Bagian 6: New Normal

813 160 78
                                    

Islamic Boarding School (IBS) Series
Judul: FANA (Ketika Dunia Menjadi Tipu Daya)
Penulis: Wahyudi Pratama yudiiipratama
Genre: Spiritual

PERHATIAN!!!Sebelumnya jangan lupa follow dan tag @shohibul_qolbi dan @yudiiipratama di instagram jika kalian share apa pun tentang cerita ini🙏🏻❤️•••[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERHATIAN!!!
Sebelumnya jangan lupa follow dan tag @shohibul_qolbi dan @yudiiipratama di instagram jika kalian share apa pun tentang cerita ini🙏🏻❤️



[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Bagaimanapun runyamnya dunia, setiap zaman akan selalu diuji sampai hari akhir itu tiba. Mengeluh pada dunia, sama halnya mengeluh pada sang pencipta. Jadi berhenti berkeluh kesah dan perbanyaklah ibadah karena Allah selalu melindungi hambanya yang bertaqwa."
🍃🍃🍃

Suasana kelas mata pelajaran Bahasa Arab berlangsung riuh di kelas 12 IPS 2 yang terletak di lantai tiga gedung sekolah santri putra. Siang itu kelas sudah berjalan selama tiga puluh menit, gelak tawa kerap tercipta saat satu per satu dari mereka mengulang perkataan ustadzah Ais—mereka memanggilnya dengan sebutan Ning Ais—yang sedikit rumit bagi sebagian kepala. Khususnya Arif dan Imam. Keduanya yang duduk berdampingan di bangku ketiga pojok kanan selalu bungkam kala Ning Ais menyuruh santri dalam kelas untuk serentak mengulang kosa kata atau kalimat dalam bahasa arab yang ditulis di whiteboard depan kelas.

Ning Ais menatap gemas kedua santri dengan potongan rambut pendek berponi menutup sebagian dahi, mereka terus berusaha menyebutkan kalimat dalam bahasa arab sembari matanya melirik sekilas Ning Ais yang berjalan menghampirinya. Terlihat keduanya saling menyiku, mulutnya komat kamit melafalkan kata-kata yang tidak jelas.

Kendati sudah duduk di bangku kelas tiga madrasah aliah dan sebentar lagi menjadi alumni Darul Akhyar, bahasa arab yang menjadi makanan sehari-hari para santri semakin hari justru membuat mereka semakin menghadapi tingkat kesulitan yang tinggi. Untungnya saja, ustadzah Ais dengan umur dua puluh sembilan tahun masih terbilang muda untuk menjadikan marah sebagai hobi; merutuki para santri jika ada yang tak sesuai dengan ekspektasi.

"Ehm ...," deham Ning Ais. "Suaranya digedein dong, Ning Ais nggak dengar, nih." Matanya membelalak ke Arif dan Imam seraya melipat kedua tangannya. Senyum Ning Ais dibuat lebar.

Arif terkekeh. "He he ... afwan, Ning Ais. Tulisan Ning Ais kurang jelas dari sini," ngeles-nya.

Imam ikut mengangguk. "Terlalu indah untuk dipandang huruf hijaiahnya, jadi ana sedikit kesulitan baca, Ning Ais."

Terdengar santri lain cengar-cengir tak kuasa menahan tawa. Syahrul pun ikut tertawa yang sedang duduk di bangku seberang bersama Bara. Di depan mereka, ada Khalik yang tak perlu ditanya lagi apa yang sedang dikerjakannya selain ikut tertawa. Bayu cukup dengan senyum saja sudah turut menikmati suasana.

"Oh, kamu muji saya, ya? Makasih loh, Imam. Tapi Ning lebih suka kalau Syahrul yang muji." Ning Ais menggoda Syahrul yang diliriknya sebelah bangku Imam dan Arif.

Salah satu santri yang paling dikagumi oleh Ning Ais di kelas tersebut bahkan seantero Darul Akhyar adalah Syahrul. Tak hanya karena kedermawanannya, tapi Syahrul juga ahli Bahasa Arab, tahu banyak dalil, dan yang paling apik bacaan lantunan ayat suci Al-qur'an. Ning Ais begitu terkagum pada Syahrul hingga Syahrul sering digoda oleh Ning Ais yang seketika membuat wajah Syahrul berubah merah merona.

"Ning Geulis," sambar Khalik. "Eh, maksud saya Ning Ais. He he, Syahrul katanya sudah khatam satu kamus bahasa arab karena semua berkat Ning."

