Part 1

491 29 6
                                    

"Pak..."

"Hmm?"

"Pak..."

"Yah..."

"Pak..."

"Ya Tuhan, apa sih Ra?"

"Hehehe, akhirnya bapak lihat saya."

"Kamu kenapa? Mau apa? Gak liat saya sibuk begini?"

"Liat si pak. Cuma pengen nyapa aja."

Menggeram dengan tangan sudah mengepal bos Inara menarik nafas panjang agar tak kebablasan memaki karyawannya yang terkenal absurd.

"Yah udah kalau gak penting, sana kembali kerja,"

"Pak..."

"Ra, kamu mau saya lempar pake steples ini?"

"Ih bapak kok senewen banget pagi begini, kan mau saya puji."

"Gak perlu. Sudah sana."

"Bapak ganteng deh."

"Sudah tahu."

"Boleh minta anaknya gak pak?"

"Ra, beneran bapak lempar loh ini."

Inara langsung terbirit-birit lari dari hadapan bosnya yang super cakep itu.

Hari ini pun dia tidak berhasil mendapatkan restu dari bosnya. Padahal Inara naksir berat sama anak pak bos. Semenjak anak pak bos mengenalkan diri di kantor, datang dari Jakarta setelah mengenyam pendidikan yang tinggi, dan mau mengambil alih kedudukan pak bos, Inara jatuh cinta. Inara bahkan tidak ambil pusing dengan perbedaan agama mereka. Pak bosnya aja sendiri waktu itu bilang tidak masalah jika anaknya menikah dengan muslim, tapi setidaknya bukan dia. Ditolak sebelum beperang itu rasanya hina dina sekali. Tapi Inara tidak mau menyerah. Pokoknya dia harus berhasil menjadi bagian keluarga pak bos yang memiliki gen sangat baik.

"Di rejek lagi?"

Inara mengangguk.

"Kamu sih gak tau diri banget. Sudah miskin, gak cantik mau sama anak bos, kan gak level."

"Sialan! Cinta kan gak pandang bulu,"

"Dasar. Kebanyakan baca harlequin kepalamu mereng. Cinta pandang fisik sama uang bego."

"Pak Radith bukan cowok seperti itu."

"Dari mana kamu tau? Liat sendiri ikan iparnya seperti apa. Kakaknya aja nikah sama model. Terus kakak keduanya nikah sama se-Ras-nya. Lah kamu itu pribumi sawo matang begitu gak pantes berdiri berdampingan sama dia yang kulitnya seputih salju. Mana mulus banget mukanya. Kamu gak berasa kek sampah apa kalau didekat-dekat keluarga mereka?"

Inara menggeleng.

"Ya Allah, kamu urat malunya putus atau gak ada sih Ra?"

"Apa hubunganya urat sama cinta?"

"Susah ngomong sama kamu ah. Sudah ini kerjain penawaran dari Intracawood. Sudah nelpon dari tadi bosnya."

Masih menunduk karena kecewa dia ditolak sama pak bos. Inara melangkah gontai duduk di kursinya. Dia menarik secarik kertas penawaran yang diminta kustumer dari tangan Maya .

"Banyak banget."

"Baguskan! Omset naik! Bos udah ngancem klu kamu gak bisa dapat semua atau gak tujuh puluh persen dari penawaran itu, kamu gak di gaji bulan ini."

"Ya Allah, sudah gak dikasih anaknya. Diancam pula gak digaji. Semalam mimpi apa yah aku?"

Inara menyalakan layar komputer lalu membuka program untuk mengecek stok barang.

Naksir Anak Boss. [ON-GOING]Where stories live. Discover now