Part 17

3.5K 389 42
                                    

Nuca hanya diam.

1..
2..
3..

Aku menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya. Namun, dia tetap diam.  Mulutnya seakan terkunci rapat.

Egois sekali. Melarangku bersama laki-laki lain tapi ia sendiri tidak bisa melepaskan Lyo.

Kenapa sangat sulit baginya untuk menjawab? Kenapa ia selalu membuatku menerka apa yang ada di dalam pikirannya? Aku tersenyum masam sembari menganggukan kepalaku.

"Sekarang aku ngerti," ucapku kemudian meninggalkannya yang masih berdiri disana menatap kepergianku.

Sebenarnya aku sangat benci harus kembali bertengkar dengannya. Tapi kenapa keadaan selalu membuatku kami seperti ini? Aku mencintainya, tapi jika kau di posisiku apakah kau akan terus menerima kalau diperlakukan seperti ini?

***

Hari ini Nuca tidak menjemputku. Aku berangkat sekolah diantar oleh supirku. Setelah kejadian malam itu, kami tidak berhubungan sama sekali, rasanya akan sangat canggung jika harus berangkat sekolah bersamanya.

"Pak, ga usah dijemput yah nanti, aku pulang bareng temen aku."

Aku mempunyai janji akan datang ke lomba Sam setelah pulang sekolah nanti. Ia memintaku untuk datang dan aku tidak mempunyai alasan untuk menolaknya.

"Iya neng."

Setelah mobilku berlalu, aku pun melangkahkan kakiku memasuki gerbang sekolah.

Dari kejauhan aku melihat Nuca yang berjalan berlawanan arah denganku. Aku menarik napas panjang, mencoba untuk terlihat baik-baik saja.

Semakin dekat.

Dan ternyata, ia hanya melewatiku. Ia melewatiku tanpa sendikitpun menatapku.

Sepertinya ia sudah kembali menjadi Nuca yang dingin? Entahlah. Aku membalikkan tubuhku, menatap punggungnya yang kian menjauh dan menghilang dari pandanganku.

***

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku membereskan barang-barangku yang masih berserakan di meja sebelum akhirnya melangkahkan kakiku ke luar kelas.

Sebenarnya aku ingin mengajak Keisya untuk melihat Sam lomba hari ini, karena aku tidak berani untuk pergi sendirian. Tapi mengingat kami masih belum bertegur sapa seperti dulu lagi sejak kejadian itu membuatku mengurungkan diri untuk mengajaknya.

"Tiaraaa," panggil Jake saat aku melintasi kelasnya.

Aku hanya tersenyum kecil lalu melanjutkan langkahku.

Jake pun menghalangi langkahku.
"Mau kemana, Ra? Buru-buru banget?"

"Mau pulang."

"Nongki yuk."

"Aku ada kerjaan."

"Kerjaan apa Ra? Aku temenin yah?"

"Ga usah Jake."

"Ayo dong, Ra. Sekali aja," Jake meraih pergelangan tanganku.

Tap!

Seseorang mencengkram kuat tangan Jake dan melepaskannya dari tanganku secara paksa.

Unlove you Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz