Endless War ༄︎

78 19 15
                                    

A short story based on;
"It's not a matter of surviving the war; it's a matter of choosing the right time to die."

---

Gadis itu menyeka peluh, sesekali meringis akibat luka tembak yang bersarang di kaki. Ia berjalan terseok-seok. Usang sekali pakaiannya, diselimuti debu dan tanah. Indranya menangkap bau anyir yang menyeruak diikuti pemandangan ngeri tubuh-tubuh teman seperjuangannya yang tergeletak tak bernyawa. Kondisi mereka buruk sekali, bahkan ada yang sampai hancur tubuhnya. Entahlah apakah masih ada yang selamat atau tidak. Toh, walau ia bertahan hidup, ia akan kembali mencicipi suasana ini.

Sudah bertahun-tahun tak usai perang ini. Melenyapkan hampir separuh pasukan kedua belah pihak. Belum dihitung dengan menghilangnya nyawa warga sipil yang tak bersalah. Jangan lupakan juga kehancuran seisi negara, semua porak-poranda.

Emillia tidak dapat melaju lebih cepat dari ini. Detak jantungnya berpacu seiring derap kaki kira-kira lima orang dewasa mulai mendekati. Tidak mungkin ia lari, juga tidak mungkin ia melawan. Walau gadis bersurai coklat itu termasuk remaja tangguh, tentu saja ia akan tetap kalah telak melawan lima orang dewasa.

Akan tetapi bagai di kisah-kisah putri dongeng, satu sosok lelaki yang ia kenal menarik tubuhnya ke belakang sebuah bongkahan bangunan. Tepat disaat kelima orang dewasa itu melintas. Setengah diri Emillia berterimakasih, setengahnya lagi merutuk.

Emillia menolehkan kepalanya, menatap sang empunya mata biru laut. "Mengapa kau menyelamatkanku?"

Yang ditatap menghela nafas, menjawab pelan, "Tentu saja agar kau selamat."

Emillia membuang nafas. Ia hendak berteriak tapi tak mungkin ia lakukan. Jadi ia membalas juga dengan pelan, "Helia, kau tidak perlu menyelamatkan aku!"

Helia menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa ... kenapa kau tak ingin diselamatkan?"

Emillia terdiam sejenak. Kepalanya memutar memori yang mirip dengan kejadian hari ini. Sudah lima kali Emillia merasakan hal ini, sudah lima kali Emillia melihat teman seperjuangannya mati, sudah lima kali Emillia nyaris terbunuh. Jujur saja, dia sudah lelah. Tak lama kemudian sebuah isakkan kecil terdengar, membuat Helia mengerutkan dahi.

"Hei, kau kenapa menangis? Ada apa?" Helia menggoyang-goyangkan tubuh gadis manis itu.

Sembari terisak Emillia berkata, "Sampai berapa kali lagi aku harus mengalami ini? Sampai berapa kali lagi aku harus menyaksikan temanku sendiri tewas dengan kondisi yang mengenaskan?"

Helia mengerti betul mengenai perasaan Emillia. Lalu ia mendekap gadis itu sembari menenangkannya. Memang tak mudah melalui semua ini. Helia mengintip dari celah, memperhatikan tubuh rekannya yang sudah teronggok bisu. Helia harus jujur, ia juga turut merasa sakit.

"Kau tau?" Emillia kembali membuka suara. Gadis itu melepaskan diri dari dekapan Helia kemudian menatapnya.

"Ini bukan mengenai selamat dari perang. Ini mengenai memilih waktu yang tepat untuk mati. Dan aku sudah memilih ... waktu ini tepat bagiku untuk mati."

Manik biru laut Helia membelalak. Tak percaya akan hal yang dikatakan oleh gadis itu. "Kau gila? Apa yang ingin kau lakukan?"

Emillia bangkit, hendak beranjak keluar. Helia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak akan. Ia meraih lengan Emillia kemudian menariknya mendekat.

"Jangan lakukan itu."

"Aku sudah tak tahan, Helia. Lebih baik aku mati sekarang daripada melihat dunia ini semakin hancur!"

Emillia melepaslan genggaman Helia. Dengan terseok-seok ia menghampiri pasukan musuh. Helia hanya bisa bergeming, menatap Emillia yang tertembak mati tepat di jantung. Ia termengu menatap dari jauh tubuh orang yang dicintainya.

---

Halo-halo! Jadi ini sebenernya adalah cerita pendek. Aku bakal selalu berusaha untuk mempublish work ini setiap hari. Karena hitung-hitung jadi latihan nulis buat aku hehe.

Cerita singkat ini aku tulis berdasarkan prompt yang aku dapet di internet, promptnya aku cantumin di awal ya! Kalau kalian ada yang nyimpen writing prompt bolehlah berbagi ke aku, hehe!

Aku gak tau cerita pendek ini sudah sesuai belum sama prompt itu. Rencana awalnya nulis adegan-adegan aksi yang seru malah berakhir dengan cerita sedih. Malah alurnya gak jelas dan ambigu, maaf.

Sekedar peringatan, gak perlu mantengin work ini. Karena cerita-cerita disini ditulis secara langsung tanpa ada persiapan apapun. Tapi kalo mau dipantengin juga gak apa-apa sih, hehe.

Jaa ne!

Just WriteWhere stories live. Discover now