CHAPTER 1

6K 490 85
                                    

Sungguh Yoongi sebenarnya setengah hati menjalani tugasnya ini. Kalau saja ia tidak berutang budi pada Woohyun yang pernah menolongnya saat kecelakaan dua tahun yang lalu, mungkin sekarang ia sudah bersiap pergi ke London untuk meliput kota tersebut. Demi Woohyun yang begitu ingin pergi ke negara Big Ben itu untuk mencari kekasihnya yang kabur, Yoongi melepaskan kesempatan emasnya untuk pergi ke London begitu saja. Sedikit menyesal sebenarnya, tapi apa boleh buat. Kondisi dirinya juga tidak memungkinkan untuk pergi ke luar negeri melakukan liputan. Min Yeonju, adik sepupunya, yang sekarang menjadi tanggungannya, baru saja mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Yoongi jelas tidak bisa berkutik, dia harus ada di Seoul, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan saat ia tidak ada di negara ini. Kalau pun ia bisa memaksa pergi ke London, barangkali di sana ia akan sangat cemas dan tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Sekarang saja, Yoongi masih sulit berkonsentrasi ketika rapat. Pikirannya melayang pada sosok Yeonju. Apakah adiknya itu sudah makan atau belum? Apakah adiknya itu mengeluh sakit lagi?

"Ingat, jangan korek hal lain, Min Yoongi," ucapan Jongwoon membuyarkan pikiran Yoongi mengenai Yeonju buyar.

Yoongi buru-buru membenahi letak kacamatanya dan balas menatap sang redaktur. "I-iya, Hyung, tenang saja."

"Ekspos masalah hiburan malamnya, hiburan-hiburan macam apa yang ditampilkan setiap malam, lalu... ya, kau tahulah apa yang harus kau kerjakan. Kurasa kau bukan amatiran lagi, aku hanya mengingatkanmu, jangan korek hal lain selain hiburan malamnya. Kita bekerja di majalah gaya hidup dan travelling, kuharap kau bisa memahami itu," jelas Jongwoon lagi.

"Baik, Hyung."

"Sudah tahu mau ke kelab mana?" tanya Jongwoon.

Yoongi mengernyit. "Memangnya aku yang menentukan? Bukan pihak redaksi?"

"Apa kau ada referensi?" Pria yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dari Yoongi itu beralih ke layar laptopnya, mengetik sesuatu di sana dan kembali menatap Yoongi. "Aku mau kelab di daerah Gangnam, di sana seperti surga hiburan malam di Korea Selatan, tapi kalau kau ada usul katakan saja, siapa tahu menarik."

"Sejujurnya aku tidak tahu mau ke mana, aku hanya tahu Muse Club, EightyEight, Chamber, Cloud Nine—"

"Ya! Cloud Nine!" Jongwoon menepuk tangannya, lalu menunjuk Yoongi dengan mata berbinar. "Cloud Nine, Yoongi! Itu menarik sekali!"

"Cloud Nine kelab baru di Gangnam, Hyung. Hyung yakin kita meliput kelab itu? Apakah itu cukup menarik?"

"Tentu saja menarik, Yoongi." Jongwoon mengetik kembali di laptopnya dan memutar benda itu ke hadapan Yoongi. Yoongi mau tidak mau membaca apa yang ada di layar laptop itu dengan cermat. "Kau lihat ini... mereka memang baru, tapi ramai sekali dibicarakan di forum penikmat hiburan malam, pelancong juga mulai melirik Cloud Nine sebagai salah satu destinasi wisata malam mereka."

"Ya, kau benar, Hyung. Aku juga penasaran sebenarnya apa yang menarik dari Cloud Nine dibanding kelab yang lain."

Jongwoon tersenyum pada Yoongi, puas karena pemikiran mereka terkunci pada satu jalur yang sama. "Kalau kau hanya meliput EightyEight yang sudah berdiri belasan tahun atau Muse Club yang sudah sangat fenomenal itu tidak menarik, Yoongi. Sudah sangat banyak orang yang tahu dua kelab itu."

Yoongi mengangguk setuju, paham akan kemauan atasannya ini. Melihat rekam jejak Cloud Nine dan antusiasme pelancong yang terpampang di forum, memang sangat menarik. Cloud Nine baru dibuka awal tahun lalu, mungkin sekarang usianya baru lima belas bulan, tapi Cloud Nine terbilang ramai dan diminati. Secara pribadi, Yoongi cukup tergelitik untuk masuk ke kelab tersebut.

• OFF THE RECORD • ✔ [OPEN PO E-BOOK]Where stories live. Discover now