Nomor 2 Kejutan Lanita

1.6K 1.6K 220
                                    

Pertandingan sengit sedang terjadi di salah satu stadion lapangan futsal. Pemain yang merupakan anak SMA Tarumanegara lawan anak SMA Pradana masing-masing mengenakan baju biru dan putih. Keduanya nampak ingin menjebol bola ke gawang lawan dengan cepat, sebab waktu bermain sebentar lagi akan berakhir.

Suporter yang ada di tribun ramai meneriakkan kubu masing-masing. Tepukan balon gas berbentuk panjang tak gentar untuk terus menimbulkan suara berisik demi memeriahkan suasana. Belum lagi seruan perempuan-perempuan yang memekikkan telinga mampu menembus ke lapangan. Padahal jarak dari tribun atas ke lapangan lumayan jauh.

Dari lantai dua, melalui pintu masuk, datang Lanita yang mengenakan topi gepeng berwarna peach. Rok plisket jenis premium berwarna putih menutupi kakinya sampai atas mata kaki, untuk tubuh bagian atasnya ditutupi oleh kaos putih bertuliskan 'Bomat' dengan gambar lubang hidung perempuan, yang dilapisi lagi oleh cardigan rajut kebesaran berwarna senada dengan topi gepengnya. Tingginya yang mencapai 160 itu berdiri tegak di tribun yang penuh sesak oleh lautan manusia.

Hari minggu bukannya melakukan kegiatan sejuta umat yaitu mencuci baju malah kelayapan di sini, salahkan sosok di depannya, Daisy, sahabat sejak SMP yang menyeretnya dari kegiatan penuh drama merobek pewangi pakaian dengan gigi yang tak kunjung berhasil. Diimingi akan ditraktir nonton film, Lanita menuruti gadis yang hari ini mengenakan celana kulot abu dipadukan jaket jeans senada, dan membiarkan rambut sedadanya terurai. Padahal Lanita tahu, dia belum keramas dua hari ini.

Tangan Daisy tiba-tiba menarik tangan Lanita agar berjalan cepat menuju bangku tengah tribun yang kosong, sebelum kehilangan kesempatan untuk menonton pertandingan, mereka juga tak boleh kehilangan kesempatan untuk mencuri tempat duduk orang lain. Sedangkan para suporter sekali lagi makin gencar menyuarakan euforia mereka.

"RAMAAAAAA!"

Lanita lekas menutup kuping dan langsung membelalakkan mata sembari menoleh, mendapati euforia sembilan perempuan dengan dandanan paling nyentrik sejagad raya, pipi mereka seperti dibanjiri bedak padat dan lipstik setruk, belum lagi pakaian warna-warni yang jelas saling bertabrakan hingga membuat mata sakit. Teriakan mereka begitu keras sampai rasanya pita suara itu terbuat dari baja. Kalau saja ini bukan di tribun, Lanita ingin menimpuk mulut mereka dengan deterjen, biar tak menodai pendengaran dan matanya.

"Ta, ayo cepet!" Daisy menyuruhnya berjalan lagi menuju ke tengah tribun. Lanita mengangguk, mencoba mendekati tempat duduk yang dituju, sebab perjuangannya adalah melewati orang-orang yang terus berteriak-teriak sambil menepuk properti yang mereka bawa.

"GOOOLLLL!" Sekarang bukan hanya kesembilan perempuan tadi lagi yang mampu membuat telinga Lanita lumpuh, namun semua penonton di sisi kiri ini. Setelah menghabiskan waktu 5 menit untuk melewati para penonton yang berteriak histeris, akhirnya Lanita bisa bernapas lega saat Daisy menyuruhnya duduk.

"Untung ya, Sy. Gue lagi baik hari ini, kalo gue jahat udah daritadi gue gelindingin lo dari tribun ke lapangan," omel Lanita menyandarkan tubuhnya ke kursi. Sayang, ternyata sandaran itu rusak dan hampir membuat Lanita terjungkal.

Daisy malah tertawa. "Sekali-kali, Ta. Kapan lagi coba lo lihat calon bidadara surga."

"Hah! Bidadara surga jidat lo. Mana ada?" Tepis Lanita keki, masih tidak terbiasa dengan suasana tribun yang berisik dan bangku tribun yang reot.

"Ada. Tuh!" Telunjuk Daisy langsung mengarah pada penjaga gawang SMA Tarumanegara.

Mata Lanita pun menoleh ke sana. Akibat banyak orang yang berdiri di tribun, meloncat-loncat, pandangan Lanita jadi sedikit terganggu. "Bidadara dari mananya?"

"Bisa runtuhin iman, Lanita," kekeuh Daisy terpesona.

Lanita tertawa keras. "Penjaga gawang butek gitu dibilang bidadara."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang