76

2.1K 182 132
                                    

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?

Dewi Lestari

-

Refanya Sastrawijaya POV.

Gue menatap sedih layar laptop yang menampilkan kekalahan dari Fajar/Rian dalam tournament Australian Open ini.

Gue sangat sedih, dan merasa bersalah jadinya, karena sebelum Rian terbang ke Aussie, kami sempat bertengkar karna hal kecil.

Pertengkaran yang terjadi diantara kami, dikarenakan sebuah foto masa lalu gue dengan Abidaya yang tersebar di social media.

Rian pun cemburu karena hal sepele tersebut, padahal gue pikir ia akan biasa saja. Namun gue salah, ia malah ngambek. ditambah gue yang memiliki jadwal pemotretan dengan sebuah brand, membuat gue tidak dapat bertemu secara langsung dengan Rian sejak ia pulang dari perhelatan Sudirman Cup.

Gue sudah melacak akun yang menyebarkan foto gue dengan Abidaya, berkat bantuan Sabilla. dan foto tersebut sudah berhasil di takedown, tapi tetap saja Rian dan sifat jeleknya yang tukang cemburu itu masih dalam mode ngambeknya.

Memang, semenjak foto tersebut tersebar seminggu yang lalu, banyak direct messages buruk yang masuk ke akun gue yang sudah kembali aktif, gue pribadi sangat santai, langsung saja memilih jalan cepat, memblokir akun-akun yang menebarkan hate komen ke gue, entah sudah berapa ratus akun yang gue blokir, namun tetap saja selalu muncul 1-2 akun baru dengan komentar yang sama ke gue, melalui direct messages.

Gue pikir, pemilik akun-akun tersebut sangat kurang kerjaan, mereka mengurusi sekali hubungan percintaan gue dengan Rian, kalau ada salah sedikit baik itu gue atau pun Rian, selalu saja komen negatif hadir.

Gue kira, semenjak kejadian gue diculik, dan Abidaya menolong gue, kemudian ia datang ke acara pernikahan Abidaya. Membuat Rian menjadi teman Abidaya, namun gue salah, Rian tetap lah si tukang cemburu yang membuat gue gemas pengen mencubit pinggangnya.

Gue pun merebahkan tubuh gue diatas kasur, sambil mendial nomor Rian berulang kali, namun tidak ada jawaban. Gue pun berinisiatif mengirimkan pesan permohonan maaf, serta kalimat penyemangat kepada Rian.

Karena gue sangat yakin, kekalahan mereka hari ini, akan membuat Rian serta a Fajar diserang oleh haters, pasti ada saja yang mengirimkan pesan berisi hate komen, gue sendiri bingung kenapa mereka tidak memberi support saja, kenapa malah harus melontarkan kalimat melalui pesan yang isinya malah semakin membuat down.

Tapi memang itu kehidupan bukan? Kita tidak bisa mencegah jari-jari mereka untuk tidak mengirimkan pesan-pesan negatif, yang harus kita lakukan hanyalah menghiraukan semua pesan tersebut, dan membuktikan kepada mereka melalui prestasi, itulah pesan yang gue kirimkan kepada Rian.

Ponsel gue berdering, rupanya videocall masuk dengan nama Rian tertera di layar ponsel gue.

Gue menerima panggilan video tersebut, dan terpampanglah wajah Rian yang kusut di layar.

Mata Rian memerah, seperti habis menangis. Gue yang melihatnya terbawa suasana, dan ikut sedih.

"Hai" Sapa Gue.

"Hai" Sahut Rian, dengan pelan namun serak.

"Its okay, bukan rejeki kamu di turnamen ini. Maaf ya nambahin beban kamu, karena pertengkaran kita kemarin, aku minta maaf banget" Ucap Gue lirih.

Lose One's Heart | Rian Ardianto ✔Where stories live. Discover now