Syahrul tertohok, tak lama kemudian ia menggeleng kepala. "A—apa? Kha—khatam apanya, Lik?!" geramnya.

Khalik memainkan alisnya seperti memberi kode pada Syahrul. Namun apa daya, Syahrul bukanlah orang yang peka dengan segala kodean yang Khalik berikan itu. Intinya, Ning Ais dikenal dengan keceriaannya, dan Syahrul selalu menjadi bahan mingguan di setiap kelas bahasa arab yang diisi oleh Ning Ais. Bukan tanpa sebab tapi Ning Ais sangat mengidolakan sosok Syahrul dan berharap anaknya kelak bisa menyerupainya.

"Nanti anak saya bakalan diberi nama Syahrul," curhatnya lagi menoleh ke Syahrul.

Belum selesai, Ning Ais langsung mengubah topik pembicaraan. Ning Ais begitu dikenal dengan dirinya yang hobi berceloteh tak ingat waktu. Ia tidak akan berhenti sampai bel berbunyi. Kalau bukan menggoda Syahrul, ia pasti akan memamerkan masa-masa indahnya exchange selama di Singapura dulu.

Syahrul hanya bisa tersenyum sambil berucap, "Maasya Allah, semoga dimudahkan," ucapnya tersenyum mengangguk, lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal oleh karena kebingungan harus berkata apa.

Meskipun telah bersuami, jiwa keakrabannya dengan para santri masih Ning Ais jalin dan pertahankan. Terlihat jelas bagaimana keceriaannya bersama para santri saat ini—tak hanya santriwati tapi juga santri putra ia layani seperti teman sendiri.

Suasana mengalir dengan penuh canda dan tawa sampai kelas berakhir. Ning Ais berhasil membuat santri di kelas 12 IPS 2 semakin betah dan melupakan kondisi yang sedang terjadi di luar sana, jauh dari Darul Akhyar.

Namun ada satu santri kini sedang sinis menatap para geng Shohibul Qolbi; santri yang selalu mengadu pada Gus Emil tentang kenakalan-kenakalan dari Shohibul Qolbi yang pada akhirnya membuat mereka langganan hukuman terkhusus Khalik. Ia adalah Ismail Bin Jamal, menjadi mata-mata Gus Emil dan suka melapor dan mengganggu keakraban antara Khalik, Bayu, Syahrul, Bara, Arif, dan Imam.

Sebelum kelas ditutup, satu per satu diabsen ulang sesuai abjad oleh Ning Ais; dari Arif Al-Mahdi, Bara Aidin, Bayu Anggara, Imam Al-Ghazali, Khalik Gama Putra, dan juga Muhammad Syahrul Haqqi serta para santri yang ada dalam kelas tersebut. Ning Ais mengabsen mereka sedikit lama sambil wajahnya ditatap terlebih dulu. Kalau ada sempat pasti santrinya ditanya-tanya seperti investigasi.

Meski dunia sedang runyam di luar sana sekarang oleh karena pandemi yang tengah merambah ke hampir seluruh pelosok negeri, para santri Darul Akhyar masih tetap semangat menuntut ilmu agamanya. Mereka tidak diberi tahu agar tidak ada yang panik, kecuali orang tua mereka ingin bicara lewat telepon  via wartel.

Namun selang beberapa minggu, saat new normal diberlakukan, Kyai Akhyar akan kembali mengumumkannya ke semua santri Darul Akhyar seperti pengumuman-pengumuman besar sebelumnya. Oleh karena itu, Kyai sebisa mungkin memberikan perlindungan yang layak kepada para santri dengan meniadakan jadwal besukan atau jemputan dari keluarga mereka sampai new normal life diberlakukan.

Meskipun kecil kemungkinan virus terjangkit di wilayah desa wonosobo yang terkenal subur dan asri serta bebas dari macam penyakit oleh karena selalu mendengar arahan dan aturan dari pemerintah. Tidak mengeluh membuang-buang tenaga sampai lupa dengan ibadah. Bagaimana mau dilindungi oleh Allah?

🍃🍃🍃
To be continued ....

Afwan update-nya kemalaman🤧🙏🏻 Ada banyak kendala sampai-sampai Bagian 7 harusnya saya posting juga malam ini terpaksa gagal publish dikarenakan bab tersebut ter-unsave di laptop saya. Alhasil ... saya telat update bab 6 dan masih ada utang 1 bab lagi🌝 afwan, next insya Allah sudah bisa terpenuhi.

Well, cukup cuap-cuapnya! I need you to read, comments and vote bab ini, yak!
[Silakan tinggalkan tanggapan di sini]

FANA [TERBIT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang