Nomor 39 Penyerangan Gunawan

40 28 0
                                    

Gedung aula belakang sudah rata dengan tanah. Puing-puing bangunan masih nampak berserakan. Kala itu, seseorang menginjak tanah bekas berdirinya gedung yang dibangun 6 tahun lalu ini.

Debu-debu mungkih sudah menempel di seluruh permukaan kulitnya. Tapi, hal itu tak lantas membuat orang ini pergi, ia justru makin masuk, menginjak material bangunan yang sudah dihancurkan oleh eskavator. Kemudian matanya tertuju pada sesajen yang ada di pojok. Kakinya melangkah mendekat dan berat. Lalu ketika ia berhenti, tangannya menyentuh bekas tembok yang kini sudah tak ada lagi. Meraba bagian itu dengan tangis pilu.

"Niken ... maaf aku baru bisa datang sekarang," lirih Hana, "Sebentar lagi Pak Gunawan akan dihukum. Aku janji, Niken. Aku janji bakalan balas perbuatan dia sama kamu."

Angin menerpa tubuh Hana. Disitulah seolah ada pengalaman spritual yang ia rasakan. Tentang kedatangan sesosok makhluk gaib yang pernah menjadi temannya.

***

Gunawan tampak memutar-mutar kunci mobil di jemarinya. Sebuah koper besar berwarna hitam terlihat manis berdiri di dekat meja kebesaran.

"Liburan. Liburan. Liburan," senandung Gunawan ceria. Nadanya meniru soundtrack dari animasi anak-anak. "Saya mau liburan. Melaju, bersama, mobil kesayangan. Indahnya hari ini, mari bergembira."

Hari ini ia bisa lebih cepat untuk liburan karena masalah perihal aula belakang dan file rongsokan itu telah selesai. Jadi, untuk mengistirahatkan kepalanya yang akhir-akhir ini pusing, Gunawan pun mengajukan cuti.

Sekarang Gunawan menyeret koper menuju parkiran. Berhubung keadaan sekolah telah sepi, Gunawan bebas melakukan apapun. Mau berputar, meloncat-loncat, salto, atau bahkan rol depan, tidak ada yang peduli. Sekolah ini adalah miliknya, garis bawahi, hanya milik Gunawan seorang.

Setibanya di parkiran, ia sudah memencet tombol kunci untuk membuka mobil. Saat lampu dan suara klakson menyala, Gunawan makin tersenyum bahagia.

Namun, kebahagiaan itu langsung hilang kala melihat sebuah mobil dengan sengaja menabrak mobil sedan kesayangannya.

"HEHH! ITU MOBIL SAYA!" jerit Gunawan histeris.

Si pengendara mobil membuka jendelanya. Muncullah wajah tengil Syahdan yang tersenyum sinis. "Mau kemana, Pak?"

"Syahdan!" geram Gunawan murka.

"Kayaknya nggak bisa liburan, deh. Mobilnya hancur tuh." Dagu Syahdan mengendik pada kondisi mobil sedan yang penyok. Sekali lagi ia tabrakan mobil itu dengan keras. Dibandingkan mobil Gunawan, mobil Syahdan masih tetap aman dan utuh, sedikit penyok namun tidak terlalu berpengaruh. Kata Syahdan, ya jelas itu dibeli lunas dengan uang halal.

Deru napas Gunawan memburu, ia lekas mendekati Syahdan untuk memghukumnya. Namun, sebelum itu terjadi. Pintu mobil di belakang Syahdan terbuka. Terlihat Sandi yang menekuk leher ke kanan kiri.

Gunawan nampak panik. Ia memundurkan langkahnya. "Apa-apaan ini?"

"Ayo, Pak. Liburan ke penjara," goda Syahdan.

Sandi mendekatinya dengan ekspresi tak ramah.

Gunawan langsung melarikan diri ke pagar belakang. Di sana ia bisa aman karena memiliki mobil pribadi. Sekarang Gunawan harus bisa melarikan diri dari anak-anak kurang ajar itu. Ia harus bisa selamat.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang