia masih trauma dengan kejadian yang sudah cukup lama itu, tapi entah mengapa ia terlalu sulit menghilangkan trauma.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang