CHAPTER 12

2.8K 265 80
                                    

"Jahat!" Seokjin meletakkan kembali ponselnya ke nakas, selain pembicaraan via telepon bersama CEO agensinya, suara Cheonsa juga turut menyedot semua rasa kantuknya.

"Kim Seokjin kejam." Kali ini Seokjin bersandar di dekat kusen pintu kamar Cheonsa, memandang wanita yang tengah meringkuk di sofa sudut kamar. Kening wanita itu berkerut, wajahnya tampak gelisah kendati matanya terpejam--Cheonsa agaknya tengah mengigau. Wanita itu terlihat kelelahan.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Racauan Cheonsa semakin nyaring dan Seokjin pun menghampiri wanita itu, duduk di sampingnya. "Apa yang kurang dariku?"

"Sayang?" Seokjin mengusap kepala Cheonsa, menatap lembut dan sarat rasa bersalah. "Hei... bangun. Kenapa kau tidur di sofa?"

"Seokjin, katanya kau mau membawaku pergi dari Nyonya Kang? Kenapa kau malah membawa wanita itu ke rumah kita?"

Wanita itu terisak dalam tidurnya. Seokjin terkulai, duduk bersimpuh di lantai tanpa melepaskan sentuhan di kepala Cheonsa.

Racauan Cheonsa dalam tidurnya menyempurnakan dugaan Seokjin tentang apa yang wanita itu mimpikan sekarang--tentang masa lalu mereka.

Seokjin menggenggam tangan Cheonsa, menaruh telapaknya di pipi. Pria itu teringat masa-masa sulit hubungan mereka.

Ia memang berjanji pada Cheonsa--dulu saat semuanya dimulai. Akan tetapi, untuk menunaikan janji itu semakin hari semakin berat untuk Seokjin. Langkahnya untuk menarik Cheonsa dari lembah kelamnya tercekal. Seokjin harus menyelamatkan dirinya sendiri terlebih dahulu, agar bisa membawa Cheonsa bersamanya. Naasnya, penyelamatan diri Seokjin berjalan secara repetitif, setiap langkah yang ia pijaki seakan menyimpan ranjau.

Pria itu teringat kembali memori lampau yang sempat mereka lalui.

Memori di mana Cheonsa masih bergelayut di sampingnya, selalu membagi apa pun cerita yang ia hadapi setiap hari. Memori itu menyedot Seokjin seakan ia menonton film lawas, tentang dirinya dan Cheonsa.

Hari itu sepuluh tahun yang lalu Gangnam diguyur hujan deras. Dorm yang dihuni Cheonsa seorang diri gelap gulita. Sesekali kilat dari luar memberikan penerangan. Seokjin yang masih muda itu masuk ke sana ragu-ragu, berkali-kali ia memanggil Cheonsa yang tak ia temukan presensinya di mana-mana.

Sampai akhirnya pria itu berhasil menemukan gadis itu di pojok kamarnya, memegang sebilah pisau dengan keadaan yang berantakan. Seokjin spontan menyalakan lampu, memperjelas betapa kacaunya Cheonsa sama seperti kamarnya.

Seokjin menghampiri, mengusap lembut kepala gadis itu namun dihadiahi penolakan.

"Apa yang terjadi?" tanya Seokjin.

Air mata Cheonsa terus luruh, bibirnya yang koyak itu gemetar. Lewat matanya, Seokjin tahu ada yang tidak beres.

"Takut." Cheonsa menyembunyikan wajahnya dibalik lutut. Gadis itu sungkan menatap Seokjin, pria yang ia cintai.

"Apa yang terjadi? Katakan padaku!" tukas Seokjin waktu itu.

"Sampai kapan?" Cheonsa tergugu, "Sampai kapan aku melayani mereka?"

"A-apa yang tidak kuketahui? Siapa mereka yang kau maksud?"

Tangisan Cheonsa semakin deras dan Seokjin pun menguras otaknya untuk berpikir. Maka, melihat semua kejanggalan yang ada di agensinya yang terlilit utang serta menyadari kekurangan secara finansial dan segala cara yang dihalalkan oleh pihak agensi, ditambah pula selentingan kabar mengenai trainee wanita yang harus melayani para petinggi, Seokjin pun tersadar bahwa semua itu bukan omong kosong belaka.

Pria itu terdiam, lalu berujar serak, "Ja-jadi itu benar? Kau salah satu dari trainee wanita itu?"

Cheonsa mengangguk.

• OFF THE RECORD • ✔ [OPEN PO E-BOOK]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن