Bab 14: Malam sebelum pertandingan

1.6K 147 47
                                    

Malam hari ini masing-masing pemain dari tim Eagles tengah sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan dipakai dan dibawa untuk besok bertanding melawan tim yang terkenal kasar itu--tim SMA Intan Sakti, atau kerap dipanggil tim sakti oleh anak-anak basket. Mereka akan bertanding di SMA Harmoni Zenius sebagai tuan rumah tahun ini.

Tidak jauh berbeda dengan rekan-rekan se-timnya, Sergio sudah menyelesaikan acara prepare-nya. Kini tangannya menggenggam ponsel yang sedang didekatkan ke telinganya, keningnya tampak tertaut saat mendengar pertanyaan dari salah satu tim sakti yang sedang bertelpon dengannya ini.

Sergio melangkahkan kakinya ke balkon kamarnya saat mendengar suara mobil ayahnya pulang, memandang sebentar, lalu kembali fokus berbicara dengan orang yang ada di seberang sana.

"Lo udah tau 'kan, mukanya?? Ya udah, tinggal jalanin aja rencana gue. Lo mau ke kakinya kek, ke tangannya kek. Boleh banget." Sergio kembali menjelaskan perintahnya.

Suara tawa pelan terdengar dari seberang sana. "Padahal tanpa lo suruh pun, tim gue tetap kasar, Yo."

Sergio berdecak. "Ya, pokoknya gitu. Tinggal jalanin aja apa susahnya, sih? Udah gue transfer ya, duitnya. Lagi butuh duit 'kan, lo?" Rautan kening itu masih ada, Sergio terlihat kesal karena dia terus bertanya seakan tidak mau menuruti perintahnya.

"Lo nggak takut, Yo?"

"Takut apa?" Nada suara itu terdengar tinggi.

"Takut tim lo malah kalah sama tim gue?"

Sergio tertawa. "Kita liat aja nanti."

"Oke. Tapi lo harus ingat, tim gue itu kesayangannya wasit. Hahahahah ...."

Sergio tersenyum miring mendengar dia membalas tawanya. "Gue ulangi sekali lagi, kita liat aja nanti."

Orang yang ada dibalik telpon itu mengangguk-nganggukkan kepalanya meskipun Sergio tak melihat itu. "Oke. Thanks."

Sergio langsung mematikan panggilan itu secara sepihak. Kakinya kembali ia langkahkan ke dalam kamarnya yang terlihat gelap karena ia sempat mematikan lampunya. Sergio menekan stop kontak untuk menghidupkan lampu itu, namun seketika jantungnya berpacu dengan cepat saat melihat Ayahnya yang baru sampai ke depan pintu kamarnya, berdiri dengan tegap di sana.

"Sergio," panggil Samudera--Ayahnya. Pria paruh baya itu masih rapi dengan setelan jas hitamnya. Tas berkas dari kantornya masih ia genggam di tangan sebelah kanan. Sepasang sepatu hitam mengkilapnya juga masih terpasang di kakinya itu.

Sergio mendekati Ayahnya itu untuk bersalaman, lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam kamarnya. Samudera langsung duduk di atas kasur, memandang anaknya yang juga mendudukkan dirinya di sebelahnya.

Samudera mengedarkan pandangannya ke depan lemari Sergio, terlihat barang-barang untuk anaknya bertanding besok itu sudah rapi dikemas di tas besar miliknya yang dulu sempat diberikan. "Besok kamu tanding?"

Sergio mengangguk pelan, sedikit terkejut karena tak biasanya Ayahnya seperhatian ini. Biasanya Ayahnya itu langsung mengistirahatkan tubuhnya ke kamar, tanpa menanyakan hari-hari Sergio.

"Ada di tim mana kamu?"

Sergio menatap mata besar Samudera, merasa bahagia karena pertanyaan yang sejak hari kemarin ia inginkan, terwujudkan juga. "Ayah mau nonton?"

"Ayah bakal nonton kamu, kalo kamu ada di tim inti."

Sergion tersenyum lega karena sekarang ia berada dalam tim inti. "Gio ada di tim inti kok, Yah."

Samudera menatap Sergio dengan intens. "Kamu, bohong?"

Sergio menggeleng. "Kalo Ayah gak percaya, datang aja besok."

Reynal; Dribble of Destiny √ [Terbit]Where stories live. Discover now