CHAPTER 10

2.3K 316 113
                                    

Ada hal-hal yang tidak bisa Yoongi pahami dalam hidupnya, salah satunya adalah mendapati skuter kesayangannya yang kini sudah berada dalam kondisi jauh lebih baik dan semua biaya perbaikannya lunas.

Seharusnya ia merasa senang daripada  kebingungan dan memaksa otaknya untuk mencerna mengapa Cheonsa begitu mengistimewakannya.

Bayangkan saja, wanita itu justru membayar semua biaya perbaikan skuternya--termasuk biaya mobil derek yang mengangkut skuternya--walau Yoongi sudah membiarkan wanita itu luntang lantung duduk di pinggir jalan menungguinya memperbaiki motor tuanya.

Ia pun mengambil ponselnya untuk menelepon Cheonsa.

Namun, sampai telepon yang kedua kalinya, Cheonsa tak kunjung menyambut.

Pada akhirnya, pria itu memilih mengirimkan pesan singkat pada Cheonsa.

Apa kau baik-baik saja? Aku sudah mengambil skuterku, terima kasih. Kau seharusnya tidak perlu membayarnya untukku. Kapan kau ada waktu? Mungkin kita bisa makan malam lagi. Tenang saja, aku yang traktir.

Terkirim.

Sejenak Yoongi termenung di atas skuternya, apakah wanita itu mendapatkan masalah? Mengingat tadi Seokjin meneleponnya berkali-kali.

Barangkali, nanti Yoongi akan menanyakan perihal pagi ini ketika mereka bertemu kembali.

***

"Bukankah kau diistirahatkan untuk sementara?" tanya Seokjin tanpa melepas sedikit pun pandangannya dari Cheonsa. Wanita itu masuk ke kamarnya, menaruh tas dan mengabaikan eksistensi Seokjin di ruang tamu.

Seharusnya ia mengganti password agar Seokjin tidak seenaknya masuk ke apartemennya seperti sekarang.

"Han Cheonsa!?" Suara Seokjin meninggi dan tentu saja membuat Cheonsa semakin kesal.

"Apa urusanmu?" balas wanita itu ketika keluar dari kamarnya. Ia tak gentar beradu pandang dengan Seokjin. "Mau ke mana saja bukan urusanmu, 'kan?"

"Bukan urusanku?" Pria itu mendecih. "Bagaimana kalau ada oknum yang akan memata-mataimu, atau yang paling buruk kau diculik oleh mereka dan kau dipaksa dimintai keterangan mengenai kesaksianmu?"

"Itu salahmu." Seokjin terbelalak, tapi sebelum mengajukan protes, wanita yang berdiri di depannya itu melanjutkan, "Kenapa kau menyuruhku memberi kesaksian?"

"Karena kau adalah biang keroknya!"

"Aku?" Cheonsa tertawa kering. "Yang memukul itu rekan kerjamu sendiri, tapi kenapa aku yang disalahkan!?"

Seokjin mengacak rambutnya frustrasi. Mengingat peristiwa malam itu mengundang tanda tanya lain yang jauh lebih mengusiknya.

Siapa pria yang bersama Cheonsa pada malam pemukulan itu?

Sampai saat ini ia belum bisa mendapatkan informasi apa pun. Kesibukannya mengurus sejumlah hal penting mengenai Cloud Nine, bisnis lainnya yang terbengkalai, drama yang nyaris gagal rilis bulan depan dan beberapa hal menyangkut dunia keartisannya membuat konsentrasi Seokjin terbelah.

Ditambah lagi, pagi ini--di saat Seokjin ingin melihat wajah wanita yang ia sayangi dan ingin menenangkan diri sejenak dari segala tekanan--Cheonsa malah pergi seorang diri entah ke mana. Selama bersamanya Cheonsa tidak pernah melakukan hal serupa. Seokjin bertanya-tanya apakah dua tahun jeda hubungan di antara mereka, Cheonsa sudah menemukan pria baru yang mengambil tempat di hati wanita itu?

Seokjin bahkan tidak yakin amarah yang ia lemparkan sekarang pada Cheonsa adalah ungkapan kesal semata karena takut kebenaran Cloud Nine terungkap.

• OFF THE RECORD • ✔ [OPEN PO E-BOOK]Where stories live. Discover now