15. MELAMAR?

1K 179 55
                                    

Risal menginstruksi supir pribadinya, untuk menghentikan kendaraannya di kiri jalan. Setelah tak sengaja berpapakan dengan mobil Veranda, di depan rumah tua yang ditinggal mati pemiliknya.

Kelurga besar yang menempati rumah itu, mempunyai sejarah kelam yang mengerikan. Sang kepala rumah tangga dan istrinya, ditengarai telah melakukan pesugihan ilmu hitam dan sihir.

Mereka kerab memangsa anak kecil sebagai tumbal. Hingga puncaknya, kelurga tersebut ketahuan dan diarak ke keliling kompleks. Tubuh mereka dibakar hidup—hidup oleh massa yang berjumlah ratusan orang.

Kabar burung mengatakan, arwah mereka masih bergentayangan. Meneror siapapun yang memiliki pikiran dan niatan tidak baik di tempat itu.

Risal sering melewatinya. Sebab ini adalah satu—satunya akses cepat menuju ke tempat kerjanya. Dan setahu Risal, bangunan besar itu, kini beralih fungsi. Menjadi tempat perkumpulan orang—orang bebas.

Ketika Risal masuk ke dalam rumah. Tampak kaleng—kaleng beer  yang berserakan di bawah kakinya. Kulit kacang serta beberapa bungkus sisa—sisa makanan ringan turut meramaikan keadaan.

Bau asap rokok, minuman keras, bahkan sex menguar di udara. Waktu pertama Risal menginjakkan kaki di rumah besar yang konon angker tersebut.

Rasanya menyesakan, dada Risal terasa dihimpit batu besar membuatnya sulit bernapas. Tapi ia harus segera menemukan putrinya. Sebelum sesuatu hal buruk menimpa Veranda. Risal terguncang saat pintu tertutup, oleh terpaan angin ribut di luar sana.

Verandaaa! Risal menangkap tubuh Veranda yang nyaris pingsan. Ia bergegas membawa putrinya pergi dari sana, sebelum Veranda benar—benar kehilangan batas kesadarannya.

○●○●

Di balik jendela kaca, tepat di lantai dua. Fandi mengurut putung rokok yang masih menyala di tangannya. Hari ini, rencana yang telah disusunnya sedemikian rupa, harus kandas akibat kedatangan tamu yang tidak diundang.

Sejenak Fandi mengamati kepergian mereka, tak lama kemudian ia berbalik. Tiba—tiba Farish datang dan langsung meninju rahangnya. Fandi terhuyung mundur beberapa langkah, punggungnya menubruk jendela besar di belakangnya.

Ia bangkit dan hendak menyerang balik. Akan tetapi, disaat yang bersamaan. Dua anak buah Farish, justru mencekal kedua lengan dan bahunya. Keduanya menyeret tubuh Fandi ke lantai dasar.

Di tempat Veranda tadi, menjadi saksi bisu kekejaman anak buah Farish. Mereka menyiksa Fandi habis—habisan, brutal dan tanpa ampun. Fandi yang tak berdaya hanya bisa melolong kesakitan.

Pukulan dan hantaman benda tumpul, bersarang di sekujur tubuhnya yang bermandikan keringat dingin. Perih dan sakit hanya itu yang Fandi rasakan. Terjangan keras Farish di perutnya berhasil membuat Fandi tumbang. Bibirnya pun koyak.

Tetesan darah segar dari mulut Fandi, berceceran di lantai kayu yang penuh debu dan kusam. Disaat itu Farish mengedikkan kepalanya, memberi perintah tanpa suara kepada anak buahnya. Mengerti, satu dari pengikut Farish mendekati Fandi.

Tanpa berpikir panjang lagi, anak buah Farish yang berbaju pink  menyambar jeriken atau jerigen bensin berwarna biru tua di dekatnya. Mereka menuangkannya menyebar dalam ruangan.

Mereka berjalan keluar, sembari menuangkan bensin seiring langkah mereka bergerak pergi. Farish berdiri di depan pintu, menatap lurus ke arah Fandi. Setelah dirasa bensin di dalam jerigennya habis, Farish pun menyalakan pemantik api di tangannya.

Anak buah Farish melemparkan sisa terakhir dalam jerigen ke atas sofa. Farish yang mendengarkan raungan Fandi dari luar rumah terkekeh. Fandi yang malang sekali nasibnya. Tapi, itu akibatnya jika dia berani menjebak Veranda.

Better With You [VENAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang