Prolog

4.3K 428 168
                                    

Islamic Boarding School (IBS) Series
Judul: FANA (Ketika Dunia Menjadi Tipu Daya)
Penulis: Wahyudi Pratama yudiiipratama
Genre: Spiritual
Ditulis: Sulawesi Selatan, 4 Juni 2020

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

Sore itu hujan langsung turun dengan lebatnya mengguyur Desa Wonosobo yang begitu asri. Genting-genting rumah basah, dedaunan terus meneteskan air hujan lalu aromanya perlahan tercium menyejukkan setiap jiwa yang ada di sekitarnya. Langit pekat dengan awan, jalanan yang sebagian masih berlapiskan tanah dan bebatuan renggang dari pejalan maupun pengendara kendaraan—beroda dua, tiga, juga empat yang sesekali melintas hanya di perbatasan desa.

Air sudah menggenang di beberapa bagian halaman Pesantren Darul Akhyar. Pagar yang tadinya terbuka lebar, oleh satpamnya ditutup rapat lantaran tiupan angin yang cukup kencang, mengharuskan semua santri yang masih keluyuran berteduh dan segera kembali ke asramanya masing-masing.

Dua kilometer dari pesantren, terlihat enam remaja yang masih memakai seragam sekolah berlarian keluar dari sawah menuju jalan seraya bershalawat pada baginda Nabi Muhammad sallallahu' alaihi wa sallam. Mereka tidak peduli dengan kondisi tubuh yang basah kuyup dan kaki yang dipenuhi lumpur, wajah keenamnya begitu semringah meski air hujan menepiknya.

Allahumma salli ala sayyidina Muhammadin

Wa'ala ali sayyidina Muhammad ...

(Ya Allah subhanahu wata'ala, limpahkanlah shalawat kepada junjungan kami Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad ...)

"Takbir?!" teriak Khalik seraya mengangkat kepalan tangan kanannya tinggi-tinggi.

"Allahuakbar!!!" sahut serentak dari Bayu, Bara, Syahrul, Arif, dan juga Imam dengan semangatnya.

... Huwal habibul ladzi turja syafa' atuhu

Likulli haulin minal ahwali muqtahimi

Maulaya shalli wa sallim da' iman abada

Alaa habibika khairil khalqi kullihimi ....

(... Dialah (Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wa sallam) sang kekasih yang syafaatnya diharapkan selalu untuk menghadapi segala perkara yang menerka. Tuhhanku, limpahkanlah shalawat dan salam selama-lamanya kepada kekasih-Mu (Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wa sallam) sebaik-baik makhluk semua ....)

Bibir mereka tak hanya basah oleh karena air hujan tapi juga karena shalawatan sepanjang jalan pulang menuju pesantren yang dipimpin oleh Bara sebagai pemilik suara paling merdu nan syahdu.

Entah mengapa wajah yang paling berseri-seri saat ini adalah Khalik, baru saja ia dari pusat keramaian sudah seperti orang yang baru saja melihat pemandangan yang menyejukkan mata dan hati. Larinya semakin dipercepat dan volume suara semakin dibesar-besarkan.

"Ayo, taruhan! Yang paling terakhir sampai di gerbang, jomlo seumur hidup! Ha ha ha," koar Khalik yang mencuri start lebih awal.

Kemudian yang lainnya ikut larut tertipu dalam taruhan Khalik yang tak lain hanya akal-akalannya saja, tapi tidak dengan Bayu. Ia hanya tertawa kecut sambil menggelengkan kepala di sana. "Khalik ... Khalik," decak Bayu. "Shalawatan, Le! Bukan lomba lari." (Le atau Tole adalah panggilan akrab dalam bahasa jawa yang artinya "anak laki-laki")

Khalik berhenti sejenak. "Pie toh? (Ada apa?) Ha ha ha," tawa Khalik yang keras kepala. "Mau menjomlo seumur hidup atau pilihan terakhir nikahi salah satu santriwati Geng Micin yang suka rusuh?"

"Apaan, sih? Ya, enggak, lah!" tolak Bayu mentah-mentah

Khalik masih tertawa dan kembali melajutkan larinya bersama yang lain. Bayu kini tertinggal cukup jauh di belakang mereka.

"Dasar anak kota masuk kampunggg," teriak Bayu yang menyisakan senyum pada bibirnya.

Bukan Khalik jika tidak suka menggoda sahabat-sahabatnya, dan bukan Bayu jika tak suka dikerjai oleh yang lain dikarenakan perkara hati yang masih menjadi misteri.

Akhirnya Bayu yang tertingal cukup jauh tak punya pilihan lain selain ikut berlari menyusul kawanannya agar cepat tiba di pondok oleh karena hujan masih terus mengguyur Wonosobo dan sekitarnya.

Beberapa saat kemudian, Bayu sudah mendekati gerbang pesantren yang terlihat samar berdiri lima kawanan lainnya. Sesekali Bayu menyapu wajahnya dengan tangan agar penglihatannya bisa jelas. Setibanya di gerbang, yang terlihat adalah Khalik bersama yang lain berdiri tertunduk depan gerbang yang tertutup rapat.

Bayu mendekat, dan teriakan keras berdengung ke arahnya. "Bayu!" pekik seseorang dengan suara sumbang dari balik gerbang.

Pendengaran Bayu mencoba menyelisik suara yang tak asing itu, sembari berjalan mendekati gerbang tatapannya kemudian terfokus pada laki-laki tinggi bergamis dan bersorban. Mata Bayu sontak membelalak. "I—iya, Gus Emil," jawabnya terbata-bata.

"Ya Allah ... kok singa udah di depan aja, sih? Tamat sudah riwayat Shohibul Qolbi," lirih Bayu yang kemudian ikut menunduk.

Tatapan Gus Emil tajam pada keenam santri itu dengan kondisi basah kuyup dan masih berkeliaran di luar gerbang pondok pesantren.

Keenamnya saling menyiku sama lain, bibir mereka sudah komat kamit berdoa, bahkan ada yang menggerutu oleh karena takut berhadapan dengan asatidz yang tegas lagi galak.

"Ini semua karena Khalik!" gerutu Imam menyalahkan Khalik dengan suara pelan tapi menusuk telinga.

"Lah, kok ana, sih Akhi?!" elaknya.

"Sudah-sudah. Hanya Allah yang bisa melindungi kita dari kecamukan Gus Emil," ucap Syahrul begitu pelan dan santun pada mereka yang berdiri berjejeran. "Berhenti menggerutu, doa masing-masing dalam hati. Bismillah ...."

🍃🍃🍃

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah.
Akhirnya, series terakhir dari cerita para santri Darul Akhyar keluar juga!

Gimana perasaan antum sekalian?
To be honest, mem-published bab ini membuat saya sedikit degdegan oleh karena kembali diperhadapkan dengan kalian—pembaca-pembaca setia swp—yang begitu antusiasnya terhadap cerita-cerita dari keluarga swp. Maasya Allah, semoga kehadiran kami dan antum semua karena Allah.

Well, barakallahu fiik untuk seluruh penulis the santri series yang telah berhasil memperkenalkan tokoh-tokohnya dalam series kali ini. Maasya Allah, Geng Micin versus Geng Shohibul Qolbi semoga nggak musuhan yak wkwk.

Soo, saya tidak ingin panjang-panjang bercuap karena tentunya antum sudah mengenal saya—semoga saja—, intinya welcome kembali bersama saya penulis SdB di platform swp yang sudah membumikan nama Allah dan Rasul-Nya sejak 2018 silam.

Enjoy, ya bersama saya dan para penulis santri darul akhyar lainnya.

Regard,
Wahyudi Pratama

FANA [TERBIT]✔️Where stories live. Discover now