Nomor 20 Kalah Cepat

246 225 5
                                    

Keesokan harinya. SMA Tarumanegara kembali dibuka oleh satpam pada pukul 6 pagi. Selang beberapa menit kemudian satu dua siswa hadir, disusul puluhan dan ratusan siswa yang masuk secara bergantian.

Mobil, motor, dan sepeda dari siswa siswi masuk ke pekarangan. Terparkir manis dan rapi lalu kendaraan umum berhenti di depan pagar untuk menurunkan para siswa.

Lanita baru tiba. Ia memegang kedua tali ranselnya. Kedua kaki Lanita pun melangkah masuk, pertama lewat lobi sekolah lalu langsung menembus lapangan upacara. Saat itulah ia mendapati Rama dan ketiga temannya tengah berada di sana, berbincang serius nampaknya.

"Hai," sapa Lanita.

"Lah, medusa nggak kesiangan," sindir Syahdan.

Lanita melebarkan matanya. "Gue nggak pernah telat tau!"

"Udah sarapan belum, Ta?" tanya Tora.

"Belum." Lanita mengerjapkan mata imut. Syahdan yang melihat perubahan secepat itu langsung merasa mual.

"Sama. Gue juga belum." Tora menertawai jokesnya sendiri.

"Lawak lo badut," ejek Syahdan.

"Ada apa nih? Kok serius gitu?" tanya Lanita.

Syahdan membusungkan dada dengan raut wajahnya yang tengil. "Gue mau lomba wakilin Indonesia."

"Emang lo pinter?"

Dada Syahdan serasa jatuh ke tanah. "Eh anak jurig. Lo nggak kenal gue apa?"

"Sok bangga banget." Lanita mengibaskan rambutnya ke belakang.

"Iri tanda tak mampu."

Lanita berdecih mendengarnya. "Sombong jangan ketinggian, nanti kalah nangis."

Bukannya tersindir dan marah, Syahdan malah menyentil kepala Lanita seraya tertawa. "Heh, harusnya gue yang bilang. Lo udah nggak mampu, iri lagi, entar nangis lo! HAHAHA...."

"Ish!" Lanita kesal bukan main.

"Lanita." Rama memanggil. "Sebentar mau ikut. Kita nonton Syahdan tanding."

Syahdan yang masih tertawa langsung berhenti. "Dih, emang dia siapa?"

"Lanita kan teman lo juga." Rama membela.

Lanita dan Syahdan saling bertatapan. Lalu serempak menjawab, "Nggak!"


Langkah kaki mendekati mereka berlima, masuk ke lapangan upacara. Sepatunya yang berwarna putih mengkilat menandakan bahwa orang ini pastilah murid yang tak tahu aturan kedisiplinan. Saat si pemilik sepatu putih ini mendekat, ia bisa mendengar gelak tawa dan ejekan Syahdan dan Lanita yang terus berlanjut.

Lalu akhirnya ia memanggil, "Hai, semua!"

Kelima orang itu sontak menoleh, ada yang berbalik dengan mata melotot. Kedatangan orang ini berhasil menggemparkan dua orang yang ada di sana.

"Eh, hai Kakak tiriku," sapa Zack tersenyum lebar. "dan, hai, pacar."

Lanita dan Rama sama-sama membelalakkan mata. Keduanya yang memiliki suatu hubungan dengan Zack tampak bergeming begitu hadirnya Zack di sekolah ini. Ditambah dengan panggilan yang baru saja terlontar dari bibir lelaki berahang oval tersebut.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang