Nomor 32 Besok Harinya

97 99 7
                                    

Tablet tipis berwarna putih tengah berada di tangan Rama. Jari Rama menscrool layar dengan perlahan agar matanya bisa menangkap informasi yang lengkap di sana. Jam baru menunjukkan pukul 11 siang. Pada waktu ini ketika di sekolah, sedang masuk proses belajar mengajar, jadi Rama tak bisa meminta tolong pada sahabatnya untuk memberikannya saran.

Bu Dayu yang membawakan air putih, buah-buahan, dan obat di piring kecil itu menghampiri Rama yang sedang berada di ruang tengah. Sudah sejam melihat tablet. Saat Bu Dayu berjalan dari belakang Rama, mata wanita berumur 50an ini akhirnya bisa melihat apa yang sedang Rama lihat.

"Mau makan malam di luar ya, Den?"

Rama terciduk, ia jadi salah tingkah sembari membalik layar ke bawah. "Ngagetin."

"Nyari makan di luar mah, di restoran kesukaan Aden aja. Ngapain perlu nyari?"

"Bukan buat saya."

"Oh mau makan sama teman-teman?"

Rama mendengkus. "Sama Lanita."

"Oalah! Ngomong!" Bu Dayu langsung duduk di samping Rama. "Mau kencan versi apa? Versi 90-an, 2000an, atau anak jaman now?"

Mendengar hal itu Rama langsung tertawa. "Rekomendasi yang bintang 5 ada?"

Bu Dayu tersenyum lebar dengan otak cemerlang.

***

Sepulang sekolah, Lanita dan Daisy berjalan menuju gerbang. Keduanya berbaur dengan siswa lain, satpam menjaga gerbang dan menegur sesekali  terutama untuk anak-anak yang ia kenal suka mencari masalah dengan tawuran.

Tepat di halaman parkir, tangan Lanita tiba-tiba ditahan.

"Lanita."

Mata dua gadis itu terbelalak. Daisy tersenyum karena akhirnya bisa bertemu lagi lelaki yang sekama ini ia kagumi, namun konteksnya berbeda pada Lanita yang begitu ingin menjauh dari Zack.

"Lo belum bantuin gue. Kapan Lanita?"

"Zack, gue nggak bisa sekarang."

"Kenapa? Karena Rama? Biar gue yang urus dia. Sekarang lo bantuin gue," pinta Zack. "Gue capek kayak gini terus, tidur gue nggak tenang, tiap malam gue selalu ingat kejadian itu. Bantu gue Lanita. Ya?"

Lanita melepas tangan Zack. "Gue nggak tahu dia dimana, gue juga hanya ingat sedikit dari dia. Jangan buat gue ingat hari itu lagi."

"Hari itu?" Daisy tiba-tuba mengajukan pertanyaan. "Hari apa?"

Lanita memandang Daisy dengan tidak enak. Hal ini sama sekali tidak bisa ia ceritakan pada Daisy. Ia merasa malu dan hina padahal tidak melakukannya, tapi tetap saja itu menakutkan. Zack juga enggan mengatakan yang sejujurnya. Hari itu adalah kesalahan fatal yang pernah ia lakukan.

"Lo ngapain di sini?!" Sandi memiting leher Zack.

"Dia mau apa, Ta?" Tora berdiri di sisi Lanita.

"Lo lagi, lo lagi. Untung Rama nggak masuk, kalo ada, udah direbus lo jadi sop kikil!" celetuk Syahdan. Ia merangkul Lanita. "Ayo pulang."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang