21

99 26 5
                                    

14.00

Bel berbunyi, jam ke delapan sudah berahkir dan pelajaran Bu Diana sudah berakhir. Tibalah pergantian jam, ini yang di tunggu-tunggu oleh Rexa.

Tiba-tiba pak Budi selaku guru piket memasuki kelas X IPS 5. Siswa dan siswi yang tadinya sedang bermain ponsel terpaksa menaruhnya kembali ke dalam kantung celana karena pak Budi masuk ke dalam kelas dan berdiri di depan kelas X IPS 5.

"Pelajaran pak Asep kan? Pak Asep tadi menitipkan tugas, kalian mengerjakan paket halaman 296 dan di kumpulkan. Pak Asep lagi sakit. Untuk kalian harap tertib dan jangan menggangu kelas lain yang sedang belajar," peringat pak Budi dan langsung keluar dari kelas X IPS 5.

"Kerjain yuk Xa," ajak Sasa dan mengeluarkan buku sosiologi.

"Gue mau ke lapangan dulu. Mau nemuin Ferry."

"Cerita dong kenapa lu bisa deket sama kak Ferry?" Sasa mulai penasaran dengah sahabatnya ini.

"Enggak deket kok. Nanti lagi iya gue mau ke lapangan dulu," ucap Rexa dan pergi begitu saja keluar kelas dan menuju lapangan utama sekolah.

Kaki Rexa menjelajahkan ke seluruh lapangan utama. Mata Rexa tak sengaja melihat laki-laki yang tingginya hampir 180 cm sedang berlarian di lapangan dengan keringat menetes di seluruh permukaan wajahnya.

Merasa kasihan karena lelaki itu panas-panasan, Rexa segera memanggil laki-laki itu.

"Ferry!" teriak Rexa supaya yang dipanggil mendengar teriakannya.

Berhasil, laki-laki itu menengok dan menghampiri Rexa yang sedang duduk di kursi panjang yang sudah disediakan oleh pihak sekolah.

"Kenapa Re?" panggil Ferry. Walaupun Ferry sudah lari mengelilingi lapangan sekolah tetapi tidak ada rasa lelah sama sekali dan dapat dilihat sekarang keringat jatuh tepat di wajah Ferry.

Dengan inisiatif Rexa mengeluarkan sapu tangan dari kantung rok nya dan mengelap keringat Ferry dengan perlahan.

Ferry terkejut saat Rexa tiba-tiba mengelap begitu saja wajahnya. Ditatap nya mata Rexa dengan tulus, merasa di perhatikan, Rexa segera menghentikan aksinya dan terjadilah canggung diantara mereka berdua.

Ferry pun terkekeh melihat ekspresi wajah Rexa yang aneh tapi menurut Ferry sangat lucu. "Mukanya biasa aja kali," Ferry mencubit pipi Rexa dengan gemas.

"Sakit Ferry!' kesal Rexa.

"Eh iya Fer, nih air mineral buat lu, pasti haus kan?" Rexa memberikan satu botol air mineral kepada Ferry.

Segera Ferry menerimanya. "Tau aja deh lu. Enak nih seger banget air nya dingin." Ferry membuka botol minum itu dan segera meneguk hingga tandas.

"Fer, sorry gara-gara gue lu jadi harus dihukum. Lagian kenapa sih lu bohong ke Bu Diana, coba lu enggak bohong mungkin lu enggak bakal lari panas-panasan begini," tanyanya yang penasaran dengan Ferry.

Ferry menaruh botol air mineral di samping kursi. "Gue enggak panas-panasan tapi lu yang masuk UKS karena pingsan enggak kuat dengan panas matahari," kata Ferry dengan santainya.

"Lagipula gue cowo masa iya gue biarin cewe se-cantik lu di hukum sama Bu Diana. Gue udah biasa kok di hukum begini sama Bu Diana, udah kebal. Jadi lu enggak perlu kasihan sama gue," sambungnya.

"Tapi Fer, gue enggak enak sama lu. Masa iya gue yang bolos terus lu yang kena hukum, aneh banget," kata Rexa yang merasa kasihan dengan Ferry.

"Atau enggak gini aja, biar lu enak sama gue, nanti pulang sekolah bareng sama gue," jawab Ferry.

"Gimana iya? Iya udah deh," ujar Rexa lalu tersenyum. Merasa gemas dengan Rexa, Ferry mengacak-acak rambut Rexa dengan gemas.

"Iya udah, gue kelas dulu iya. Semangat larinya kakak Ferry," ledek Rexa.

"Sono masuk kelas, jangan bolos lagi, nanti kalo enggak ada gue malah ribet lagi."

^^^

"Abis dari mana lu Xa?" tanya Sasa sambil menulis.

Rexa menoleh ke arah Sasa. "Abis nemuin Ferry."

Sasa menaikkan alisnya dan menaruh pulpen lalu menatap Rexa dengan serius. "Sejak kapan lu manggil kakak kelas enggak pake embel-embel kak?"

Rexa terkekeh dengan wajah Sasa yang sangat serius. "Sejak tadi," jawabnya santai.

"Ada banyak hal yang belum lu ceritain ke gue," ucap Sasa sangat penasaran dengan Rexa.

"Apa sih Sa, kepo banget heran." walaupun Rexa mengatakan seperti itu tapi tetap saja Rexa menceritakan kisahnya dari awal sampai akhir.

Setelah mendengar cerita Rexa, Sasa terkejut. Sahabatnya yang kelihatannya sangat baik-baik saja saat menjalin hubungan tetapi tiba-tiba saja ingin memutuskan begitu saja gara-gara sahabatnya mencintai pria lain.

"Serius Xa lu mau putusin Vio?" tanya Sasa meyakinkan Rexa, siapa tahu saja Rexa berubah pikiran dan tidak memutuskan hubungannya.

Terdengar helaan nafas berat dari Rexa. "Yakin Sa. Gue enggak mau Vio berjuang sendiri sedangkan gue berjuang ke orang lain."

"Lu enggak mau mikir matang-matang Xa. Susah loh dapet cowo kaya Vio yang setia, baik pula. Masa iya lu perjuangin si Raven, cowo kaya gitu mah sukanya nyakitin mulu," jawab Sasa membuka pikiran Rexa.

"Ini urusan gue Sa. Gue udah dewasa, gue tau mana iya baik mana yang buruk. Gue enggak mau aja mainin hati cowo, gue lebih baik suka sama Raven. Enggak tau kenapa gue enggak bisa buka hati buat Vio, dan gue enggak mau dia tau kalo gue cewe penyakitan," ucap Rexa menunduk.

Saat Rexa mengucapkan kata terakhir hati Sasa tidak tahu kenapa sangat sakit. Ia mencoba mengalungkan tanganya ke pundak Rexa dan tangannya mengusap rambut Rexa dengan perlahan. "Ngomong apa sih lu Xa, lu enggak penyakitan. Percayalah pasti lu akan sembuh," ucap Sasa membangkitkan semangat Rexa.

"Percuma Sa, gue udah parah penyakitnya, gue udah stadium 4 dan bentar lagi bakal akhir pasti umur gue bisa dihitung dengan jari, makanya gue lebih baik putusin Vio dari sekarang, gue enggak mau kalo gue masih jalanin status sama Vio eh gue ninggalin kalian semua dan pastinya Vio bakal sedih, gue enggak mau buat Vio sedih."

Ternyata air mata jatuh begitu saja di wajah Rexa. Rexa tak bisa menahan air mata begitu saja, perasaan Rexa saat ini sangat sedih. Di satu sisi Rexa tidak ingin cepat-cepat meninggalkan sahabatnya tetapi mana mungkin Rexa berharap begitu saja, karena penyakitnya sudah sangat parah.

Sasa mencoba menguatkan hati Rexa dengan cara memeluk Rexa. Rexa pun membalas pelukan Sasa yang sangat menghangat itu.

"Mana Rexa yang gue kenal? Kenapa Rexa jadi lemah begini, semangat enggak boleh lemah." Sasa melepaskan pelukan itu dan tersenyum untuk menguatkan Rexa.

Rexa membalas senyuman Sasa. "Lu terbaik Sa, terima kasih Sa."

Hai hai

Jangan lupa selalu vote dan coment.

Vote dari kalian berharga banget buat aku, 1 vote aja berharga banget

Terimakasih sudah membaca

My instagram
@marcelinaput_

My twiter
@marcelinaptrii

My lifeWhere stories live. Discover now