Nomor 14 Rama Bertindak

429 425 22
                                    

Rapat baru saja selesai. Setelah menghabiskan waktu bersama ketua OSIS SMA se-ibukota selama 5 jam, akhirnya Rama bisa mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Ruangan bergaya klasik yang memiliki dua layar lebar, meja bundar, dan deretan kursi itu nampak adem karena disertai pendingin ruangan. Aroma vanilla menyebar ke segala penjuru.

Kala jam istirahat itu, sekretaris OSIS SMA Tarumanegara membawakan makanan, berupa nasi dos dan sebotol air mineral yang telah disediakan panitia rapat.

"Makan dulu, Ram."

Sekretaris OSIS SMA Tarumanegara bukanlah perempuan, tapi laki-laki. Hal ini demi membuat Rama aman dan juga organisasi itu tidak terganggu. Sejak awal Rama menjadi ketua, belasan kali sekretaris diganti karena perempuannya begitu agresif. Rama yang harusnya bisa fokus mengurus organisasi besar di sekolah ini malah jadi keteteran mengurusi perempuan tersebut.

Alhasil terpilihlah Cakra, lelaki yang menjabat sebagai sekretaris ke 17. Lelaki dengan tinggi 172 cm, kulit sawo matang, mata minimalis, dan hidung mancung. Berkepribadian galak, ulet, dan perhatian.

"Habis ini gue ngapain?" Rama selesai menandatangani berkas kegiatan yang akan diselenggarakan.

"Main futsal bareng anak SMA Pradana jam 5 sore. Malam jam 8 hadirin acara ulang tahun SMA Adiwiyaksa. Udah itu aja." Serentetan kalimat tanpa titik itu nyaris begitu cepat diucapkan tanpa napas.

Rama menyorot Cakra dengan serius. "Itu tugas gue didampingin lo, kan?"

"Oh jelas!" Cakra menjawab dengan lugas. "Nggak bisa," lanjutnya.

"Lo tahu sendiri, gue nggak bisa datang sendiri kalo bawa OSIS."

"Itu sih derita lo."

Tangan Rama langsung menjitak kening Cakra.

Cakra rasanya ingin menjitak balik, namun jemari tangannya hanya bisa mengepal. Ia sadar diri. Rama bos, ia cuman bawahan. "Oke, fine! Tapi sebelum itu gue harus apelin Anggi dulu."

"Lo baru aja apelin dia tadi."

"Itu kan tadi," cibir Cakra, "apelinnya harus setiap 1 menit 45 detik 55 sekon! By the way, itu ada berkas yang harus lo tanda tangan. Persetujuan ikut debat pemilihan OSIS."

Rama langsung tanda tangan tanpa protes. Karena sekarang ia bersiap untuk makan, semenjak siang Rama sama sekali tak menyentuh makanan. Sibuk mengurus ini itu, nyaris membutakan Rama dalam mengatur pola makan, untung saja Cakra paham betul jika Rama sudah sibuk apa saja yang harus segera dia lakukan.

Baru saja hendak menyuap satu sendok, ponselnya berdenting beberapa kali, nyaris tak berhenti. Notifikasi masuk dengan terus menerus. Rama memeriksanya supaya tahu apa mau orang yang telah menyepamnya jam segini.

Syahdan
Lo dimana, Ram?
Gue nggak mau nolongin Medusa, nggak mau utang budi!
Tapi sifat baik gue meronta-ronta😭
Sandi ngamuk ke medusa! Lo buru datang!

Rama lekas berdiri. Pandangannya terfokus pada pesan yang Syahdan kirimkan. Rama tidak menduga kalau Sandi akan berani melukai Lanita. Memang hubungan Sandi dan Lanita terbilang tidak dekat, justru mendekati musuh, namun jika sampai senekat ini berarti Sandi memang tidak main-main. Hal ini bisa berbahaya bagi Lanita.

Cakra memandang Rama dengan kening mengernyit. Sontak matanya mulai terbelalak begitu melihat Rama membuka id card di lehernya dan lekas pergi dari ruang rapat.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang