Bab 18: Kata Ayah....

1.7K 147 52
                                    

"Raka, yang ini gimana?"

Rasya menunjukkan boneka kucing yang dipegangnya pada Raka, baru saja Raka menoleh, gadis itu langsung bergaya dengan boneka kucingnya. Raka tersenyum, jempolnya ia acungkan lalu tangannya langsung terulur mengelus-ngelus puncak rambut sahabatnya itu.

Sejenak, Rasya terdiam, menatap Raka dengan jantung yang sangat berdegup kencang. Wajah itu sangat tampan, putih dan mulus, sepasang mata dan alisnya indah, hidungnya mancung bak perosotan, bibirnya juga sedang terangkat menciptakan senyuman yang menenangkan. Rasya menelan salivanya, gadis itu akan berusaha berpura-pura lagi saat ini.

"Raka?!" Rasya melepas paksa tangan Raka yang masih mengelus-ngelus puncak rambutnya.

Raka salting, ia membalikan tubuh berpura-pura melihat-lihat ke boneka yang lain. "Bagusan yang ini gak sih, Sya?" Tangannya langsung mengambil boneka random yang ada di rak sebelahnya.

Rasya menutup mulutnya menahan tawa. "Jawab dulu gue, tadi lo ngapain, ya?" Gadis itu melangkah mendekati Raka yang saat ini mematung, menatap boneka yang digenggamnya.

"Ka?" tanya Rasya lagi, gadis itu masih menahan tawanya.

"Nggak. T-tadi gue reflek aja. Maaf ya." Boneka yang sudah ada digenggamannya itu ia kembalikan ke rak, lalu, telunjuknya menunjuk boneka yang sedang dipeluk oleh Rasya. "Gue suka kok, yang itu. Yang itu aja ya, udah sore, ayo pulang!" Kakinya ia langkahkan lagi menuju ke kasir, menginggalkan Rasya yang sebenarnya sedang menahan salting juga.

Rasya hanya diam lalu berjinjit, memastikan Raka sudah jauh agar tidak melihat aksinya itu. Setelah dipastikan Raka sudah tidak ada dipandangan, gadis itu langsung menyenderkan punggungnya ke rak, mengambil napas lalu mengembuskannya berkali-kali, tangannya terangkat menyentuh puncak rambutnya, lalu senyuman manis pun tercipta seraya menghentak-hentakkan kaki ke lantai.

Rasya memejamkan matanya. "Ka ... lo bisa romantis juga ya, ternyata!" Nada suaranya seperti menangis-nangis manja, sungguh, rasanya Rasya sedang terbang tinggi ke atas langit sana.

"Mbak? Kenapa?"

Rasya membuka mata, di hadapannya ada pegawai yang sedang menatapnya heran. Rasya mulai menegakkan lagi tubuhnya, tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya, merasa malu ternyata saltingnya diperhatikan oleh salah satu pegawai di sini.

"Nggak papa, Mbak. Hehe."

🏀🏀🏀

Sudah tiga hari Reynal tidak masuk sekolah, hari ini ia sangat bersyukur bisa meyakinkan Om-nya itu agar kembali masuk. Kakinya sudah sembuh walau ketika melangkah sedikit pincang, Reynal tidak mau dianggap buruk lagi oleh anak-anak Smaharbin. Selagi dirinya masih sanggup, kenapa tidak?

Dan benar saja, hari ini Reynal berhasil meyakinkan Om-nya itu. Terbukti karena ini sudah bel pulang, dan Reynal baik-baik saja. Tentu karena teman-temannya yang menjaganya juga dari aktivitas berlebihan.

Hari ini Arkan dan Bima membuatnya tertawa lagi seperti biasa, tema hari ini tentang foto yang diambil Bima di pertandingan babak kualifikasi kemarin, foto itu baru ditunjukkan padanya. Dan betapa terkejutnya Reynal dan Arkan, anak itu ternyata memotret aib-aib kondisi muka pemain juga, hal itu sontak membuat Reynal dan Arkan yang melihatnya tak berhenti tertawa.

Reynal tersenyum mengingat kejadian tadi, tangannya terulur mengambil ponsel lalu menghidupkannya, kembali melihat foto-foto dirinya yang sudah Bima kirimkan. Semuanya terlihat indah, Reynal merasa bangga pada dirinya sendiri, Reynal masih tak menyangka dirinya ada di titik ini.

Merasa pegal berdiri, Reynal pun duduk di bangku dekat parkiran sekolahnya ini, ponselnya ia taruh di saku lagi, beralih memandang parkiran yang terlihat ramai oleh anak sekolahannya yang akan pulang ke rumah.

Reynal; Dribble of Destiny √ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang