18. - Gapura Desa Jin

1K 106 26
                                    

A/N : Maaf ya lama upnya, lagi sibuk. Buat yang udah nunggu, terima kasih banyak. Happy reading!

• • •

Indigo dimata mereka :

Jangan masuk di dunia kami, kau bahkan belum tentu bisa keluar dari dalam sana. Bagi kami, kau seperti cahaya yang bersinar dalam gelap gulita saat berada di sini. Jangan sampai redup, apalagi tertangkap oleh makhluk gelap seperti kami. Tugasmu, cari jalan keluar dari sini. Sebelum semua kata hanya tersisa, terlambat.

- GIVEN -

🌼 🌼 🌼


CUKUP lama Tita melalui masa berkabungnya, yang lain pun juga. Mereka berlarut-larut dalam kesedihan yang amat mendalam. Selama menetap di rumah duka, Tita terus meratapi kepergian ayahnya.

Sebelum pulang ke rumahnya yang ada di kota, sanak saudaranya terus berpesan untuk mengikhlaskan kepergian ayah Tita dan mengirimkan doa. Itu jauh lebih baik. Saat ditinggalkan oleh seseorang yang terkenal dengan sikap dermawan dan rendah hati, memang sangat memilukan. Ada kerinduan disetiap ingatan. Langkah kaki Tita lunglai saat meninggalkan rumah duka. Ia kembali meneteskan air mata mengingat kenangan bersama ayahnya.

Dalam perjalanan pulang, sesekali Tita menyeka air matanya. Fajar, Tamara beserta sopirnya sudah pulang lebih dulu kemarin, tersisa Brian yang menyusul saat kabar duka tersebar, kini Tita pulang bersama Brian. Wanita beranak dua itu berusaha menenangkan hatinya, ia menurunkam kaca jendela mobil. Udara sejuk pedesaan memang berbeda dari udara di kota, semilir anginnya mampu menenangkan suasana hati Tita.

Sesekali ia melirik ke arah Brian yang fokus menyetir.

"Aku mau singgah dulu ke rumah peristirahatan salah satu pelanggan kita, kebetulan kita lewat situ." kata Brian kepada Tita.

Mereka sempat beberapa kali singgah. Sudah dua jam lebih mereka ada dalam perjalanan, jalanan yang mereka lalui cukup sepi. Lokasinya memang jauh masuk ke dalam pelosok desa, mereka sempat melewati semacam hutan kecil yang pohonnya rimbun. Masih jarang penduduk bermukiman di sini. Tita merasa ada yang aneh.

"Apa kita nggak nyasar?" tanya Tita yang mengernyitkan keningnya.

"Nggak, kok. Kita ini lewat jalan lain. Soalnya jalan yang biasanya sedang ditutup karena perbaikkan!" balas Brian yang tetap fokus menyetir.

Kini mobil mereka berada di pertigaan yang menghubungkan jalan dan kebun-kebun. Tiba-tiba suara letusan membuat Brian mendadak menginjak rem. Brian segera turun untuk mengecek ada apa gerangan di luar sana.

"Sial, gimana ini?!" erang Brian yang menatap ban mobil belakangnya dalam keadaan kempes. Ia marah-marah tak karuan.

Tita pun ikut turun dari dalam mobil, ia juga melihat ban mobilnya kempes.

"Sudah, kita tunggu orang lewat saja. Nanti kita minta tolong." kata Tita yang berusaha menenangkan Brian.

"Iya. Aku juga pakai acara lupa bawa ban serepnya!" rutuknya pada diri sendiri seraya menepuk jidatnya.

Mereka berdua pun menunggu seseorang yang melewati lokasi mereka di dalam mobil. Setelah menunggu satu jam, barulah ada seorang anak muda yang lewat mengendarai motor. Pemuda itu menghentikan kendaraannya dan menghampiri Tita dan Brian.

"Kenapa, pak? Ban mobil kempes, ya?" tanya pemuda tersebut.

Brian dan Tita turun dari atas mobil.

GivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang