Tetangga Baru

73 12 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.

Selamat membaca😊

°°°°

Remaja laki-laki itu pulang dengan wajah lelah. Meskipun di sekolah tidak melakukan apa-apa—selain nongkrong di rooftop bersama teman-temannya, entah mengapa ia merasa mudah kelelahan.

Ia menjatuhkan diri di sofa ruang tengahnya, namun netranya tidak sengaja menemukan wanita kesayangannya yang sedang mengangkat beberapa barang dalam kardus, dibantu oleh pembantu dan tukang kebunnya.

Pandangan wanita itu menangkap keberadaan dirinya yang hanya menontoni mereka.

"Dek, sini bantuin!" pinta Abel seraya menggerakkan tangannya, menyuruh putranya untuk menuju ke arahnya.

Laki-laki itu menunjuk dirinya sendiri. "Aku?" Membuat Abel menatap tajam ke arahnya.

"Eh, iya-iya."

Dhani pun melangkah menuju ke arah dua wanita dan satu pria paruh baya itu—meninggalkan tasnya yang tergeletak sembarang di sofa. Ia menaiki tangga dengan cepat agar secepatnya sampai di depan mereka.

"Aku suruh ngapain?" tanyanya.

"Itu, Den. Di dalam kamar Ibu banyak kardus-kardus, nah … itu dibawa ke depan," ujar Pak Malik, tukang kebunnya.

Lelaki itu menganggukkan kepala, lantas berjalan memasuki kamar Sang mama. Dahinya berkerut dalam, mendapati buku-buku di rak sudah kosong, ia pun jadi penasaran, lemari pakaian Abel kosong juga kah? Tanpa sopan santun, ia membuka lemari pakaian orang tuanya. Sudah kosong, pandangannya malah menangkap tiga buah koper besar berada di sudut ruangan.

Ia pun keluar dari kamar tersebut—melupakan kardus-kardus yang seharusnya ia bawa. Langkahnya cepat menuju ke arah tiga orang tadi yang sekarang sudah mendudukkan diri di ruang tengah.

"Ma," panggilnya.

Abel mendongak ke arah putranya yang tinggi semampai. "Loh, Dek. Kok kardus-kardusnya nggak dibawa turun?" tanya Abel, membuat lelaki itu menghela nafas pelan.

"Ma, sebenernya kita mau kemana sih? Kok barang-barang Mama sama Papa nggak ada di tempatnya?" tanya Dhani kesal.

"Kamu bawa dulu kardusnya ke sini."

"Mama jelasin dulu!" kekeuh Dhani.

Abel menarik nafas dalam, lalu menghelanya pelan melalui mulut. "Iya, kamu bawa kardus-kardus itu dulu, baru setelah itu Mama ceritain, Dek. Astagfirullah … punya anak gini banget sih?" aduh Abel.

"Iya," sahut Dhani seadanya, lalu kembali naik ke lantai dua untuk mengambil lima kardus besar secara bergantian. Setelah itu, barulah ia mendudukkan diri di samping Pak Malik, berhadapan langsung dengan wanita itu.

"Gini ya, Dek. Papa mau rumah ini direnovasi, Mama nggak tau apa aja yang mau direnov, Mama ngikut Papa aja," ujar Abel.

"Terus, sekolahku?" tanya Dhani beralasan, padahal ia tidak memikirkan tentang sekolah, hanya saja ia sudah terlalu nyaman tinggal di rumah ini sejak lahir.

FarichaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora