9: siklus

2.4K 424 178
                                    

felix pernah bahagia, yakni itu adalah saat dimana mama dan papa memujinya dengan bangga kala memamerkan tulisan pada sebuah website resmi yang menyatakan jika dirinya berhasil lulus ke fakultas kedokteran salah satu perguruan tinggi negeri.

mereka tersenyum, dengan sang ibu yang mengusap penuh sayang rambutnya, sementara papa hanya mengulas senyum kecil dan mengangguk. tapi itu cukup, sudah lebih dari cukup membuat hatinya yang kering seakan kembali disiram dengan air setelah sekarat dalam waktu yang begitu lama.

felix juga pernah merasakan luka, namun ini terjadi nyaris di sepanjang waktu hidupnya. tumbuh besar di keluarga berada dengan background luar biasa prestisius tentu seharusnya cukup membuat dia besar kepala. namun tidak, justru felix benci itu.

dia menyalahkan bagaimana takdir membagi porsi bahagia setiap umatnya. egois memang, tak percaya dengan kata-kata seseorang yang menyebutkan bahwa semua akan indah pada waktunya.

karena toh felix merasa selama ini apa yang dia rasakan hanya sakit, yang merajam hati dan kewarasan hingga terkadang rasa ingin pergi jauh entah kemana sering terbesit dalam angan.

rawan sekali di usia muda semacam ini, di terpa sedikit angin pun sudah beresiko tinggi untuk tumbang. akarnya tidak kuat, daunnya tidak rimbun, felix hanyalah sebatang pohon kecil yang tumbuh di tengah padang pasir nan panas, pun tanpa pohon lain sebagai teman dan tanpa asupan air yang cukup.

untungnya, skenario tuhan sedikit berubah seiring berjalannya waktu. seseorang datang dan berbaik hati menanam pohon di sekitarnya, membuat felix tak merasakan kesepian sebagaimana yang selama ini dia rasakan.

sosok itu menyirami pohon-pohon setiap hari dengan penuh kasih sayang, menyanyikannya lantunan melodi terindah menggunakan suaranya yang semerdu bunyi denting surga.

tapi lagi-lagi felix tertipu. pria itu tidak menanam bibit pohon, tidak pula menyembuhkan lukanya. pria itu hanya menanam parasit yang perlahan-lahan menggerogotinya, membuatnya yang tak seberapa kuat jadi semakin rapuh, semakin hancur.

sampai disini felix percaya bahwa mungkin memang benar tidak ada definisi bahagia yang kerap kali membuat felix iri dengan orang lain.

seungmin gema renjana.

pria ituㅡ

"seungmin gema renjana."

felix tersenyum kecil dalam bisikan. uap tipis mengepul dari bibir karena udara puncak sedang berada di titik dingin gila-gilaan. tapi dia tidak perduli, mati pun tak masalah.

felix menyukai bagaimana rasa ngilu menusuk yang merajah setiap sendi dalam tubuhnya seolah berseru bahwa dia butuh istirahat. karena sejak semalam sampai jarum jam dinding menyentuh angka enam, si manis belum berniat merebahkan diri untuk sekedar mengurangi lelah.

nyatanya dia justru berakhir duduk di emperan depan villa yang langsung menghadap pada pemandangan bentang perkebunan teh hijau. begitu memanja mata, namun estetikanya kurang karena surya belum membumbung tinggi di atas kepala. kabut masih penuh, sepenuh kabut di hati yang terbentuk menggumpal pasca kejadian semalam.

bunyi pintu yang dibuka menyadarkannya dari lamunan. felix tidak perduli siapapun itu, dia hanya ingin menyendiri dan sebisa mungkin menghindari interaksi dengan orang lain.

"felix?"

suara serak yang tak asing itu terpaksa membuat felix mendongak. changbin berdiri di depannya dengan wajah mengantuk khas bangun tidur. lucu sekali, pipinya sedikit puffy.

felix sempat melihat rombongan pria yang memakan mie instan satu wajan penuh di ruang tamu, changbin pasti menjadi salah satunya jika di lihat dari kondisi pipi si pria tampan. tubuh atletis itu hanya terbalut sebuah kaus pendek terlapisi jaket hoodie abu-abu, sementara celana training hitam membalut kakinya yang kuat dan kokoh.

psycho | seunglix ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora