Nomor 11 Pulang Bersama

675 672 41
                                    

Tora masuk ke dalam mobil, duduk di jok depan. Syahdan yang masih pusing masuk ke jok belakang bersama Rama yang pingsan. Sedangkan Lanita langsung mengambil alih kursi pengemudi.

"Ta, lo beneran bisa? Gue aja." Tora sungguh merasa bisa mengendarai mobil setelah zat beracun tadi sempat terhirup ke hidungnya.

"Jangan sok kuat! Gue tahu kalian nggak baik-baik aja." Lanita mengusap air mata di pipinya. Ia menyalakan mobil. "Kak Rama bisa mati kalo nggak dibawa ke rumah sakit."

Tubuh Rama memang mulai memucat, ia tergolek lemas di paha Syahdan. Dari ketiganya, Rama memang paling banyak dan lama menghirup gas beracun tadi. Ia merelakan dirinya lama keluar demi menyelamatkan nyawa yang lain.

"Tapi lo beneran bisa nggak bawa mobil?" Syahdan yang paling khawatir.

"Bisa!"

"Belajar di mana?"

Lanita sudah menarik gigi mobil ke belakang. "Timezone."

Tora dan Syahdan seketika melotot. Mobil langsung melaju kencang bak sedang balapan. Deru mesin mobil justru menjadi soundtrack dari berakhirnya hidup mereka di bumi.

"Alamat nggak sampe rumah sakit, langsung kuburan." Syahdan langsung pingsan.

***

Halte tempat Daisy menunggu bus sudah sepi. Lampunya saja nyaris mati karena hanya tersisa berapa watt saja. Selepas bekerja hanya beberapa jam, Daisy pun pulang dengan menggunakan celana jeans dan baju putih yang dilapisi cardigan hitam. Tas sekolahnya seperti bengkak karena berisi buku dan baju sekolah.

Daisy melihat dari kejauhan ada dua lelaki berpakaian urakan tengah berjalan ke arahnya. Perasaan Daisy jadi ketar-ketir. Apalagi tadi pagi ia sempat melihat berita tentang penemuan jasad perempuan yang diperkosa dan dibuang. Membayangkannya saja sudah membuat Daisy bergidik.

Tinggal sepuluh langkah. Pria-pria itu akan tiba. Dari jalan, tak ada tanda bus yang biasa ia tumpangi akan datang. Yang banyak berseliweran justru mobil itupun dengan kecepatan tinggi.

Daisy tak tahu harus minta bantuan ke siapa.

"Mau ikut?"

Tubuh Daisy terlonjak hingga ponselnya jatuh ke lantai halte. Gadis yang tengah dilanda panik ini malah dikageti.

"Astaga dragon!" Daisy memegang dadanya yang berdebar kencang. "Bisa muncul lewat depan nggak? Bukan dekat telinga."

Sandi akhirnya memutar, berdiri di depan Daisy. "Pilihannya hanya satu. Ikut gue."

"Pilihan?"

"Atau nggak mau memilih? Nggak papa. Preman itu bakalan habisin lo dalam kurun waktu 5 menit."

"Kak Sandi apaan sih!" Daisy makin kalut.

Sandi lantas berjalan beberapa langkah dan membuka pintu mobil belakangnya. Daisy sampai tidak sadar mobil Syahdan sudah tiba. "Masuk."

"Boleh numpang, Kak?"

"Bayarnya kayak tarif taksi."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang