Part 39 : Nuca's Point Of View

3.3K 520 386
                                    

4 tahun yang lalu

"Ma.. jangan tinggalin Nuca," gumamku berulang dengan lumuran air mata.

Napasku tercekat sembari terus memohon agar ibuku tetap bertahan.

Hatiku hancur, perih sekali rasanya melihat ibuku yang terbaring kaku dengan peralatan medis yang melilit tubuhnya. Aku membenamkan wajahku di pelukan ibuku, aku tidak akan melepaskannya.

Aku tidak ingin kehilangannya.

Aku menggenggam kuat jemari ibu yang kini masih tersenyum padaku. Bahkan ia mencoba tersenyum saat berada di ambang kematiannya hanya karena ia tidak ingin aku bersedih.

"Ma.. kalo mama pergi siapa yang mau masakin Nuca lagi? Siapa yang mau nyiapin baju Nuca sebelum sekolah? Siapa yang bakal nganter Nuca tiap lomba? Siapa yang ngingetin Nuca makan?" Ucapku di sela isak tangis.
"Siapa yang mau jadi ibu Nuca ma?"

Ku rasakan sesuatu yang menusuk ulu hatiku sampai rasanya aku sangat sulit untuk bernapas.

Sakit sekali.

Aku menggelengkan kepalaku saat melihat ibu yang berusaha untuk berucap sesuatu. Aku tidak ingin memaksanya untuk menenangkanku atau menghiburku, aku hanya ingin dia sembuh dan kembali sehat.

"Mama kuat yah? Mama harus sembuh.. Demi Nuca ma."

Sementara itu ayah mengusap pundakku untuk menenangkanku.

"Ini semua gara-gara papa! Papa selalu kasar sama mama! Papa jahat sama mama!" aku menepis tangan ayahku kasar lalu kembali memeluk ibuku. "Papa yang bikin mama sakit!"

"Nuca... M-aaf..in.. mama."

Aku kembali menggeleng.

"Kenapa harus minta maaf? Kan mama bentar lagi sembuh?"

"Nuca.." ibuku tersenyum, diusapnya puncak kepalaku lembut. "..jadi anak.. yang.. baik.. yah sayang. Jangan.. ngelawan.. papa.. mama mohon.. sama Nuca."

Aku mengangguk cepat.
"Nuca janji ga bakal ngelawan papa lagi. Tapi mama jangan tinggalin Nuca yah ma?"

Ibuku pun hanya membalas dengan senyuman.

Senyuman yang kemudian menjadi senyuman terakhir yang ku lihat dari bibirnya.

Senyuman yang kemudian menjadi perpisahanku dengannya, perpisahanku dengan orang yang paling ku cintai.

Genggaman tangannya mengendur.

Hatiku mencelos ketika akhirnya hanya suara nyaring dari elektrokardiogram yang memenuhi indra pendengaranku.

Duniaku seakan runtuh seketika.

Jantungku seakan berhenti berdetak.

Aku.. kehilangan orang yang teramat ku sayangi.

Ibuku telah pulang.

Pulang ke surga-Nya.

Meninggalkanku seorang sendiri.

Hari itu ku kenang sebagai mimpi terburuk yang pernah ku alami dan tidak akan pernah ingin ku ulangi lagi.

Setelah pemakaman ibuku, entah mengapa aku mulai merasa kehilangan arah, kehilangan akal sehat, aku tidak bisa tidur berhari-hari, mengurung diri, melukai diriku sendiri dan bahkan aku pernah berniat bunuh diri saat itu.

Aku ingat hari dimana saat aku perlahan mendekatkan gunting ke pergelangan tanganku.

"Nuca, buka kamarnya! Kamu belum makan! Kamu bisa sakit kalo gini terus!" teriak Tiara dari luar kamarku.

Unlove you Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu