22

107 27 11
                                    

"Vio!" Rexa memanggil Ravio dari jarak jauh. Yang dipanggil pun menoleh dan menghentikan langkahnya lalu menghampiri kekasihnya.

"Iya Xa?" tanya Ravio yang sudah berada di samping Rexa. Ternyata Ravio tak sendirian, ia bersama Raven dan Rivo.

"Em... aku boleh ngomong berdua?" tanya Rexa hati-hati.

Merasa paham dengan perkataan Rexa, Rivo menarik paksa tangan Raven. Raven pun menolak tetapi Rivo tetap memaksa dan alhasil Raven pun pasrah.

Tinggalah Ravio dan Rexa berdua saja di gerbang sekolah. Jam pulang sekolah berbunyi dari 20 menit yang lalu dan suasana sekolah sudah mulai sepi, siswa dan siswi juga sudah tidak ada yang berlalu-lalang.

"Mau ngomong apa Xa," tanya Ravio lembut.

"Taman yuk, enggak enak nih ngomong disini," pinta Rexa dan langsung diangguki oleh Ravio.

Ravio merangkul tangan Rexa dengan lembut menuju parkiran dan membawa Rexa sesuai permintaannya, taman dekat rumah Rexa.

Ravio mengendarai motor dengan kecepatan normal. Lalu lintas sekarang cukup ramai dan tidak terlalu padat.

Tak butuh beberapa jam, Rexa dan Ravio tiba di taman dan duduk di bawah rerumputan sambil memandang langit sore.

"Kamu mau ngomong apa Xa," ucap Ravio menghadap ke Rexa.

Rexa tak tega memutuskan hubungannya begitu saja dengan lelaki di sampingnya. Tetapi, Rexa tak mau membuat Ravio berjuang sendiri.

"Vi, kamu suka Rexa?" tanya Rexa tak menghadap ke Ravio melainkan lurus memandang langit sore yang sangat indah.

Ravio mengangkat satu alisnya. "Kamu kenapa tanya begitu? Kalo aku enggak suka aku enggak bakal nembak kamu Xa, ada apa sih emang?" tanya Ravio yang curiga dengan pertanyaan Rexa yang cukup aneh.

Rexa tak tega mengatakan hal ini sebenarnya. Tetapi ia harus jujur tentang perasaan hatinya.

"Aku mau kita sampai sini Vi," jawab Rexa menunduk.

Ravio terkejut mendapatkan pernyataan Rexa. Ditatapnya perempuan itu yang sedang menunduk. Perlahan Ravio mengangkat wajah perempuan itu dan bola matanya sudah berkaca-kaca.

"Secepat itu Xa?" tanya Ravio mencoba meyakinkan.

Rexa tak menjawab. Ia mencoba menahan air matanya supaya tak menetes, tapi usahanya gagal. Air mata itu lolos jatuh di pipi Rexa.

Melihat Rexa menangis, Ravio tak tega dan langsung memeluk Rexa, mencoba menenangkan perempuan yang ia sayangi. Sejujurnya, Ravio tak suka melihat perempuan yang ia sayangi menangis.

Rexa yang dipeluk oleh Ravio menurut, tak berontak. Mungkin ini adalah pelukan terakhir yang diberikan Ravio. Biarlah Rexa menikmati pelukan hangat dari lelaki yang mencintai dirinya.

Setelah merasa tenang, Rexa melepaskan pelukan itu dan mengusap wajahnya dengan kasar. Dengan inisiatif Ravio memberikan sapu tangan dan memberikan kepada Rexa.

"Aku mau kamu cerita, aku salah apa? Jangan putusin hubungan ini kalo enggak ada sebabnya."

"Kamu tau kan kalo aku suka Raven? Waktu kamu nembak aku, aku sengaja terima karena apa? Karena menurutku mungkin kalo aku terima kamu, aku bakal bisa lupain Raven. Ternyara dugaanku salah, ternyata rasa ini enggak hilang."

"Aku enggak mau buat kamu sedih. Mungkin dengan aku putusin kamu begini, kamu bisa mencari perempuan yang lebih sempurna dari aku. Aku memang bodoh, aku lebih memilih laki-laki yang jelas-jelas suka menghina aku daripada menyukai aku dengan tulus," sambung Rexa.

My lifeWhere stories live. Discover now